Smadav
Microsoft Security Esential
AVG
Comodo
Avira
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
4. Next Generation
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
4. Next Generation
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
Kamis, 26 Juli 2012
Software Office
21.13
No comments
Berikut ini sumber software-software office (kantor) yang benar-benar free (gratis). Mulai dari yang awal (lawas) sampai yang terbaru (update).Silahkan pilih software yang diinginkan:
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Muhammad SAW
20.21
No comments
25.
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Muhammad SAW
kisah nabi muhammad SAW, baiklah kali ini kita akan membahas
mengenai kisah Nabi Muhammad SAW yang kita idolakan. sampai lah kita ke Nabi
kita, idola kita Rasulullah SAW. marilah kita sering2 bersalawat kepada
baginda, agar kita mendapatkan syafa'atnya.
dalam sebuah hadis
dikatakan umat yg paling sombong adalah umat yang apabila diajak untuk
berselawat dia acuh.
nah ini mudah mudahan
bermanfaat untuk sodara semua.
Ketika cahaya tauhid
padam di muka bumi, maka kegelapan yang tebal hampir saja menyelimuti akal. Di
sana tidak tersisa orang-orang yang bertauhid kecuali sedikit dari orang-orang
yang masih mempertahankan nilai-nilai ajaran tauhid. Maka Allah SWT berkehendak
dengan rahmat-Nya yang mulia untuk mengutus seorang rasul yang membawa ajaran
langit untuk mengakhiri penderitaan di tengah-tengah kehidupan. Dan ketika
malam mencekam, datanglah matahari para nabi. Kedatangan Nabi tersebut sebagai
bukti terkabulnya doa Nabi Ibrahim as kekasih Allah SWT, dan sebagai bukti
kebenaran berita gembira yang disampaikan oleh Nabi Isa as.
Allah SWT menyampaikan
salawatnya kepada Nabi itu, sebagai bentuk rahmat dan keberkahan. Para malaikat
pun menyampaikan salawat kepadanya sebagai bentuk pujian dan permintaan
ampunan, sedangkan orang-orang mukmin bersalawat kepadanya sebagai bentuk
penghormatan. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Allah
dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya." (QS. al-Azhab: 56)
Sebelumnya Allah SWT
mengutus para nabi-Nya sebagai rahmat kepada kaum dan zaman mereka saja, namun
Allah SWT mengutus beliau saw sebagai rahmat bagi alam semesta. Beliau saw
datang dengan membawa rahmat yang mutlak untuk kaum di zamannya dan untuk
seluruh zaman. Allah SWT berfirman, "Dan aku tidak mengutusmu kecuali
sebagai rahmat bagi alam semesta."
Hakikat dakwah para nabi
sebelumnya adalah menyebarkan Islam, begitu juga ajaran yang dibawa oleh Nabi
yang terakhir adalah Islam. Beliau saw adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdul
Muthalib, anak seorang wanita Quraisy. Beliau saw adalah pemimpin anak-anak
Nabi Adam as. Beliau saw adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya, serta rahmat
Allah SWT yang dihadiahkan kepada umat manusia.
Beliau saw lahir di tanah Arab. Ketika itu malam gelap,
tiba-tiba Abdul Muthalib membayangkan bahwa matahari telah terbit, lalu ia
bangun dan ternyata mendapati dirinya di pertengahan malam, keheningan yang
luar biasa menyelimuti gurun yang terbentang. Ia menuju pintu kemah, lalu
menyaksikan bintang-bintang bersinar di langit, dan dunia tampak di selimuti
dengan malam. Ia kembali menutup pintu kemah dan tidur. Belum lama ia dikuasai
oleh rasa kantuk yang amat sangat, sehingga ia kembali bermimpi untuk kedua
kalinya. Segala sesuatunya tampak jela s kali ini, Sesungguhnya sesuatu yang
besar memerintahnya untuk melaksanakan perintah yang sangat penting, "Galilah
zamzam!" Dalam mimpinya Abdul Muthalib bertanya: "Apakah itu
zamzam?" Kemudian untuk kedua kalinya perintah itu mengatakan bahwa ia
diperintahkan untuk menggali zamzam. Belum lama Abdul Muthalib melihat sesuatu
yang bersembunyi itu, sehingga ia berdiri di tempat tidurnya dan hatinya
berdebar dengan keras. Abdul Muthalib bangkit, lalu ia membuka pintu kemah
kemudian pergi ke gurun yang luas. Apakah arti zamzam? Tiba-tiba pikirannya
dipenuhi dengan cahaya yang datang dari jauh, bahwa pasti zamzam adalah sebuah
sumur, tetapi apa yang diinginkan oleh suara yang datang dalam tidur itu agar
ia menggali sumur, di sana tidak ada jawaban selain satu jawaban dari
pertanyaan ini, yaitu agar orang-orang yang berhaji dan berkeliling di sekitar
Ka'bah dapat meminumnya. Tetapi apa nilai dari sumur itu sendiri, bukankah di sana terdapat banyak sumur
yang dapat diminum oleh orang-orang yang berhaji.
Abdul Muthalib duduk di tengah-tengah pasir gurun pada
pertengahan malam, ia memikirkan bintang-bintang sembari merenungkan
cerita-cerita kuno yang mengatakan tentang sumur yang memancar darinya air
sebagai akibat dari pukulan kaki Nabi Ismail as, di sana juga ada cerita yang mengatakan bahwa
sumur itu telah binasa sesuai dengan perjalanan zaman.
Matahari terbit di atas gurun Jazirah Arab, Abdul Muthalib
keluar menemui orang-orang, dan menceritakan kepada mereka bahwa ia akan
menggali sebuah sumur di tempat tertentu, ia menunjukkan ke tempat yang di situ
ia diberitahu oleh suara yang ada dalam mimpinya. Orang-orang Quraisy menolaknya,
Sesungguhnya tempat yang diisyaratkan oleh Abdul Muthalib terletak di antara
dua berhala dari berhala-berhala yang biasa disembah oleh masyarakat setempat,
yaitu di antara berhala yang bernama Ashaf dan NAllah. Abdul Muthalib merasa
bahwa usahanya sia-sia untuk meyakinkan kaumnya agar mengizinkannya untuk
menggali sumur. Mereka mengetahui bahwa Abdul Muthalib tidak mempunyai sesuatu
selain hanya seorang anak. Bahwasanya ia tidak memiliki anak-anak yang dapat
menolong dan memperkuatnya serta melaksanakan keinginan-keinginannya.
Pada saat itu di kawasan negeri Arab dipenuhi dengan
kabilah-kabilah yang terjalin suatu ikatan fanatisme atau kesukuan yang kuat
dan usaha untuk melindungi keluarga yang sangat menonjol. Akhirnya Abdul
Muthalib pergi dalam keadaan sedih, lalu ia berdiri di hadapan Ka'bah dan
mengungkapkan suatu nazar kepada Allah SWT. Ia berkata: "Jika aku mendapat
sepuluh anak laki-laki, dan mereka menginjak usia dewasa, sehingga mereka mampu
melindungiku saat aku menggali sumur Zamzam, maka aku akan menyembelih salah
seorang dari mereka di sisi Ka'bah sebagai bentuk korban."
Pintu langit pun terbuka
untuk doanya. Belum sampai berlangsung satu tahun, istrinya melahirkan anaknya
yang kedua dan setiap tahun ia melahirkan anak laki-laki sampai pada tahun yang
kesembilan, sehingga Abdul Muthalib mempunyai sepuluh anak laki-laki. Kemudian
berlalulah zaman dan anak-anak Abdul Muthalib menjadi besar.
Abdul Muthalib akhirnya
menjadi seseorang yang memiliki kemampuan. Kemudian Abdul Muthalib berusaha melakukan
rencananya yang diisyaratkan dalam mimpinya itu, yaitu ia bersiap-siap untuk
mengorbankan salah satu anaknya sebagai bentuk pelaksanaannya dari nazarnya.
Maka dilakukanlah undian atas sepuluh anaknya, lalu keluarlah nama anaknya yang
paling kecil yaitu Abdullah. Ketika nama anak itu keluar dalam undian, maka
orang-orang yang ada disekitarnya berusaha memberontak, mereka mengatakan bahwa
mereka tidak akan membiarkan Abdullah disembelih.
Abdullah saat itu
terkenal sebagai seseorang yang bersih dikawasan Arab, ia telah dapat menarik
simpati masyarakat di sekitarnya. Ia tidak pernah menyakiti seseorang pun.
Bahkan ia tidak pernah meninggikan suaranya lebih dari orang lain. Senyuman
khas Abdullah terkenal sebagai senyuman yang paling lembut di kawasan Jazirah
Arab. Muatan ruhaninya demikian jernih, dan hatinya yang mulia menyerupai
sebuah kebun di tengah-tengah gurun hati-hati yang keras, oleh karena itu semua
manusia datang kepadanya dan menentang usaha penyembelihannya. Para pembesar
Quraisy berkata, "Lebih baik kami menyembelih anak-anak kami daripada ia
harus disembelih, dan menjadikan anak-anak kami sebagai tebusan baginya. Kami
tidak akan menemukan seseorang pun yang lebih baik dari dia seandainya kami
menyembelihnya, pertimbangkanlah kembali masalah itu, dan biarkan kami bertanya
kepada dukun."
Abdul Muthalib tampak
tidak mampu menghadapi tekanan ini, lalu ia mempertimbangkan kembali apa yang
telah ditetapkannya. Kemudian mereka mendatangi seorang dukun. Si dukun
berkata: "Berapakah taruhan yang kalian miliki?" Mereka menjawab:
"Sepuluh ekor unta." Dukun itu berkata: "Datangkanlah sepuluh
unta, lalu lakukanlah kembali undian atasnya dan atas nama Abdullah, jika
undian datang padanya, maka tambahlah sepuluh ekor unta lagi, lalu ulangilah
terus undian tersebut, demikian hingga tidak keluar lagi nama Abdullah."
Kemudian dilakukanlah
undian atas nama Abdullah dan atas sepuluh ekor unta yang besar. Undian itu pun
mengeluarkan terus nama Abdullah, hingga Abdul Muthalib menambah sepuluh ekor
unta lagi, kemudian lagi-lagi yang keluar nama Abdullah sehingga mereka pun
menambah sepuluh ekor unta lagi sampai jumlah unta itu telah mencapai seratus
ekor unta. Setelah itu, datanglah nama unta tersebut. Maka saat itu, masyarakat
demikian gembiranya sehingga berlinangan air mata, kegembiraan dari mereka
karena melihat Abdullah berhasil diselamatkan. Kemudian disembelihlah seratus
ekor unta di sisi Ka'bah, dan mereka membiarkannya di situ sehingga korban itu
tidak disentuh oleh seseorang pun dan juga disentuh oleh binatang-binatang
buas.
Abdul Muthalib sangat
gembira atas keselamatan anaknya, Abdullah. Lalu ia menetapkan untuk
menikahkannya dengan gadis terbaik di Jazirah Arab, kemudian ia keluar
dengannya pada suatu hari dari Ka'bah ke rumah Wahab, dan di sana ia meminang
untuknya Aminah binti Wahab. Kemudian Aminah binti Wahab menikah dengan
Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang pemuda yang paling mulia dan paling
dicintai oleh orang-orang Quraisy.
Dinyalakanlah api-api di
gunung-gunung Mekah, agar para musafir dan para tamu mengetahui tempat
diadakannya acara tersebut, yaitu acara pernikahan antara Abdullah dan Aminah.
Lalu disembelihlah hewan-hewan korban, dan manusia dari kalangan orang-orang
fakir bahkan binatang-binatang buas dan burung makan darinya. Abdullah tinggal
bersama istrinya dua bulan di rumah pernikahan, hingga suatu hari ada kabar
bahwa kafilah akan berangkat, lalu Abdullah pun mengikuti kafilah tersebut dan
melakukan perjalanan bersama kafilah perdagangan Quraisy menuju Syam, itu
adalah kesempatan terakhir yang diperoleh Aminah binti Wahab bersamanya. Wajah
Abdullah yang mulai tampak berseri-seri mengucapkan selamat tinggal kepada
Aminah, lalu setelah itu bayang-bayang wajahnya tersembunyi bersama kafilah dan
rnereka pun hilang. Aminah tidak mengetahui bahwa itu adalah kesempatan
terakhirnya setelah dua bulan dari perkawinannya. Abdullah mengunjungi
paman-pamannya dari kabilah bani Najar di Madinah, dan di sana ia meletakkan
jasadnya di muka bumi, ia meninggal dunia.
Abdullah bin Abdul
Muthalib kini telah meninggal. Saat itu ia berusia dua puluh lima tahun. Kabar
kematiannya tiba-tiba tersebar dan sangat memilukan hati orang-orang yang
mendengarnya, sehingga kabar itu sampai ke istrinya. Aminah tampak menangis
tersedu-sedu dan ia tampak menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada dirinya dan
tidak mengetahui jawabannya, mengapa Allah SWT menebusnya dengan seratus unta
jika kemudian Dia menetapkan kematian baginya.
Tidak lama kemudian, lalu
bergeraklah dirahimnya janin dengan gerakan yang sedikit, ia tampak mulai mengetahui
bahwa ia sedang hamil. Aminah menangis dua kali, pertama ia menangis untuk
dirinya sendiri dan kali ini ia menangis untuk anak yang ditinggal mati ayahnya
sebelum ia sempat dilahirkan. Aminah tidak pernah mengetahui sebelumnya bahwa
janin yang dikandungnya akan menjadi anak yatim, ayahnya meninggal saat ia
dilahirkan.
Anak yatim ini harus
menanggung beban anak-anak yatim dan orang-orang fakir serta orang-orang yang
sedih di muka bumi. Ia akan menjadi Nabi yang terakhir dan rasul-Nya kepada
manusia. Ia akan menjadi rahmat yang dihadiahkan kepada manusia dan tidak akan
mengetahui makna rahmat kecuali orang yang merasakan penderitaan dan kepahitan.
Inilah anak kecil yang sebelum dilahirkan telah menelan kesedihan. Dan
berlalulah hari demi hari, lalu hilanglah tangisan penderitaan dan mata Aminah
pun telah mengering, namun kesedihannya tampak menyerupai sebuah pohon yang
turnbuh bersama kehausan.
Kemudian kesedihannya
hari demi hari semakin ia rasakan tetapi kesedihannya itu mulai tidak tampak
ketika ia mendapatkan bahwa janin yang dikandungnya tidaklah memberatkannya,
sebaliknya ia merasakan betapa ringannya janin yang dikandungnya bagaikan
merpati yang berkeliling di seputar Ka'bah, dan seandainya kesedihannya yang
selalu mengitarinya, maka tidak ada wanita yang lebih bahagia darinya dengan
kehamilan yang ringan ini. Janin itu adalah manusia yang mulia di sisi Tuhan,
kemudian semakin dekatlah hari kelahirannya. Sementara itu, pasukan Abrahahh
mendekati Mekah.
Abrahahh adalah seorang
penguasa Yaman, yaitu pada saat Yaman tunduk kepada Habasyah setelah penguasa
Persia diusir. Di Yaman ia membangun suatu gereja yang menunjukkan bangunan
yang menakjubkan. Abrahahh membangunnya dengan niat agar orang-orang Arab
berpaling dari Baitul Haram di Mekah. Ia melihat betapa orang-orang Yaman
tertarik dengan rumah tersebut. Dan ketika ia tidak melihat gereja yang
dibangunnya memiliki daya tarik seperti itu dan tidak mampu menarik hati
orang-orang Arab, maka ia berkeinginan kuat untuk menghancurkan Ka'bah,
sehingga orang-orang tidak menuju ke Ka'bah lagi melainkan ke gerejanya.
Demikianlah akhirnya ia menyiapkan pasukan yang besar yang dipenuhi dengan
berbagai senjata, kemudian pasukan itu menuju Ka'bah.
Pasukan Abrahahh terdiri
dari kelompok gajah yang besar yang digunakannya untuk menghancurkan Ka'bah.
Gajah-gajah itu bagaikan tank-tank yang kita gunakan saat ini. Orang-orang Arab
pun mendengar rencana tersebut. Memang orang-orang Arab saat itu terkenal
sebagai penyembah berhala, meskipun demikian mereka sangat memberikan
penghargaan dan penghormatan terhadap Ka'bah, karena mereka meyakini bahwa
mereka adalah anak-anak Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as pemelihara Ka'bah.
Perjalanan pasukan
tiba-tiba dihadang oleh seorang lelaki yang mulia dari penduduk Yaman yang
bernama Dunaher. Ia mengajak kaumnya dan dari kalangan orang-orang Arab untuk
memerangi Abrahahh, sehingga ada beberapa orang yang mengikutinya. Abrahahh
berhadapan dengan tentara tersebut tetapi pasukan yang sedikit itu dapat dengan
mudah dipatahkan oleh pasukan kafir yang besar itu. Kemudian Dunaher pun kalah
dan menjadi tawanan Abrahahh. Pasukan Abrahahh tersebut juga sempat ditentang
oleh Nufail bin Hubaid al-Aslami, namun Abrahahh pun dapat mengalahkan mereka
dan berhasil menawan Nufail.
Kemudian ketika Abrahahh
melewati kota Taif, menghadaplah kepadanya beberapa orang tokoh setempat, dan
mereka tampak gemetar ketakutan dan berkata kepadanya bahwa sesungguhnya
'rumah' yang ditujunya tidak berada di tempat mereka, tetapi berada di Mekah.
Hal itu mereka sampaikan dengan maksud untuk memalingkannya dari rumah berhala
mereka, di mana mereka membangun di dalamnya berhala yang bernama Latha
kemudian mereka mengutus seseorang yang akan menunjukkan kepada Abrahahh letak
Ka'bah. Ketika Abrahahh berada di antara Taif dan Mekah, ia mengutus seorang
pemimpin pasukannya sehingga ia melihat keadaan Mekah. Di sana ia merampas
banyak harta dari kaum Quraisy dan selain mereka, dan di antara yang
dirampasnya adalah dua ratus unta milik Abdul Muthalib bin Hasyim. Saat itu
Abdul Muthalib adalah salah seorang pembesar Quraisy dan pemimpin mereka, serta
pengawas sumur Zamzam.
Kedatangan utusan
Abrahahh di Mekah telah menimbulkan gejolak pada kabilah-kabilah. Akhirnya kaum
Quraisy bergerak, begitu juga kaum Khananah. Kemudian mereka mengetahui bahwa
mereka tidak memiliki kemampuan untuk melawan Abrahahh, sehingga mereka
membiarkannya, lalu tersebarlah di Jazirah Arab berita tentang datangnya
pasukan yang kuat yang sulit untuk ditandingi. Dalam surat yang dibawa oleh
utusannya itu, Abrahahh menyampaikan bahwa ia tidak datang untuk memerangi
mereka, namun ia datang hanya untuk menghancurkan Ka'bah. Jika mereka tidak menentangnya, maka darah
mereka tidak akan ditumpahkan. Lalu utusan itu menemui Abdul Muthalib, ia
menceritakan tentang keinginan Abrahahh. Abdul Muthalib berkata: "Kami
tidak ingin memeranginya karena kami tidak memiliki kekuatan. Ka'bah adalah
rumah Allah SWT yang mulia dan suci, dan rumah kekasih-Nya Ibrahim. Jika Ia
mencegahnya, maka itu adalah rumah-Nya dan tempat suci-Nya, namun jika Ia
membiarkannya, maka demi Allah kami tidak memiliki kekuatan untuk
mempertahankannya." Kemudianutusan itu pergi bersama Abdul Mutihalib
menuju Abrahahh.
Abdul Muthalib adalah
seseorang yang sangat terpandang dan sangat mulia. Ia memiliki kewibawaan dan
kehormatan yang mengagumkan. Ketika Abrahahh melihatnya, Abrahahh menampakkan
penghormatan kepadanya. Abrahahh memuliakannya dan mendudukannya di bawahnya,
ia tidak suka bahwa ia duduk bersamanya di kursi kekuasaannya. Lalu Abrahahh
turun dari kursinya dan duduk di atas sebuah permadani dan mendudukkan Abdul
Muthalib di sisinya. Kemudian ia berkata kepada penerjemahnya: "Katakan
padanya apa kebutuhannya?" Abdul Muthalib berkata: "Kebutuhanku
adalah agar Abrahahh mengembalikan dua ratus ekor unta yang diambilnya
dariku" Ketika Abdul Muthalib mengatakan demikian, wajah Abrahahh berubah,
lalu ia berkata kepada penerjemahnya: "Katakan padanya sungguh aku merasa
kagum ketika melihatnya, kemudian aku merasakan kehati-hatian saat berbicara dengannya,
apakah engkau berbicara denganku tentang dua ratus ekor unta yang telah aku
ambil, lalu engkau membiarkan rumah yang merupakan simbol agamanya dan
kakek-kakeknya, yang aku datang untuk menghancurkannya dan dia tidak
menyinggungnya sama sekali" Abdul Muthalib menjawab: "Aku adalah
pemilik unta, sedangkan pemilik rumah itu adalah Tuhan yang
melindunginya." Abrahahh berkata: "Dia tidak akan mampu melindunginya
dariku." Abdul Muthalib menjawab: "Lihat saja nanti!"
Selesailah dialog antara
Abdul Muthalib dan Abrahahh. Abrahahh pun mengembalikan unta yang telah
dirampasnya. Abdul Muthalib pergi menemui orang-orang Quraisy dan menceritakan
apa yang dialaminya, dan ia memerintahkan mereka untuk meninggalkan Mekah dan
berlindung dibalik gua-gua di gunung. Akhirnya kota Mekah dikosongkan oleh
pemiliknya. Aminah binti Wahab keluar ke gunung-gunung di dekat kota Mekah
kemudian malaikat turun di bumi Jarzirah Arab.
Abdul Muthalib berdiri
dan memegangi pintu Ka'bah dan berdiri bersama dengan sekelompok orang-orang
Quraisy, mereka berdoa kepada Allah SWT dan meminta perlindungan-Nya, agar para
malaikat memerintahkan gajah-gajah tidak melangkahkan kakinya sehingga gajah
itu pun tetap di tempatnya dan menaati perintah para malaikat, kemudian
gajah-gajah itu menerima pukulan yang dahsyat namun gajah-gajah itu tetap
berdiam di tempatnya, gajah-gajah itu tampak gemetar dan berteriak tetapi
lagi-lagi gajah-gajah itu menolak untuk bergerak dan tidak bergerak selangkah
pun. Abrahahh bertanya: "Mengapa pasukan tidak bergerak?" Kemudian dikatakan
kepadanya bahwa gajah-gajah menolak untuk bergerak. Abrahah mengangkat
cemetinya. Dengan muka emosi, ia ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi
dengan gajah-gajahnya.
Matahari saat itu
bersinar dan ia duduk di kemahnya. Ketika ia keluar, matahari bersembunyi di
balik segerombolan burung. Abrahah mengangkat pandangannya ke arah langit.
Mula-mula ia membayangkan bahwa ia melihat sekawanan awan yang hitam. Kemudian
ia mengamat-amati awan itu. Dan ternyata ia bukan awan biasa. Itu adalah
sekelompok burung yang menutupi cahaya matahari dan menyerupai awan yang tebal.
Burung ababil, burung yang banyak.
Gajah-gajah semakin
berteriak dengan kencang dan tampak ketakutan. Dan rasa takut itu kini
menghinggapi seluruh pasukan. Abrahah berteriak di tengah-tengah pasukannya
agar gajah diusahakan untuk maju secara paksa. Kemudian terbukalah salah satu
jendela dari jendela al-Jahim, dan burung-burung itu menghujani pasukan dengan
batu dari Sijil, yaitu batu yang sama yang pernah dihujankan kepada kaum Nabi
Luth. Batu itu menyerupai bom-bom atom yang digunakan saat ini.
Jika Anda membaca
buku-buku kuno, maka Anda akan mengetahui bagaimana peristiwa yang menimpa
pasukan Abrahah. Anda akan membayangkan bahwa Anda berada di hadapan suatu
kekuatan yang menghancurkan yang tidak diketahui asal muasalnya. Dunia
mengenali sebagian darinya setelah empat belas abad dari peristiwa tersebut.
Buku-buku itu mengatakan bahwa pasukan itu dihancurkan dengan penghancuran yang
dahsyat.
Para tentara Abrahah
kembali dalam keadaan binasa di mana daging-daging dari tubuh mereka berceceran
di jalan. Abrahah pun mendapatkan luka dan mereka keluar dari tempat itu dalam
keadaan dagingnya terpisah satu persatu. Abrahah pun terbelah dadanya dan mati.
Kemudian jasad para pasukannya tersebar dan berceceran di bumi, seperti tanaman
yang dimakan oleh binatang. Setelah mendekati setengah abad, turunlah suatu
surah di Mekah yang menceritakan tentang peristiwa itu:
"Apakah kamu tidak
memperhatikan bagimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara gajah? Bukankah
Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka 'bah) itu
sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang
melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia
menjadihan mereka seperti daun yang dimakan (ulat)." (QS. al-Fil: 1-5)
Pasukan gajah yang ingin
memporak-porandakan Mekah dikalahkan. Kemudian mereka dihancurkan dan Tuhan
pemilik Ka'bah berhasil melindungi rumah suci-Nya. Perlindungan tersebut bukan
sebagai penghormatan bagi orang yang tinggal di rumah itu dan bukan sebagai
bentuk pengkabulan doa kaum yang menyembah berhala yang memenuhi tempat itu.
Allah SWT sebagai Pelindung Ka'bah memeliharanya karena adanya hikmah yang
tinggi; Allah SWT menginginkan sesuatu bagi rumah itu; Allah SWT ingin
melindunginya agar tempat itu menjadi tempat yang damai bagi manusia dan supaya
tempat itu menjadi pusat dari akidah yang baru dan menjadi tanah bebas yang
aman, yang tidak dikuasai oleh seseorang pun dari luar dan juga tidak
didominasi oleh pemerintahan asing yang akan membatasi dakwah. Yang demikian
itu karena di sana terdapat rumah dari rumah-rumah di Mekah yang lahir di sana
seorang anak di mana ibunya bernama Aminah binti Wahab dan ayahnya adalah
Abdullah, salah seorang tokoh Arab. Anak itu belum dilahirkan dan belum dapat
tugas kenabian dan ia belum memikul Islam di atas pundaknya dan belum menjadi
rahmat bagi alam semesta. Kemudian datanglah Abrahah yang ingin menghancurkan
semua ini tanpa ia mengetahui semua rahasia ini.
Tragedi yang menimpa
Abrahah adalah karena bahwa ia berusaha menentang kehendak Ilahi sehingga
kehendak Ilahi itu menghancurkannya dengan mukjizat yang mengagumkan. Datanglah
banyak burung dengan membawa batu-batuan yang tidak didengar suaranya. Kemudian
burung-burung melemparkan batu-batu itu kepada Abrahah beserta tentaranya.
Semua ini berdasarkan rencana Ilahi terhadap rumah-Nya dan agama-Nya serta
nabi-Nya sebelum orang mengetahui bahwa Nabi Islam telah bersiap-siap untuk
meninggalkan tempat tidurnya di perut ibunya dan mulai memasuki kehidupan yang
keras di muka bumi.
Di tengah-tengah
kegembiraan Mekah karena keselamatan penghuninya dan selamatnya Ka'bah, Aminah
binti Wahab bermimpi: di tengah suatu malam ia menyaksikan dirinya berdiri
sendirian di tengah-tengah gurun, dan telah keluar dari dirinya suatu cahaya
besar yang menyinari timur dan barat dan terbentang hingga langit. Aminah
tiba-tiba terbangun dari tidurnya namun ia tidak mengetahui tafsir dari
mimpinya.
Berlalulah hari demi hari
dari tahun gajah. Dan pada waktu sahur dari malam Senin hari keduabelas dari
bulan Rabiul Awal, Aminah melahirkan seorang anak kecil yang yatim yang bernama
Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, seorang cucu dari Ismail bin Ibrahim
bin Adam.
Sebelum ia dilahirkan,
dunia mati karena kehausan padanya. Kehausan dunia sangat besar kepada cinta,
rahmat, dan keadilan. Sekarang teiah berlalu 600 tahun dari kelahiran al-Masih
dan orang-orang Masehi telah menjauhi ajaran cinta, bahkan keyakinan-keyakinan
berhalaisme telah meresap kepada sebagian kelompok mereka dan kejernihan ajaran
tauhid telah ternodai. Sedangkan orang-orang Yahudi telah meninggalkan
wasiat-wasiat Musa dan mereka kembali menyembah lembu yang terbuat dari emas.
Dan setiap orang dari mereka lebih memilih untuk memiliki lembu emas yang
khusus. Demikianlah, berhalaisme telah menyerang di bumi. Bumi dipenuhi oleh
kegelapan. Akal
disingkirkan dan Tuhan diiupakan dan mereka menyerahkan diri mereka kepada
pembohong.
Ketika jantung dunia
telah terkena kekeringan, maka memancarlah dari timur suatu mata air keimanan
yang jernih yang menjadi puas dengannya separo dunia. Dan mukjizat besar
terjadi ketika mata air ini mengeluarkan air yang jernih dari jantung gurun
yang paling besar ketandusannya di dunia, yaitu gurun jazirah Arab. Berkenaan
dengan penggambaran masa tersebut, dalam hadis yang mulia dikatakan:
"Sesungguhnya Allah melihat penduduk bumi lalu Dia murka kepada mereka,
baik orang-orang Arab maupun orang-orang Ajam kecuali sebagian kecil dari
Ahlulkitab."
Di tenda yang kasar,
lahirlah seorang anak yatim yang kemudian bertanggung jawab untuk memberikan
minum kepada dunia yang haus pada cinta, keadilan, kebebasan, serta kebenaran.
Sementara itu, beberapa langkah dari tempat kelahirannya terdapat
berhala-berhala yang memenuhi Baitul 'Athiq dan sekitar Ka'bah yang dibangun
oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail agar menjadi rumah Allah SWT dan Dia disembah
di dalamnya dan manusia merasa tenteram di dalamnya. Di rumah yang kuno
ini—yang dibangun sebelumnya oleh Adam—dipenuhi patung-patung tuhan yang
terbuat dari batu dan kayu. Ini menunjukkan betapa akal orang-orang Arab saat
itu mengalami titik terendah.
Sementara itu nun jauh di
sana, tepatnya di Yatsrib atau Madinah dipenuhi oleh orang-orang Yahudi yang
mereka datang di sana karena melarikan diri dari penindasan orang-orang Romawi.
Mereka tinggal di situ bagaikan srigala-srigala di atas tanah yang tersubur di
mana mereka melakukan monopoli dalam perdagangan. Mereka membagun kejayaan
mereka dengan memanfaatkan orang-orang Arab dan keheranan mereka terhadap diri
mereka sendiri.
Para cendikiawan Yahudi
memperdagangkan segala sesuatu, dimulai dari emas sampai Taurat. Mereka
menyembunyikan kertas-kertas darinya dan menampakkan sebagiannya; mereka
mengubah kertas-kertas Taurat itu untuk memperkaya diri mereka. Pada saat
orang-orang Yahudi menyembah emas dan sangat lihai melakukan persekongkolan,
orang-orang Arab justru menyembah batu dan mereka pandai berperang. Mereka juga
lihai dalam membuat syair lalu menggantungkannya di atas tirai-tirai Ka'bah.
Orang-orang Arab hidup di bawah naungan sistem kesukuan di mana kepala suku
adalah pemimpin dan nilainya sebanding dengan anak buahnya, dan kemampuan
mereka dalam berperang. Dan keutamaan seseorang dilihat dari asal muasalnya
serta nilainya juga dilihat dari kefanatikannya serta kebanggannya kepada nasab
yang merupakan kemuliannya, juga kefanatikannya terhadap berhala tertentu yang
merupakan agamanya. Jadi, segala bentuk kemuliaan dan kewibawaan tidak
terbentuk kecuali dalam ruang lingkup yang sempit dalam kabilah atau kesukuan.
Sedangkan di tempat yang
jauh dari Mekah, Romawi menyerupai burung rajawali yang lemah, namun belum
sampai kehilangan kekuatannya. Orang-orang Romawi sangat menyanjung kekuatan.
Sedangkan di belahan timur dari utara negeri Arab, orang-orang Persia menyembah
api dan air. Api tetap menyala di tempat peribadatan mereka di mana manusia
rukuk untuknya. Dan di sana terdapat danau Sawah yang dianggap suci oleh
mereka.
Sementara itu, Kisra,
raja kaum Persia duduk di atas singgasananya dan memberikan keputusan terhadap
manusia. Keputusan Kisra selalu didengar dan dilaksanakan. Tidak ada seorang
pun yang berani menentangnya dan menolaknya. Orang-orang Persia berhasil
mengalahkan Romawi dan Yunani, sehingga mereka menjadi kekuatan yang dahsyat di
muka bumi. Meskipun mereka memiliki kekuatan yang sangat luar biasa, namun
penyembahan api jelas-jelas menunjukkan betapa bodohnya mereka dan betapa
kekuatan mereka diliputi oleh kebodohan sehingga akal mereka tercabut dan
mereka terhalangi untuk mencapai kebenaran. Alhasil, kegelapan semakin
meningkat di setiap penjuru bumi dan kehidupan berubah menjadi hutan yang lebat
di mana di dalamnya seorang yang kuat akan menyingkirkan seorang yang lemah dan
di dalamnya yang menang adalah kebatilan.
Di tengah-tengah suasana
yang demikian kelam, lahirlah seorang anak di tenda Mekah. Ketika anak tersebut
lahir, maka padamlah api yang disembah oleh kaum Persia dan keringlah danau
Sawah yang disucikan oleh manusia, bahkan robohlah empat belas loteng dari
istana Kisra. Dan
setan merasa bahwa penderitaan yang besar telah merobek-robek hatinya. Ini
semua sebagai simbol dimulainya kehancuran kejahatan atau keburukan di muka
bumi dan terbebasnya akal manusia dari penyembahan terhadap sesama manusia atau
terhadap hal-hal yang bersifat khurafat. Manusia diajak hanya untuk menyembah
kepada Allah SWT. Kelahiran Rasul sebagai bukti hilangnya kelaliman,
sebagaimana kelahiran Nabi Musa yang menunjukkan kebebasan Bani Israil dari
kelaliman Fir'aun.
Ajaran Muhammad bin
Abdillah merupakan ajaran revolusi yang paling meyakinkan dan yang paling
penting yang pernah dikenal di dunia; ajaran yang bertugas untuk menyelamatkan
dan membebaskan akal dan materi. Tentara Al-Qur'an adalah tentara yang paling
adil dan paling berani untuk menghancurkan orang-orang yang lalim. Kita akan
melihat dalam sejarah Nabi bahwa kejadian-kejadian luar biasa telah
mengelilingi Ka'bah sebelum kelahirannya. Kemudian terjadilah peristiwa luar
biasa setelah kelahirannya di mana terjadilah peristiwa pembelahan dada pada
saat beliau masih kecil, begitu juga beliau dinaungi oleh awan di waktu kecil,
bahkan beliau terkenal pada saat masih kecil dengan kecenderungan untuk
meninggalkan permainan-permainan yang biasa dimainkan oleh anak-anak kecil
seusia beliau. Allah SWT memberikan penjagaan khusus kepadanya sehingga Jibril
as turun kepadanya dengan membawa wahyu.
Selanjutnya, mukjizatnya
yang pertama adalah mukjizat yang terdapat pada kepribadiannya dan
pemikiran-pemikirannya. Itulah yang menjadi mukjizatnya yang terbesar setelah
Al-Qur'an; itu adalah bangunan ruhani yang tinggi di mana beliau mampu menahan
penderitaan di jalan Allah SWT. Dan dalam menegakkan kebenaran, beliau memikul
berbagai macam rintangan. Beliau melaksanakan amanat yang diembannya secara
sempuma dan sebaik-baik mungkin. Hal yang indah yang dikatakan tentang mukjizat
Nabi setelah diutusnya beliau adalah bahwa beliau tidak mempunyai mukjizat
selain usaha membebaskan akal: tanpa memiliki kekuatan luar biasa selain
membebaskan pikiran, tanpa dalil selain kalimat Allah SWT.
Sedangkan Isa bin Maryam
telah berdakwah dan mengajak manusia untuk menciptakan kesamaan, persaudaraan,
dan cinta kasih di antara mereka, namun Muhammad saw diberi karunia untuk
mewujudkan persamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di antara orang-orang
mukmin di tengah-tengah kehidupannya dan setelah kehidupannya.
Ketika Nabi Isa mampu
menghidupkan orang-orang yang mati dan mengeluarkan mereka dari kuburan,
Muhammad bin Abdillah menghidupkan orang-orang hidup dari kematian mereka yang
tidak pernah mereka sadari. Itu adalah bentuk kematian yang paling berat.
Beliau juga mengeluarkan rnereka dari kegelapan dan kebodohan menuju cahaya
ilmu, dan dari belenggu syirik dan kekufuran menuju dunia tauhid.
Sulaiman sebagai seorang
Nabi dan raja mampu memperkerjakan jin untuk mengabdi padanya, bahkan mereka
mampu terbang beribu-ribu mil untuk menghadirkan singgasana musuh-musuhnya agar
mereka semua tercengang terhadap kemampuannya, sehingga mereka masuk Islam.
Namun Muhammad saw justru mengabdi kepada Islam hanya sebagai seorang tentara
yang sederhana. Beliau mengetahui bahwa ketika beliau lalai sesaat saja dari
dakwah di jalan Allah SWT, maka kesempatannya dalam menyebarkan agama Islam
akan hilang.
Di saat terjadi peristiwa
besar dalam peperangan, tiba-tiba azan salat dikumandangkan, sehingga para
pasukan yang berperang mengerjakan salat. Tidak ada malaikat yang turun untuk
melindungi mereka ketika salat atau mencegah datangnya anak-anak panah dari
punggung mereka saat sujud. Karena itu, hendaklah para pasukan melindungi
dirinya sendiri. Para pasukan mukmin berusaha salat secara bergantian: sebagian
mereka salat dan sebagian mereka bertugas untuk menjaga.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila kamu
berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat
bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat)
besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka sujud (telah
menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk
menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum
bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka
bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah
terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan
sekaligus."(QS. an-Nisa': 102)
Selesailah masalah itu
dan tidak adak malaikat yang turun untuk melindunginya dan menolongnya. Ini
adalah masa kematangan akal dan masa keletihan para nabi dan orang-orang
mukmin. Dan sesuai kadar keletihan mereka dalam menyampaikan ajaran Islam,
mereka pun akan mendapatkan balasan yang besar.
Pada masa para nabi
sebelum Nabi Muhammad saw, mereka menghadirkan mukjizat-mukjizat kepada kaum
mereka saat memulai dakwah, sehingga kaum tersebut mempercayai apa saja yang
mereka bawa, sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tidak menghadirkan kepada
kaumnya selain dirinya dan ketulusannya.
Allah SWT telah
memutuskan untuk melindungi Musa dan memerintahkannya untuk mengangkat gunung
di atas kaumnya hingga mereka beriman kepada Taurat, atau untuk menjatuhkan
gunung tersebut di atas mereka. Ketika mengetahui hal yang Demikian itu,
orang-orang Yahudi sujud dengan meletakkan pipi mereka di atas tanah dan mereka
mengamati bukit batu yang berada di atas kepala mereka yang diangkat oleh
tangan yang tersembunyi. Sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tak pernah
memaksa seseorang pun. Berimanlah beberapa orang kepadanya dan puaslah beberapa
orang kepadanya dan matilah bersamanya orang-orang yang mati dalam keadaan
puas. Beliau tidak membawa pedang kecuali saat panah yang beracun mendekati
jantung Islam dan mengancamnya.
Dakwah para nabi menuntut
terjadinya mukjizat demi mukjizat. Ini karena masa kekanak-kanakan manusia
serta kelemahan akal dan hilangnya panca indera menuntut rahmat Allah SWT untuk
mendatangkan mukjizat yang sesuai dengan masa turunnya mukjizat tersebut dan
budaya masyarakat setempat. Adalah hal yang maklum bahwa di tengah-tengah
penduduk Mekah saat itu tidak terdapat orang-orang yang cerdas atau orang-orang
yang bijak yang mampu menyerap kata-kata yang baik. Dan kesulitan yang dihadapi
oleh Islam adalah bahwa ia tidak diturankan pada masa ini saja, tetapi Islam
diturunkan untuk setiap masa. Allah SWT mengetahui bahwa manusia telah memasuki
masa kematangan berpikir yang mengagumkan, maka hikmah-Nya menuntut bahwa
pernyataan yang pertama kali disebutkan dalam risalah-Nya adalah
"iqra'" (bacalah). Di samping itu, risalah tersebut mengandung
pemikiran yang universal, sistem yang membangun, dan hukum yang mempesona, serta
kebebasan yang diidamkan, dan manusia yang sempurna.
Adalah tidak mengurangi
kehormatan para nabi sebelum Nabi Muhammad saw di mana mereka tidak diutus di
masa-masa kematangan pemikiran, tetapi yang menambah kehormatan Nabi Muhammad
saw bahwa beliau diutus di tengah-tengah masa kematangan berpikir, dan beliau
diutus sebelum datangnya masa ini. Beliau memikul berbagai lipat cobaan yang
pernah dipikul oleh para nabi; beliau berdakwah dengan menanggung berbagai
lipat godaan dan cobaan; beliau mengalami siksaan yang pernah dialami oleh
semua para nabi; beliau mencintai Allah SWT sebagaimana para nabi
mencintai-Nya. Allah SWT memuliakannya ketika beliau mengimami mereka di saat
salat pada saat beliau melakukan Isra' dan Mi'raj. Meskipun demikian, ketika
beliau keluar pada suatu hari menemui sahabat-sahabatnya dan mendapati mereka
mengutamakan para nabi dan mendahulukannya atas mereka, maka beliau justru
menampakkan kemarahan dan wajahnya berubah. Beliau berkata: "Janganlah
kalian mengutamakan aku atas Yunus bin Mata."
Melalui pernyataan itu,
beliau berusaha meletakkan suatu pondasi pemikiran yang harus dilalui oleh kaum
Muslim di mana para nabi memang memiliki derajat tertentu di sisi Allah SWT.
Boleh jadi ada nabi yang lebih afdal atau yang lebih mulia daripada yang lain.
Siapakah yang menetapkan hal itu? Tidak ada seorang pun selain Allah SWT. Ada
pun kaum Muslim hendaklah mereka berhenti pada batas tertentu yang seharusnya
mereka berikan berkaitan dengan sopan santun terhadap para nabi. Selama Allah
SWT menyampaikan shalawat kepada rasul sebagai bentuk penghormatan dan
memerintahkan mereka untuk menyampaikan shalawat kepadanya, dan selama
Rasulullah seperti nabi-nabi yang lain, maka hendaklah mereka juga bershalawat
kepada semua nabi tanpa perbedaan, meskipun pada bentuk shalawat itu sendiri.
Sementara itu, bayi yang
mungil itu yang lahir di Mekah bergerak setelah tahun gajah. Kemudian berita
tersebar di sana sini dan Sampailah ke telinga kakeknya bahwa cucunya telah
dilahirkan. Abdul Muthalib segera menuju ke tempat itu dan membawa cucunya yang
yatim lalu berkeliling dengannya di Ka'bah sambil memikirkan namanya. Abdul
Muthalib tidak merasa terpukau dengan nama-nama yang mulai beredar di benaknya.
Ia tampak bingung menentukan nama yang paling tepat buat cucunya, bahkan
kebingungannya itu berlanjut sampai enam hari, sehingga sang Nabi disunat.
Ketika malam telah menyelimuti kawasan Mekah, datanglah kepadanya suara yang
sama yang dulu pernah dilihatnya dan didengarnya yang memerintahkannya untuk
menggali zamzam. Di tengah-tengah tidurnya, suara itu membisikkan kepadanya
bahwa nama cucunya berasal dari al-Ham, yang berarti Muhammad atau Ahmad.
Orang-orang Quraisy
bertanya kepada Abdul Muthalib: "Nama apa yang engkau berikan kepada
cucumu?" Abdul Muthalib menjawab sambil mengingat bisikan suara yang
didengarnya saat mimpi, "Muhammad." Nama tersebut sebenamya tidak
umum di kalangan orang-orang Jahilliyah. Mereka bertanya, "Mengapa Abdul
Muthalib tidak memakai narna-nama kakek-kakeknya dan nama-nama yang biasa
dipakai di kalangan mereka." Abdul Muthalib menjawab: "Aku ingin
Allah SWT memujinya di langit dan manusia memujinya di bumi."
Kami tidak mengetahui
dorongan apa yang mendikte Abdul Muthalib untuk menyatakan kalimat tersebut.
Apakah kalimat itu bersumber dari realitas kebanggaan orang-orang Arab yang
populer atau berasal dari realitas kebanggaan tradisional? Atau, apakah
berangkat dari realitas kegembiraan yang dalam dengan kelahiran si cucu,
ataukah kalimat itu bersumber dari suasana ruhani yang jernih dan bisikan alam
gaib? Tentu kami tidak bisa menjawab. Yang dapat kami ketahui adalah bahwa
seseorang tidak akan layak menyandang predikat manusia yang dipuji di bumi dan
dipuji oleh Allah SWT di langit seperti predikat yang disandang oleh Muhammad
bin Abdillah.
Nabi Muhammad saw muncul
ke alam wujud dalam keadaan yatim. Beliau ditinggalkan oleh ayahnya saat beliau
masih janin di dalam perut ibunya. Allah SWT berfirman:
"Bukankah Dia
mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?" (QS. adh-Dhuha:
6)
Allah SWT melindunginya.
Orang-orang sufi mengatakan bahwa sebab-sebab kemanusiaan seperti adanya
kakeknya Abdul Muthalib dan bagaimana ia mengasuhnya dan melindunginya tidak
lain hanya bentuk lahiriah yang tidak begitu penting, sedangkan bentuk batiniah
yang sebenarnya adalah kita berada di hadapan manusia yang dilindungi dan
diasuh oleh Tuhannya sejak masih kecil. Allah SWT mendidiknya saat beliau masih
kecil, dan mengujinya dengan keyatiman saat beliau masih janin serta mengujinya
dengan kelaparan sejak masih kecil, dan dewasa dengan kematian si ibu, saat
beliau masih kecil dengan keterasingan di tengah-tengah keramaian, dan dengan
terjaga di tengah-tengah tidur serta dengan penderitaan demi penderitaan. Allah
SWT telah menyiapkannya sejak usia dini untuk memikul beban risalah terakhir.
Selanjutnya, ibunya
seringkali memeluknya lebih dari sebelumnya. Ia melihat bahwa banyak dari
wanita-wanita yang menyusui tidak berkenan untuk mengasuhnya. Adalah sudah
menjadi tradisi yang berkembang di Mekah di mana keluarga-keluarga yang mulia
mengirim anaknya ke kawasan dusun agar anak tersebut menyerap dan menghirup
udara segar serta memperoleh mainan yang memadai. Dan biasanya wanita-wanita
yang menyusui anak-anak lebih tertarik menyusui anak-anak dari orang-orang
kaya. Namun ketika pemimpin manusia seorang yang fakir, maka wanita-wanita yang
biasa menyusui tidak berminat kepadanya.
Marilah kita telusuri
bagaimana Halimah binti Abi Duaib menceritakan kisahnya bersama anak kecil yang
disusuinya: "Saat itu terjadi musim tandus dan kami tidak memiliki sesuatu
sehingga aku dan suamiku mengalami kemiskinan yang luar biasa. Lalu kami
menetapkan keluar ke Mekah dan menemani wanita-wanita dari Bani Sa'ad. Kami
semua mencari anak-anak yang masih menvusu agar orang tua mereka dapat membantu
kami untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Binatang yang aku
tunggangi sangat lemah dan sangat kurus yang itu semua disebabkan oleh
kekurangan makanan. Bahkan kami khawatir kalau-kalau ia berhenti di tengah
perjalanan dan mati. Dan kami tidak tidur semalaman karena melihat kondisi anak
kecil yang bersama kami. Ia menangis karena tidak menemukan makanan yang dapat
dimakannya. Ia menangis karena kelaparan dan tidak mendapat air susu, baik dari
air susuku maupun air susu unta yang dibawa oleh suamiku, sehingga kami tidak
dapat memuaskan dahaganya. Di tengah-tengah malam, aku merasakan keputusasaan.
Aku bertanya-tanya bagaimana aku dapat melakukan sesuatu dalam keadaan yang
demikian.
Akhirnya, kami sampai di
Mekah. Sementara itu, wanita-wanita yang ingin mencari anak-anak yang dapat
mereka susui telah mendahului kami. Mereka mengambil anak-anak kecil yang
mereka sukai, kecuali satu anak, yaitu Muhammad di mana ayahnya telah meninggal
dan ia berasal dari keluarga yang miskin meskipun sebenarnya kedudukannya
sangat mulia di antara tokoh-tokoh Quraisy. Oleh karena itu, wanita-wanita
enggan untuk mengasuhnya. Namun aku dan suamiku tidak sepaham dengan mereka
karena aku tidak peduli dengan keyatiman dan kcfakirannya. Kemudian aku malu
untuk kembali dan tidak mengambil bayi yang dapat aku susui kemudian. Di
samping itu, aku malu jika mendapat cercaan dari wanita-wanita itu. Lalu aku
merasakan adanya kasih sayang yang memenuhi hatiku terhadap anak kecil yang
tampan itu yang akan diganggu oleh udara yang kotor."
Kisah tersebut mengatakan
bahwa saat anak-anak kecil mendapatkan wanita-wanita yang menyusuinya, maka
Muhammad bin Abdillah sedang tidur dalam keadaan lapar di ranjangnya yang
kasar, tanpa disusui oleh siapa pun. Suatu hikmah yang tinggi berkehendak agar
bayi yang masih menyusui itu menghadapi dunia dalam keadaan yatim dan dalam
keadaan kelaparan agar ia dapat merasakan penderitaan anak-anak yatim dan
orang-orang yang lapar sebelum ia menyelamatkan mereka.
Halimah mengatakan bahwa
ia meyakinkan suaminya bahwa ia merasakan keinginan yang kuat untuk mengambil
anak yatim ini, sehingga suaminya menyetujuinya. Halimah tidak mengetahui
rahasia keinginannya yang samar agar ia kembali untuk mengambil anak yatirn
yang masih menyusu ini. Ia tidak mengetahui bahwa Allah SWT telah menanamkan
rasa cinta kepada anak kecil itu dalam hatinya seperti Allah SWT menanamkan
cinta kepada Musa pada hati isteri Fir'aun. Jika Musa menolak wanita-wanita
lain untuk menyusuinya kecuali ibunya setelah Allah SWT mencegahnya dari susuan
wanita-wanita lain agar ibunya merasa bahagia dan tidak bersedih, maka Muhammad
bin Abdillah—seorang anak kecil yang masih menyusu dan mulia—-justru ditolak
oleh wanita-wanita yang menyusui, sedangkan ia sendiri tidak pernah menolak
seseorang pun.
Halimah kembali kepadanya
dan ia memberitahu bahwa ia akan mengasuhnya. Nabi Muhammad saw adalah seorang
yang mulia. Halimah meletakkan tangannya di dadanya, sehingga anak kecil itu
tertawa. Halimah
mencium di antara kedua matanya. la meletakkannya di kamarnya. Halimah
mengetahui bahwa kedua air susunya telah kering, namun tiba-tiba air susunya
memancar dengan keras sebagai bentuk kasih sayang dan tanda kebesaran dari
Allah SWT. Kini Halimah pun dapat menyusuinya. Apakah itu merupakan hikmah yang
tinggi di mana anak kecil tersebut merasa cukup dengan sesuatu yang sedikit?
Ataukah anak kecil itu sudah dapat mendidik dirinya untuk zuhud dan qanaah
sebelum ia mendidik orang-orang dewasa tentang pengorbanan dan kesatriaan?
Halimah kembali ke gurun
Bani Sa'ad dan ia membawa Muhammad bin Abdillah. Belum lama ia menyaksikan
tanahnya yang tandus sehingga tiba-tiba kebaikan dunia terbuka dan mekar di
hadapanya, di mana bumi dipenuhi dengan kehijau-hijauan setelah mengalami masa
tandus. Pohon-pohon berbuah dan buah kurma tampak berseri-seri setelah
sebelumnya layu, bahkan susu-susu binatang pun mulai tampak banyak. Allah SWT
memberikan berkah-Nya kepada tempat tersebut. Halimah mengetahui bahwa kabaikan
ini telah datang bersama kedatangan anak kecil yang diberkahi, sehingga
cintanya kepada anak itu semakin bertambah. Bahkan suaminya pun menjadi tawanan
cinta yang lain kepada Muhammad saw.
Pada suatu hari ia
berkata kepada isterinya: "Apakah engkau mengetahui wahai Halimah bahwa
engkau telah mengambil seorang anak yang mulia?" Halimah berkata: "Anak
kecil itu tidak menangis dan tidak berteriak kecuali ketika ia telanjang."
Ketika anak kecil itu gelisah di tengah malam dan tidak tidur, maka Halimah
membawanya keluar dari kemah dan ia berhenti bersamanya di bawah sinar bintang.
Saat itu anak itu tampak bergembira ketika menyaksikan langit. Setelah kedua
matanya terpuaskan oleh pandangan ke arah langit, ia pun mulai tidur.
Ketika anak itu mencapai
tahun yang kedua, maka ia telah disapih, sehingga ibunya ingin mengambilnya,
tetapi Halimah tidak kuat untuk menahan perpisahan ini. Halimah menjatuhkan
dirinya di hadapan kedua kaki sang ibu dan ia mulai menciuminya dan ia meminta
agar membiarkannya bersama anaknya sehingga anak itu benar-benar kuat dan dapat
kembali menghirup udara segar gurun. Akhirnya, Rasulullah saw tinggal di tempat
Bani Sa'ad sampai lima tahun. Dan pada masa lima tahun ini terjadi peristiwa
penting yang terkenal dengan peristiwa pembelahan dada. Kehendak Ilahi telah
menetapkan kepada Ruhul Amin, yaitu Jibril untuk menemui Muhammad bin Abdillah
dan membelah dadanya dengan perintah Ilahi serta menyuci hatinya dengan rahmat
dan mengeringkannya dengan cahaya dan mengeluarkan bagian dunia darinya.
Seperti biasanya
Rasulullah saw keluar pada suatu hari bersama saudara susuannya dengan menunggangi
sekawanan domba menuju tempat pengembalaan. Di tengah hari, saudaranya
berlari-lari dalam keadaan takut dan menangis sambil berteriak bahwa Muhammad
telah terbunuh. Muhammad diambil oleh dua orang laki-laki yang memakai baju
yang putih lalu kedua orang itu menelentangkannya dan membelah dadanya.
Mendengar hal itu,
Halimah sangat kaget dan terpukul. Ia segera pergi sambil berlari mencari
Muhammad dan diikuti oleh suaminya yang mengikuti petunjuk anak kecil dari
saudara Muhammad. Akhirnya, mereka menemukan Muhammad sedang duduk di atas
tanah di mana wajahnya tampak pucat dan kedua matanya menyala.
Halimah dan suaminya
mencium dengan lembut dan mulai menampakkan kasih sayangnya. Kemudian mereka
bertanya, "apa yang terjadi?" Muhammad menjawab: "Ketika aku memperhatikan
domba-domba yang sedang bermain aku dikagetkan dengan kedatangan dua orang yang
memakai pakaian yang putih. Mula-mula aku menyangka bahwa mereka adalah burung
yang besar, namun ternyata aku salah. Mereka adalah dua orang yang tidak aku
kenal yang memakai pakaian warna putih. Salah seorang dari mereka berkata
kepada temannya dengan menunjuk ke arahku, "Apakah ini anaknya?" Yang
lain menjawab, "benar." Aku merasakan ketakutan yang luar biasa. Lalu
mereka mengambilku dan menidurkan aku serta membelah dadaku dan mereka
mengambil sesuatu darinya hingga mereka mendapatinya dan membuangnya jauh-jauh.
Setelah itu, mereka bersembunyi laksana bayangan."
Hadis tersebut
diriwayatkan oleh Anas dan juga diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad. Para
mufasir berbeda pendapat tentang simbolisme yang dalam ini. Sebagaian besar
ulama menakwilkan peristiwa tersebut. Pakar-pakar klasik, seperti Qurthubi
berpendapat bahwa peristiwa itu diisyaratkan oleh firman-Nya: "Bukankah
Kami telah melapangkan untukmu dadamu?. " (QS. Alam Nasyrah: 1)
Sedangkan tokoh-tokoh
hadis, seperti Ghazali berpendapat bahwa manusia istimewa seperti Muhammad saw
tidak mungkin terlepas dari bimbingan Ilahi dan tidak mungkin terkena waswas
sekecil apa pun yang biasa menimpa manusia biasa. Jika suatu kejahatan menjadi
suatu gelombang yang memenuhi cakrawala, maka di sana terdapat hati yang segera
memungutnya dan terpengaruh dengannya, namun hati para nabi dengan adanya
bimbingan Allah SWT tidak akan terpanggil dan tidak terkena arus kejahatan
tersebut.
Dengan demikian, usaha
para nabi terfokus pada peningkatan kemajuan atau ketinggian, bukan memerangi
kerendahan. Diriwayatkan oleh Abdillah bin Mas'ud bahwa Rasulullah saw
bersabda: "Tidak ada seseorang di antara kalian kecuali ia diawasi oleh
temannya dari kalangan jin dan temannya dan dari kalangan malaikat." Para
sahabat berkata: "Apakah hal itu juga berlaku kepadamu wahai
Rasulullah?" Beliau menjawab: "Ya, tetapi Allah SWT membantuku,
sehingga ia berserah diri dan tidak memerintahkan kepadaku kecuali dalam
kebaikan."
Begitulah sikap
orang-orang yang dahulu dan para ahli hadis berkaitan dengan peristiwa
pembelahan dada. Kami kira bahwa kejadian yang luar biasa tersebut berhubungan
dengan persiapan Nabi untuk melalui Isra' dan Mi'raj. Ia merupakan perjalanan
di mana Rasulullah saw akan menebus alam angkasa dan akan mencapai alam langit.
Kemudian beliau akan melampaui alam ini, sehingga sampai di Sidratul Muntaha
yang di sana terdapat Janatul Ma'wah.
Pandangan tersebut
kembali kepada pendapat kami yang mengatakan bahwa peristiwa pembelahan dada
berulang lebih dari sekali saat Rasul saw mencapai usia lima puluh tahun. Dan peristiwa pembelahan dada terjadi kedua
kalinya pada malam Isra' dan Mi'raj.
Bukhari meriwayatkan dari
Malik bin Sh'asha'a bahwa Rasulullah saw menceritakan kepada mereka peristiwa
malam Isra' di mana beliau bersabda: "Ketika aku berada di Hathim—atau
beliau berkata di Hijr—saat aku dalam keadaan antara tidur dan bangun, maka
seorang datang kepadaku lalu ia membelah antara ini dan ini. Yaitu antara
kerongkongan dan perutnya. Beliau melanjutkan: Lalu ia mengeluarkan hatiku dan
membawa mangkok dari emas yang penuh dengan keimanan lalu ia menyuci hatiku.
Kemudian diulanginya."
Kami kira bahwa
pembelahan dada merupakan bentuk simbolis yang menunjukkan kesucian Rasul saw
dan sebagai bentuk penyiapannya untuk melalui Isra' dan Mi'raj. Itu merupakan
pemberitahuan dari Ilahi bahwa anak ini akan mencapai suatu kedudukan yang
belum pernah dicapai oleh manusia dan tidak akan dicapai manusia sesudahnya. Setelah
peritiwa pembelahan dada, berubahlah kehidupan anak kecil itu di mana sebagian
besar waktunya digunakan untuk merenung dan menyendiri. Dari roman wajahnya
tampak keseriusan yang biasanya menghiasi wajah orang-orang dewasa.
Berlalulah hari demi
hari, tahun demi tahun dan Selesailah masa menetapnya bersama Halimah di dusun
Bani Sa'ad. Beliau
sangat terpengaruh dan sangat terkesan dengan keadaan di sana. Diriwayatkan
bahwa beliau pemah mengingat masa kecilnya di Bani Sa'ad dan beliau
membanggakannya. Beliau menyebutkan pengorbanan mereka dan sikap mereka yang
baik. Beliau berkata: "Aku termasuk dari Bani Sa'ad, tanpa bermaksud
menyombongkan diri. Jika mereka berhadapan atau menyaksikan salah seorang
mereka lapar, maka mereka akan membagi makanan di antara mereka."
Kemudian Muhammad bin
Abdillah kembali ke Mekah saat usianya lima tahun. Beliau hidup beberapa hari
bersama ibunya di mana si ibu merasakan kesedihan yang dalam atas kepergian
ayahnya. Sesuai janji untuk mengingat ayahnya yang telah pergi, Aminah
menetapkan untuk mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Jarak antara Mekah dan
Yatsrib lebih dari lima ratus kilo meter di gurun yang kering yang jauh dari
tanda-tanda kehidupan. Anak itu menempuh peijalanan yang berat. Setelah
perjalanan yang berat ini, Muhammad bin Abdillah tinggal di tempat paman-paman
dari ibunya di Madinah selama satu bulan. Muhammad melihat rumah yang di situ
ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan. Ia berziarah bersama ibunya ke kuburan
yang sederhana yang ayahnya dikuburkan di dalamnya. Mula-mula pikirannya
terfokus pada keadaan yatim sambil ia mulai memperhatikan linangan air mata
ibunya yang diam.
Selesailah masa satu
bulan keberadaannya di sisi paman-pamannya. Kemudian ibunya menemaninya untuk
kembali ke Mekah. Kedua anak manusia itu sampai di pertengahan jalan. Muhammad
bin Abdillah tidak mengetahui rahasia kepucatan wajah ibunya. Lalu malaikatul
maut turun di suatu tempat yang yang bernama Abwa. Di situlah Aminah binti
Wahab telah bertemu dengan kekasihnya, Allah SWT.
Sang ibu meninggal dan
meninggalkan anak satu-satunya bersama seorang pembantu. Pembantu itu
menampakkan rasa kasihnya terhadap anak kecil yang kehilangan ayahnya saat
masih janin dan kehilangan ibunya saat berusia enam tahun. Muhammad bin
Abdillah kini menjadi sendiri dan ia dalam keadaan menangis. Ia mencapai
kematangan setelah ia melewati kesedihan kehidupan dan kerasnya kehidupan
sebagai anak yatim.
Rasulullah saw pernah
ditanya setelah masa diutusnya: "Bagaimana pandanganmu?" Beliau
menjawab: "Pengetahuan adalah modalku. Akal adalah dasar agamaku. Cinta
adalah pondasiku. Zikrullah adalah kesenanganku. Dan kesedihan adalah
temanku."
Allah SWT telah
menyiramkan kepadanya sungai-sungai kesedihan sehingga beliau dapat memberikan
kepada manusia buah dari kegembiraan dan ketulusan.
Anak kecil itu kembali ke
Mekah dalam keadaan sedih dan ia tampak terpaku. Lalu Abdul Muthalib, kakeknya menampakkan
cinta yang luar biasa dan penghormatan padanya. Setelah dua tahun ketika
Muhammad bin Abdillah berusia delapan tahun, maka meninggallah salah satu
benteng yang terbaik yang menjaganya, yaitu kakeknya Abdul Muthalib. Kemudian
anak kecil itu kini merenungi kakeknya laksana orang dewasa. Ia tampak tegar
seperti layaknya orang dewasa.
Kita tidak mengetahui
mengapa terjadi demikian. Mengapa hikmah Allah SWT mencegah Nabi yang terakhir
untuk mendapatkan kasih sayang seorang ayah, kasih sayang seorang ibu, dan
bimbingan seorang kakek? Apakah Allah SWT ingin memberi Nabi yang terakhir
suatu kasih sayang dan cinta yang semata-mata bersumber dari sisi-Nya? Apakah
Allah SWT ingin mendidiknya dengan kesedihan dan memberinya perasaan-perasaan
yang penuh dengan penderitaan? Apakah Allah SWT ingin membuat hati Rasul-Nya
hanya tertuju kepadanya? Dahulu Allah SWT berkata kepada Musa:
"Dan Aku telah memilihmu
untuk diri-Ku." (QS. Thaha: 41)
Dahulu Allah SWT memberi
kabar gembira kepada Musa di dalam Taurat sebagaimana Isa memberi kabar gembira
di dalam Injil dengan kedatangan seorang Nabi setelahnya yang bernama Ahmad.
Dan Nabi Musa meminta kepada Tuhannya agar memberinya dan memberi umatnya
puncak keutamaan, lalu Allah SWT menjawab bahwa Dia telah menetapkan keutamaan
ini kepada Nabi yang terakhir Ahmad dan umatnya.
Allah SWT telah memilih
Musa untuk diri-Nya. Meskipun Demikian, Dia tidak mencegahnya untuk mendapatkan
kasih sayang seorang ibu dan mendidiknya di tengah-tengah keluarganya. Namun
Dia berkehendak untuk menjadikan Nabi yang terakhir tercegah dari mendapatkan
kasih sayang seorang manusia dan cinta seorang manusia, sehingga Nabi tersebut
hanya mendapatkan kasih sayang Ilahi dan cinta Ilahi.
Allah SWT berfirman
menceritakan tentang keadaan Rasul terakhir:
"Bukankah Dia
mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap
anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang
yang meminta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat
Tuhanmu maha hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). " (QS.
ad-Dhuha: 6-11)
Makna ayat tersebut
secara harfiah adalah bahwa beliau dalam keadaan yatim lalu Allah SWT
melindunginya; beliau dalam keadaan tersesat lalu Allah SWT memberinya petunjuk;
beliau dalam keadaan fakir lalu Allah SWT memampukannya. Allah SWT
melindunginya dengan mengasuhnya, membimbingnya, dan mencukupinya. Itu adalah
derajat keutamaan yang tidak pernah dicapai oleh seseorang pun di dunia.
Setelah kematian
kakeknya, maka pamannya Abu Thalib mengasuhnya. Allah SWT telah meletakkan
kecintaan pada hati pamannya, sehingga pamannya mengutamakan Muhammad saw
daripada anak-anaknya dan memuliakannya serta menghormatinya, bahkan Abu Thalib
mendudukkannya di ranjangnya yang biasa dibentangkannya di hadapan Ka'bah di
mana tidak ada seorang pun yang duduk selainnya.
Muhammad bin Abdillah
hidup di jantung gurun Mekah sebagai seorang yang memiliki kesadaran yang
tinggi di antara kaum yang sedang lalai dan kaum yang mabuk-mabukan dan para
penyembah berhala serta para pedagang minuman keras dan para syair dan
orang-orang yang berperang dan tokoh-tokoh kabilah.
Muhammad bin Abdillah
seorang yang banyak diam dan ketika usianya semakin dewasa, maka ia bertambah
banyak diam. Beliau tidak berbicara kecuali jika diajak seseorang berbicara;
beliau tidak terlibat dalam permainan hura-hura anak-anak muda; beliau
merasakan kesedihan yang dalam; beliau sering menyendiri dan membuka matanya di
hamparan pasir-pasir. Mulutnya terdiam dan akalnya berpikir. Beliau merenungkan
di masa kecilnya bagaimana kaumnya bersujud terhadap berhala dan terpukau
dengannya; bagaimana orang-orang berakal mau bersujud kepada batu-batu yang
tidak memberikan mudharat dan manfaat dan tidak berbicara serta tidak dapat
melakukan apa-apa. Beliau mewarisi dari kekeknya Ibrahim kebencian yang fitri
terhadap dunia berhala dan patung.
Di dalam dirinya terdapat
penghinaan yang besar terhadap sembahan-sembahan dari batu ini, suatu
penghinaan yang menjadikannya tidak mau mendekat selama-lamanya terhadap patung
tersebut. Namun hatinya yang besar dipenuhi dengan kesedihan yang lebih hebat
dari kesedihan kakeknya Ibrahim. Beliau sedih karena akal manusia menyembah
batu dan emas, kesombongan serta kekuasaan penguasa; beliau mendengar apa yang
dikatakan manusia dan mengamat-amati urusan kehidupan dan keadaan masyarakat;
beliau juga menyaksikan betapa banyak pertentangan dan perkelahian di antara
manusia yang justru disebabkan oleh masalah-masalah yang sepele, sehingga
keheranan beliau semakin bertambah dan sudah barang tentu kesedihannya pun
semakin dalam. Tidakkah manusia mengetahui bahwa mereka akan mati seperti
ayahnya, ibunya, dan kakeknya? Mengapa mereka menimbulkan pertentangan ini,
hingga mereka mendapatkan lebih banyak kejahatan?
Ketika usianya semakin
bertambah, maka bertambahlah kezuhudannya dalam hidup, dan sepak terjangnya
terus bersinar memenuhi penjuru Mekah. Beliau tidak sama dengan seseorang pun dari
kalangan pemuda saat itu. Meskipun kami kira bahwa kesedihannya disebabkan oleh
hal-hal yang umum, tetapi beliau tidak mengungkapkan kegelisahan hatinya pada
seseorang pun. Beliau belum bertujuan untuk memperbaiki masyarakat atau
kemanusiaan. Benar bahwa pertanyaan-pertanyaan kritis timbul dalam benaknya dan
ingin segera menemukan jawaban, tetapi akalnya sendiri tidak dapat menemukan
jawaban atau jalan keluar. Inilah yang dimaksud dengan makna ayat:
"Dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk." (QS.
adh-Dhuha: 7)
Yang dimaksud ad-Dhalal
(kesesatan) di sini ialah kebingungan akal dalam menafsirkan kejahatan dan
usaha melawannya karena ketiadaan senjata dan kecilnya usia. Semua itu justru
menambah sikap diam anak kecil itu dan menjauhkannya dari dunia yang akan
mencemari akal, sehingga akalnya selamat dari segala noda dan tetap di bawah
naungan kejernihannya.
Anak kecil itu tetap jauh
dari dosa-dosa yang dilakukan oleh kaumnya yang berupa kecenderungan untuk
menyembah berhala dan cinta kekuasaan dan kebanggaan. Ia selalu mendekat dan
lebih mendekat kepada hakikatnya yang suci; ia mampu mempengaruhi orang lain
dengan jiwanya yang bersih dan rahmatnya atau kasih sayangnya tertuju kepada
manusia, bahkan kepada binatang dan burung. Ketika ia duduk akan makan lalu ada
burung merpati berkeliling di seputar makanannya rnaka ia meninggalkan
makanannya untuk burung itu. Pada saat orang-orang memukul anjing yang mendekat
kepada makanan mereka, maka ia justru mencabut suapan yang ada di mulutnya dan
memberikannya pada anjing, kucing, anak-anak kecil, dan orang-orang fakir.
Bahkan seringkali di waktu malam ia tidur dalam keadaan lapar karena ia
memberikan makanannya ke orang lain.
Muhammad saw adalah
seorang fakir yang harus bekerja agar dapat makan, maka beliau bekerja sebagai
pengembala kambing, seperti Nabi Daud, Nabi Musa, dan nabi-nabi yang lain yang
diutus oleh Allah SWT. Kemudian beliau melakukan perjalanan bersama kafilah
pamannya Abu Thalib menuju Syam saat beliau berusia tiga belas tahun. Beliau
menyaksikan keadaan umat-umat yang lain, maka keheranannya semakin bertambah
terhadap masa jahiliyah ini. Ketika beliau menyaksikan orang-orang tersesat,
maka kesedihannya semakin bertambah dan hatinya semakin tersentuh dan
pikirannya semakin dalam.
Pada saat perjalanan
menuju ke Syam ini terjadi suatu peristiwa terhadap anak kecil itu. Kemungkinan
besar itu justru menambah kebingungannya. Seorang pendeta yang bernama Buhaira
berdiri di jendela rumah yang menjadi tempat peribadatannya di Suria. Tiba-tiba
ia memperhatikan suatu awan putih—tidak seperti biasanya—yang menghiasai langit
yang biru. Saat itu udara sangat terang, sehingga munculnya awan tersebut
sangat mengherankan. Kemudian pandangan Buhaira yang tertuju ke langit, kini
tertuju ke bumi di mana ia mendapati awan itu menyerupai burung yang putih yang
menaungi kafilah kecil yang menuju ke arah utara. Buhaira memperhatikan bahwa
awan tersebut mengikuti kafilah.
Jantung Buhaira berdebar
dengan keras karena ia mengetahui melalui buku-buku peninggalan kaum Masehi
yang otentik bahwa seorang nabi akan muncul ke dunia setelah Isa. Sifat dan
kabar nabi tersebut diceritakan dalam buku-buku kuno. Buhaira segera
meninggalkan tempatnya, lalu ia segera memerintahkan untuk menyiapkan makanan
yang besar. Kemudian ia mengutus seseorang untuk menemui kafilah tersebut dan
mengundang mereka untuk jamuan makan. Salah seorang mereka berkata dengan nada
bercanda kepada Buhaira: "Demi Lata dan 'Uzza, engkau hari ini tampak lain
wahai Buhaira. Engkau tidak pernah melakukan demikian kepada kami, padahal kami
telah melewati dan singgah di tempat ini lebih dari sekali. Ada peristiwa apa
gerangan wahai Buhaira?"
Buhaira menjawab:
"Hari ini kalian adalah tamu-tamuku." Pertanyaan orang tersebut tidak
dijawab dengan terang-terangan. Ia sengaja menghindarinya dan tidak
menyingkapkan rahasia kemuliaan yang datangnya tiba-tiba ini. Buhaira memberi
makan mereka dan mulai memperhatikan di antara mereka adanya seseorang yang
memiliki tanda-tanda yang dibacanya dalam kitab-kitabnya yang kuno tentang
seorang rasul yang ditunggu. Namun ia tidak menemukannya, hingga ia bertanya
kepada mereka: "Wahai kaum Quraisy, apakah ada seseorang yang tidak hadir
bersama jamuanku ini?" Mereka menjawab: "Benar, ada seseorang yang
tidak ikut bersama kami. Kami meninggalkannya karena ia masih kecil." Buhaira
berkata: "Sungguh aku telah mengundang kamu semua. Panggilah ia supaya hadir bersama kami dan
memakan makanan ini." Salah seorang lelaki dari kaum Quraisy berkata:
"Demi Lata dan 'Uzza, sungguh tercela bagi kami untuk meninggalkan
Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib dari jamuan yang kami diundang di
dalamnya.
Pamannya meminta maaf
karena Muhammad masih kecil, kemudian sebagian mereka berdiri dan
menghadirkannya. Belum lama Buhaira memandangi kejernihan dua mata Muhammad,
sehingga ia mengetahui bahwa ia telah mendekati tujuannya. Buhairah terpaku
ketika memandangi Muhammad bin Abdillah sehingga kaum selesai makan dan mereka
berpisah.
Muhammad bin Abdillah
duduk sendirian. Buhaira menghampirinya dan berkata: "Wahai anak kecil,
demi kedudukan Lata dan 'Uzza, sudikah kiranya engkau memberitahu aku terhadap
apa yang aku tanyakan kepadamu?" Buhaira ingin mengetahui sikap anak ini
terhadap berhala kaumnya. Anak kecil itu menjawab: "Jangan engkau bertanya
kepadaku tentang Lata dan 'Uzza. Demi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih aku
benci daripada keduanya." Buhaira berkata: "Dengan izin Allah aku
ingin bertanya kepadamu." Anak kecil itu menjawab: "Tanyalah apa saja
yang terlintas di benakmu."
Buhaira bertanya kepada
anak kecil itu tentang keluarganya, kedudukannya di tengah-tengah kaumnya,
mimpinya dan pendapat-pendapatnya. Dialog tersebut terjadi jauh dari pantauan
kaum karena mereka tidak akan diam ketika mendengar bahwa Muhammad membenci
berhala-berhala mereka. Kemudian Muhammad menjawab pertanyaan-pertanyaan
Buhaira dengan yakin, hingga membuat Buhaira mantap bahwa ia sekarang duduk
bersama seorang Nabi yang kabar berita gembiranya disampaikan oleh Nabi Isa
sebagaimana disampaikan oleh nabi-nabi dari kaum Israil dari kaum Nabi Musa.
Setelah itu, ia bangkit meninggalkan anak kecil itu dan menuju ke Abu Thalib ia
bertanya tentang kedudukan anak kecil itu di sisinya. Abu Thalib menjawab:
"Ia adalah anakku." Buhaira berkata: "Tidak mungkin ayahnya
masih hidup." Abu Thalib berkata: "Benar. Ia anak saudaraku. Ayahnya
dan ibunya telah meninggal." Buhaira berkata: "Engakau benar,
kembalilah kamu ke negerimu dan hati-hatilah dari kaum Yahudi." Abu Thalib
bertanya tentang rahasia dari apa yang dikatakan oleh pendeta itu. Pendeta itu
mulai mengetahui bahwa ia telah berbicara lebih dari yang semestinya. Lalu ia
berkata: "Ia akan memiliki kedudukan tertentu." Buhaira tidak
menjelaskan lebih dari itu dan ia tidak menentukan kedudukan yang dimaksud.
Lalu berlalulah peristiwa
tersebut tanpa terlintas dari benak seseorang atau tanpa menggugah kesadaran di
antara mereka. Kisah tersebut tidak membawa pengaruh berarti bagi kafilah atau
kepada Nabi sendiri. Kafilah menganggap bahwa penghormatan pendeta kepada
Muhammad bin Abdillah dan memberitahunya akan kedudukan yang akan disandangnya
adalah semata-mata basa-basi yang biasa diucapkan di atas meja makan ketika
para tamu memuji kedermawanan tuan rumah. Dan sebagai balasannya, orang yang
mengundang akan memuji akhlak para pemuda mereka. Alhasil, peristiwa tersebut
tidak membawa pengaruh apa pun, baik bagi Muhammad maupun bagi sahabat-sahabat
yang ikut dalam kafilah, sehingga mereka tidak mengetahui rahasia perkataan
pendeta dan mereka tidak menyebarkan pembicaraan yang mereka dengar darinya.
Peristiwa itu tersembunyi meskipun ia sungguh sangat membingungkan Muhammad.
Apa gerangan yang terjadi
antara dirinya dan orang-orang Yahudi, sehingga pendeta perlu mengingatkan
pamannya dari ancaman mereka? Apa kedudukan yang akan diembannya seperti yang
diceritakan oleh pendeta itu? Dan apa hubungan semua ini dengan
kesedihan-kesedihannya yang dalam serta kebingungannya? Pertanyaan-pertanyaan
tersebut sedikit demi sedikit berputar di benaknya. Kemudian seperti biasanya
kafilah tersebut kembali ke Mekah. Muhammad kembali menuju keterasingannya. Ia
memperhatikan keadaan alam di sekitarnya. Kemudian ia melihat kembali
penderitaannya; ia berusaha untuk mendapatkan kehidupannya; ia mengabdi kepada
manusia dan mengorbankan apa saja demi kemuliaan mereka.
Hari demi hari berlalu.
Muhammad saw tampil dengan pakaian ketulusan kasih sayang, dan amanah serat
cinta, sebagaimana pelita dipenuhi oleh cahaya, sehingga kejujurannya terkenal
di tengah-tengah kaumnya. Bahkan kejujuran dan amanatnya tidak bakal diragukan
oleh seseorang pun dari penduduk Mekah. Dan ketika beliau datang dengan membawa
risalahnya dan beliau ditentang mayoritas masyarakatnya, namun tak seorang pun
yang berani meragukan kejujurannya. Mereka hanya menuduh bahwa ia terkena sihir
atau kesadarannya telah hilang.
Pada tahun ketiga belas
dari masa kenabian, ketika semua kabilah sepakat untuk membunuhnya dan
mengucurkan darahnya di antara para kabilah dan mereka mengepung rumahnya, maka
di saat situasi yang sulit ini beliau menetapkan untuk berhijrah. Tetapi
sebelumnya beliau mewasiatkan kepada Ali bin Abi Thalib, anak pamannya untuk
tetap tinggal di rumahnya agar ia dapat mengembalikan amanat yang dititipkan
oleh semua musuhnya dan para sahabatnya. Ini beliau maksudkan agar Ali dapat
menyerahkan amanat tersebut di waktu pagi kepada para pemiliknya. Anda dapat
melihat betapa para musuhnya merasa aman terhadap harta mereka ketika dijaga
oleh Muhammad saw.
Hari demi hari berlalu
dan tahun demi tahun pun lewat. Sementara itu, kesucian dan kejujuran Muhammad
saw semakin meningkat. Dan di tengah lautan keheningan yang mencekam, ketika
Muhammad bin Abdillah menyebarkan layar perahunya yang putih, maka ia harus
menemui hakikat azali yang bertemu dengan-nya semua nabi dan rasul. Muhammad
bin Abdillah mengetahui bahwa alam yang besar ini mempunyai Tuhan Pengatur dan
Pencipta; Tuhan yang Maha Satu dan yang tiada tuhan selain-Nya.
Muhammad dijauhkan dari
suasana kenikmatan dan foya-foya yang biasa dilakukan oleh para pemuda
seusianya. Dan ketika pemuda Mekah berbangga-bangga dengan banyaknya minuman
keras yang mereka minum dan banyaknya bait-bait syair yang mereka katakan
tentang wanita, maka Muhammad bin Abdillah telah menemukan jati dirinya di
suatu gua yang tenang di gunung yang besar. Ia memilih untuk menghabiskan
waktunya di dalam keheningan gua tersebut. Ia merenung dengan hatinya tentang
keadaan alam; ia memikirkan keagungan rahasia-rahasianya dan rahmat Penciptanya
serta kebesaran-Nya.
Pada tahun yang kedua
puluh lima, beliau mengenal Ummul Mu'minin, isterinya yang pertama, yaitu
Khadijah binti Khuwailid yang saat itu berusia empat puluh tahun. Khadijah
adalah wanita yang mulia dan mempunyai cukup harta. Ia berdagang dan suaminya
telah meninggal. Banyak orang yang mendekatinya dengan alasan untuk mendapatkan
kekayaannya. Khadijah mencari seseorang laki-laki yang dapat membawa harta
dagangannya menuju Syam, lalu Khadijah mendengar berita yang cukup banyak
berkenaan dengan kejujuran dan amanat serta kesucian Muhammad bin Abdilah.
Akhirnya, Khadijah mengutus Muhammad saw untuk membawa barang dagangannya.
Muhammad saw pergi dalam perjalanannya yang kedua ke Syam saat beliau berusia
dua puluh lima tahun. Allah SWT memberkati perjalannya di mana beliau kembali
dengan membawa keuntungan yang berlipat ganda yang diserahkannya kepada
Khadijah. Muhammad saw tidak peduli dengan harta Khadijah dan tidak peduli
kepada kecantikannya; Muhammad saw hanya memandang kemuliaan yang dipegangnya.
Kemudian Khadijah merasakan getaran cinta terhadap Muhammad saw. Dan Akhirnya,
ia mengutarakan keinginan untuk menikah dengannya, hingga Muhammad saw pun setuju.
Paman Muhammad saw, Abu
Thalib berdiri dan menyampaikan khotbah pada saat perayaan perkawinannya:
Muhammad saw tidak dapat dibandingkan dengan seorang pun dari kaum Quraisy
karena ia adalah seorang yang mulia, baik dari sisi akal maupun ruhani. Meskipun
ia seorang yang fakir namun harta adalah naungan yang akan hilang dan benda
yang bersifat sementara.
Setelah menikah, Muhammad
saw justru mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk merenung dan
menyendiri serta beribadah. Kemudian kehidupan yang dijalaninya justru
meningkatkan kemuliaannya, sehingga keutamaannya tersebar di sana sini. Beliau
tidak pernah terlibat dalam pergulatan yang keras untuk memperebutkan
materi-materi dunia. Beliau selalu menggunakan akal sehatnya daripada terlibat
dalam kesesatan mereka dan kegelapan berhala yang menyelimuti banyak orang pada
saat itu. Kemudian usianya kini mendekati empat puluh tahun.
Setelah merasakan
kesunyian di tengah-tengah masyarakat, beliau lebih memilih untuk menjauh dari
mereka. Beliau mencari-cari hakikat, sehingga Allah SWT membimbingnya untuk
menyendiri di gua Hira. Akhirnya, beliau dapat keluar dari Mekah. Beliau
berjalan beberapa mil. Kemudian beliau mulai mendaki dan mendaki. Setiap kali
ia mendaki gunung, maka tempat itu semakin luas. Udara tampak lembut dan tersingkaplah
hijab, dan pandangan semakin terbentang. Kemudian beliau memasuki gua.
Keheningan menyelimuti segala sesuatu, namun hati tetap sadar dan tidak ada
sesuatu yang dapat menghalang-halangi pandangan internal yang dalam. Dalam
suasana kesunyian terkadang lahirlah pemikiran-pemikiran yang cemerlang yang
kemudian menyebarkan sayap-sayapnya dan membumbung, pertama-tama di atas
angkasa gua lalu tersebar menuju ke tempat yang lebih luas. Tidak ada sesuatu
pun yang membatasinya atau mengekang kebebasannya.
Kita tidak mengetahui
pikiran-pikiran apa yang terlintas pada manusia termulia dan terbesar di atas
bumi itu saat beliau duduk di gua Hira beberapa bulan. Apa yang beliau pikirkan
dan apa gerangan yang beliau risaukan? Mimpi apa yang ada di benaknya dan
perasaan-perasaan apa yang lahir dalam hatinya? Bagaimana keadaan batu-batu
yang ada di sisinya? Apakah atom-atom batu yang berputar di sekelilingnya
menyahuti tasbihnya yang diam, seperti atom-atom batu yang bersahut-sahutan
bersama Daud saat ia membaca kitabnya Zabur.
Kami tidak mengetahui
secara pasti bentuk kelahiran yang terjadi dalam dirinya. Yang kita ketahui
adalah bahwa beliau tidak berpikir tentang kenabian dan beliau tidak berpikir
untuk memberikan petunjuk kepada manusia; beliau tidak melakukan
praktek-praktek sufisme karena beliau sudah menjadi seorang sufi sebelum diutus
di tengah-tengah manusia. Kemudian Allah SWT memilihnya sebagai Nabi lalu
beliau meninggalkan uzlahnya dan turun ke medan serta membawa senjata. Beliau
mempertahankan kebenaran, sehingga beliau bertemu dengan Tuhannya. Mula-mula
lahirlah tasawuf dan setelahnya lahirlah jihad di jalan Allah SWT. Tasawuf
bukanlah puncak atau hasil sebagaimana diyakini oleh manusia sekarang, tetapi
ia adalah permulaan jalan yang panjang di mana pada akhirnya yang bersangkutan
menggunakan senjata sebagai bentuk usaha untuk membela manusia dan
kehormatannya.
Pada suatu hari beliau
duduk di gua Hira dan tiba-tiba beliau dikagetkan dengan kedatangan Jibril yang
berdiri di depan pintu gua. Malaikat tersebut memeluknya erat-erat lalu
memerintahkannya untuk membaca sambil berkata: "Bacalah!" Muhammad
bin Abdillah menjawab: "Aku tidak mampu membaca." Beliau ingin
mengatakan bahwa beliau tidak mengenal bacaan dan tulisan. Kalau begitu, apa
yang harus beliau baca? Malaikat kembali memeluknya dengan kuat sehingga
Rasulullah saw menganggap bahwa ia meninggal. Kemudian malaikat melepasnya dan
memerintahkannya untuk membaca. Beliau kembali menjawab: "Aku tidak bisa
membaca." Malaikat yang mulia kembali memeluknya dan kembali memerintahkan
untuk membaca. Dan lagi-lagi Rasulullah saw menjawab dengan gemetar: "Apa
yang aku baca?" Kemudian Jibril membaca permulaan ayat-ayat yang turun
kepada beliau:
"Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya." (QS. al-'Alaq: 1-5)
Setelah peristiwa itu,
Jibril menghilang secara tiba-tiba sebagaimana ia muncul secara tiba-tiba.
Rasulullah saw merasakan dalam dirinya kejadian yang luar biasa yang pernah
dirasakan oleh Nabi Musa saat beliau mendengar panggilan-panggilan suci di
lembah Thuwa. Sebagaimana Nabi Musa lari ketakutan, maka Muhammad bin Abdillah
pun segera menuju ke rumahnya dalam keadaan ketakutan. Ia turun ke gunung dan
kembali ke rumahnya dan kembali ke isterinya. Tubuhnya yang mulia bergetar
denga keras dan beliau merasakan ketakutan dan kegelisahan.
Apakah beliau kali ini
berhubungan dengan jin atau alam perdukunan? Apakah beliau telah mengigau
sehingga beliau mendengar suara-suara dan melihat wajah-wajah yang belum pernah
dilihatnya? Rasulullah saw mengkhawatirkan dirinya karena beliau sangat benci kepada
perdukunan. Beliau memasuki rumahnya dengan keadaan gemetar. Beliau berkata
kepada isterinya: "Selimutilah aku, selimutilah aku!" Kemudian
isterinya segera menyelimuti dengan selimut dari wol dan mengusap keringat yang
berada di keningnya. Isterinya dikagetkan dengan kepucatan wajah beliau yang
mulia dan kegemetaran tubuhnya.
Khadijah bertanya
kepadanya: "Apa yang sedang terjadi?" Kemudian Muhammad saw
menceritakan secara detail apa yang dialaminya. Kemudian ia berkata:
"Sungguh aku khawatir terhadap diriku." Khadijah mengetahui bahwa ia
sekarang berhadapan dengan masalah yang serius, suatu berita gembira yang ia
tidak mengetahui hakikatnya, suatu berita gembira yang seharusnya tidak
dihadapi Muhammad saw dengan kekhawatirkan dan kegelisahan.
Khadijah berkata dengan
maksud untuk meredakan ketakutannya: "Tenanglah. Demi Allah, Allah SWT
tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Sungguh engkau adalah seorang yang
baik, yang menyambung tali silaturahmi, yang berbicara dengan jujur, dan yang
menghormati tamu."
Meskipun kalimat-kalimat
tersebut penuh dengan kedamaian dan kesejukan, tetapi kegelisahan Rasul saw
juga belum hilang. Kemudian Khadijah pergi bcrsama beliau ke rumah Waraqah bin
Nofel, yaitu anak dari paman Khadijah. Waraqah adalah seorang Nasrani dan dia
mampu menulis kitab dalam bahasa Ibrani dan ia cukup mengetahui kitab-kitab
Taurat dan Injil di mana matanya telah buta karena masa tua.
Khadijah berkata
kepadanya: "Wahai putra pamanku, dengarlah dari anak saudaramu."
Waraqah berkata: "Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?"
Rasulullah saw menceritakan apa yang dialaminya secara sempurna. Waraqah
berkata sambil mengangkat kepalanya yang tampak keheranan: "Itu adalah
Namus (Jibril) yang Allah SWT turunkan kepada Musa." Sebagai seorang yang
mengerti, Waraqah bin Nofel mengetahui bahwa ia berada di hadapan seorang Nabi
yang berita gembiranya disampaikan oleh Taurat dan Injil.
Setelah keheningan
sesaat, Waraqah berkata: "Seandainya aku masih hidup ketika kaummu
mengeluarkanmu dan mengusirmu." Rasulullah saw bertanya: "Mengapa aku
harus diusir oleh mereka?'' Waraqah menjawab: "Benar, tidak ada seorang
pun yang akan datang seperti dirimu kecuali engkau akan mengalami penderitaan
dan pengusiran. Seandainya aku hadir di saat itu niscaya aku akan menolongmu."
Demikianlah, akhirnya
Islam pun dikembangkan. Kehendak Allah SWT terlaksana dan Allah SWT telah
memilih Nabi yang terakhir di muka bumi dan orang Muslim yang pertama.
Barangkali pembaca akan bertanya: Apa hakikat dari Islam? Apabila Muhammad saw
sebagai Nabi yang terakhir yang diutus oleh Allah SWT di muka bumi dan kita
mengetahui bahwa para nabi semuanya sebagai Muslim, maka bagaimana beliau dapat
dikatakan mendahului mereka dalam keislaman dan menjadi orang Muslim yang
pertama?
Islam yang dibawa oleh Muhammad
saw tidak berbeda dalam esensinya dengan Islam yang dibawa oleh Nabi Nuh, Nabi
Musa, Nabi Isa atau nabi yang lain, tetapi yang berbeda adalah bentuknya,
sedangkan esensinya tetap seperti semula, yakni berdasarkan tauhid. Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad saw berbeda dalam bentuknya dengan Islam yang dibawa
nabi-nabi sebelumnya karena sebab yang penting, yakni bahwa Islam ini merupakan
ajaran yang universal dan berisi aspek kemanusiaan yang abadi. Islam tidak
terbatas atas orang-orang Arab tetapi ia berlaku atas semua golongan. Islam
yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw tidak terbatas untuk kabilah tertentu atau
bangsa tertentu atau bumi tertentu atau lingkungan tertentu atau zaman
tertentu, tetapi ia untuk semua manusia. Atau dengan kata lain, ia merupakan
ajakan untuk membangkitkan akal manusia di mana saja mereka berada tanpa ada
batasan tempat atau waktu.
Universalitas ajaran
Islam tidak dikenal pada risalah-risalah Ilahi sebelumnya di mana setiap
risalah itu diperuntukkan bagi bangsa tertentu dan zaman tertentu. Oleh karena
itu, mukjizat-mukjizat yang mengagumkan yang bersifat temporal seringkali
mendukung risalah-risalah yang dahulu. Ketika Islam datang sebagai bentuk
ajakan untuk menghidupkan akal manusia secara bebas, maka di sana tidak ada alasan
untuk membawa mukjizat yang mengagum-kan. Hanya ada satu kata yang dapat
dijadikan pembuka untuk berdakwah dan membuka akal manusia, yaitu kata
"iqra"' (bacalah). Dan hendaklah bacaan ini berdasarkan nama Allah
SWT. Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari
segumpal darah. Coba Anda renungkan permulaan pertumbuhan dan puncak
pencapaian. Di sini tersembunyi mukjizat yang hakiki jika Anda berusaha mencari
mukjizat yang hakiki.
Bacalah, dan Tuhanmu Yang
Maha Mulia, yang memberikan nikmat penciptaan dan rezeki serta rahmat dan
kelembutan. Dia Maha Mulia yang mengajarkan manusia apa saja yang tidak
diketahuinya. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ajakan untuk membaca. Ia
adalah dakwah yang menunjukkan kedudukan ilmu. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya yang
takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orangyang berilmu
(ulama)." (QS. Fathir: 28)
Takut kepada Allah SWT
tidak akan muncul kecuali berdasarkan ilmu. Mustahil kebodohan dengan bentuk apa pun
akan melahirkan rasa takut. Oleh karena itu, dalam pandangan Islam ilmu adalah
hal yang pokok. Ia bukan kemewahan dan bukan hanya perhiasan. Kaum Muslim telah
mengalami masa kemuliaan dan kejayaan dan mereka berhasil menguasai bumi ketika
mereka memahami Islam secara benar, tetapi ketika pemahaman ini jauh dari
mereka, maka mereka kembali dalam keadaan yang paling buruk, bahkan lebih buruk
daripada masa jahiliah.
Jadi, ilmu dalam Islam
merupakan tujuan yang mulia dan utama dalam penciptaan alam wujud. Kisah Nabi
Adam dan Hawa, sebagaimana diceritakan oleh Al-Qur'an adalah bukan semata-mata
kisah kesalahan memakan pohon tcrlarang, tetapi ia juga kisah yang memiliki
dimensi-dimensi yang dalam dan aspek-aspek yang beraneka ragam. Ketika Anda
menyclami kedalamannya, maka Anda akan dapat menemukan simbol-simbol dari
makna-makna yang lebih penting.
Dialog internal yang
dialami oleh para malaikat tentang rahasia pemilihan Nabi Adam untuk
memakmurkan bumi dan menjadi khalifah di dalamnya serta pengajaran yang
diperoleh Nabi Adam tentang nama-nama semuanya dan bagaimana beliau
mengemukakan nama-nama tersebut kepada para malaikat, serta ketidaktahuan
mereka tentang nama-nama itu, kemudian usaha Nabi Adam untuk memberitahu mereka
tentang apa yang diketahuinya serta pengetahuan para malaikat tentang rahasia
pemilihan Nabi Adam dan para keturunannya untuk memakmurkan bumi, semua ini
menjadikan tujuan dari penciptaan manusia adalah pencapaian ilmu atau ma'rifah
secara umum. Pandangan tersebut dikuatkan oleh firman Allah SWT:
"Dan Ahu tidak menciptakan
jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku)." (QS. adz-Dzariat: 56)
Lalu bagaimana kita
memahaminya saat ini dan bagaimana generasi yang pertama dari kaum Muslim dan
dari sahabat-sahabat Rasul saw dan para pengikutnya dan para tentaranya memahaminya?
Saat ini kita memahaminya dengan pemahamam yang sederhana. Kita mengetahui
bahwa kalimat "untuk menyembah-Ku " berarti ritualitas dalam
beribadah dan aspek-aspek lahiriahnya, seperti mengucapkan kalimat syahadat,
salat, puasa, haji, zakat dan lain-lain. Sehingga orang-orang yang salat
diperbolehkan untuk menyembah Allah SWT di negeri mereka atau di rumah-rumah
mereka, meskipun mereka hidup di bawah pemikiran orang-orang Barat dan membeli
produk-produk yang dibuat mereka serta memanfaatkan ilmu dan kecanggihan
tehnologi orang-orang Barat. Namun mereka sendiri tidak menghasilkan apa-apa.
Mereka tidak dapat memberikan kontribusi kepada kehidupan; mereka tak ubah-nya
seperti bulu yang dimainkan oleh ombak. Sedangkan pemahaman yang dahulu
berkaitan dengan kalimat tersebut sebagai berikut:
"Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku). " (QS.
adz-Dzariat: 56)
Ibnu Abbas membacanya:
"Illa liya'rifuun." (Agar mereka mengetahui). Perhatikanlah bagaimana
pentingnya perbedaan antara praktek-praktek ibadah dengan bentuk-bentuknya dan
kedalamannya yang jauh dalam ma'rifah yang menyebabkan rasa takut kepada Allah
SWT. Orang Muslim yang pertama meyakini bahwa Allah SWT menciptakannya agar ia
mengetahui Allah SWT atau agar ia mengenal Allah SWT. Sehingga ambisi orang
Muslim yang pertama sangat mengagumkan. Mereka pergi untuk membebaskan dunia
semuanya: satu tangan berpegangan dengan Al-Qur'an dan tangan yang lain
memegang pedang untuk menghancurkan belenggu-belenggu yang menyeret manusia
kepada kesesatan.
Kemudian jatuhlah dari
Islam hakikat ilmu, sehingga umat Islam tidak dapat memimpin kehidupan dan
mereka justru men-dapatkan kehinaan. Allah SWT berfirman:
"Allah menyatakan
bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para
malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak
ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya
agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam." (QS. Ali 'Imran: 18)
Setelah kesaksian kepada Allah
swt dan kesaksian kepada malaikat, maka disebutlah secara langsung kesaksian
kepada orang-orang yang berilmu. Maka, adakah penghormatan terhadap ilmu yang
lebih besar daripada penghormatan ini? Ilmu dalam Islam berbeda dengan ilmu
dalam peradaban Barat. Memang benar bahwa Islam yang bertanggung jawab terhadap
tumbuhnya pandangan ilmiah dan metode eksperimental di mana berdasarkan metode
ini tegaklah peradaban Barat yang kemudian melahirkan berbagai produksi,
pembuatan, dan penemuan. Dan metode eksperimental adalah metode al-Istiqra,
yaitu suatu metode yang mengikuti bagian-bagian terkecil (parsial) melalui
jalan eksperimen yang dapat tunduk terhadap eksperimen dan melalui jalan
memperhatikan hal-hal yang tidak dapat tunduk terhadap suatu eksperimen, atau
melalui jalan matematis murni yang membutuhkan kepada matematis murni di mana
hal itu bertujuan untuk menyingkap hukum-hukum yang menguasai benda. Sistem ini bidangnya adalah alam dan
alatnya adalah panca indera dan akal. Sistem ini dimanfaatkan oleh seorang Eropa
yang bernama Roger Bikun. Ia mengakui bahwa ia sangat berhutang kepada kaum
Muslim dan peradaban Islam.
Seorang guru yang bernama
Bruicll dalam bukunya Abna' al-Insaniah menceritakan tentang dasar-dasar
peradaban Barat di mana ia berkata: "Roger Bikun mempclajari bahasa Arab
dan ilmu-ilmu Arab di sekolah Oxford kepada guru-gurunya yang berasal dari Arab
di Andalus. Dan Roger Bikun dan Fenessis Bikun tidak dapat menisbatan keutamaan
yang mereka peroleh dalam menciptakan sistem eksperimental kepada diri mereka
sendiri. Roger Bikun hanya seorang duta dari duta-duta ilmu. Oleh karena itu,
ia tidak malu ketika menyatakan bahwa mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu
Arab adalah jalan satu-satunya untuk mengetahui kebenaran."
Demikianlah pernyataan
pakar-pakar Barat yang jujur. Yang demikian ini bisa dijadikan sanggahan
terhadap orang-orang Barat yang tidak jujur agar mereka mengetahui bahwa mereka
sebenarnya mengambil senjata yang sebenarnya berasal dari Islam. Dan jika
dikatakan bahwa rahasia kebangkitan Barat saat ini dan keunggulannya atas Timur
kembali kepada pengambilannya terhadap sebab-sebab metode eksperimental, yaitu
metode Islam, maka rahasia kehancuran Barat dan kebingungannya serta
kegelisahannya adalah karena mereka tidak menghubungkan metode tersebut dengan
kebesaran Allah SWT sebagaimana semestinya. Metode eksperimen-tal—sebagaimana
diambil orang-orang Barat—dimulai dari alam dan berakhir kepadanya sebagai
sesuatu tujuan. Jadi, ruang lingkup pembahasan mereka adalah berkisar kepada
materi, dan alat-alat pembahasan adalah eksperimen dan pengamatan serta
istiqra.
Tiada setelah alam
kecuali kematian dan kematian adalah rahasia yang misterius dan melawannya
adalah hal yang mustahil. Kita tidak mengetahui apa yang terjadi setelah
kematian; kita tidak mengetahui sesuatu pun tentang ruh. Tidak ada hubungan
antara ilmu dan akhlak; tidak ada jawaban dari ilmu tentang tujuan kehidupan
ini. Kita hanya mempelajari aspek-aspek lahiriah dan mencapai hukum-hukumnya
saja. Demikianlah pandangan Barat tentang ilmu di mana ia hanya sekadar alat
dan sarana untuk mengatur alam dan berusaha menguasainya. Sedangkan metode
ilmiah dalam Islam menyatakan bahwa gerakan atom dengan gerakan sistem tata
surya di bawah kendali Zat Yang Maha Tahu dan Zat Yang Maha Pencipta. Ilmu dalam Islam justru membimbing manusia untuk menuju Allah
SWT:
"Dan bahwasannya
kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesua-tu). " (QS. an-Najm: 42)
Ilmu justru mengantarkan
manusia untuk mencapai rasa takut kepada Allah SWT sebagaimana membimbingnya
beribadah kepadanya dan mencintai-Nya:
"Sesungguhnya yang
takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu
(ulama)." (QS. Fathir: 28)
Islam datang dan mengajak
manusia untuk membaca, mengetahui, dan takut kepada Allah SWT serta hanya
beribadah kepadanya. Jika ilmu merupakan sayap pertama di dalam Islam, maka
sayap yang kedua adalah kebebasan. Rasulullah saw memberitahu dan menyatakan
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan tidak ada sembahan selain Allah SWT.
Seruan ini mengisyaratkan
keruntuhan tuhan-tuhan yang mengusai bumi semuanya, baik tuhan yang berupa
kepentingan-kepentingan pribadi, kekayaan, raja, penguasa, pemikiran-pemikiran
yang mengusai manusia, warisan para kakek dan nenek, berhala-berhala yang
terbuat dari batu dan kayu, maupun berbagai macam tuhan lain yang bohong.
Adalah salah jika seseorang membayangkan bahwa kalimat "tiada Tuhan selain
Allah" hanya sekadar hiasan mulut seorang Muslim di mana segala sesuatu
yang ada di sekitarnya penuh dengan kebohongan dan tidak membenarkan apa yang
dikatakannya. Kalimat tersebut dalam Islam merupakan per-gulatan besar bersama
kegelapan yang ada pada diri manusia, suatu pergulatan yang berakhir pada
penyerahan diri; pergulatan yang akan berpindah pada kehidupan yang lebih berat,
sehingga kehi-dupan akan berserah diri. Dan mustahil pergulatan itu akan
terjadi kecuali jika terpenuhi suatu kebebasan: kebebasan akal untuk meragukan
dan menolak dan kebebasan yang berakhir kepada pencapaian batas-batasnya dan
kemampuannya serta kebebasan yang meninggi untuk mencapai keimanan yang dalam
dan kokoh. Itu adalah tanggung jawab yang berarti bahwa ia harus memikul
senjata untuk membebaskan orang lain sebagaimana ia membebaskan dirinya
sendiri. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ilmu yang berdiri di atas
kebebasan dan tanggung jawab yang tumbuh dari kebebasan, dan buah terAkhirnya
adalah tauhid dalam kedalamannya yangjauh.
Jika tauhid dipahami
secara benar, maka manusia akan terbebas dari penyembahan selain Allah SWT:
manusia akan bebas terhadap rasa takut dari kematian, kekhawatiran atas rezeki,
manusia akan terbebas dari sikap bakhil dan ketakutan terhadap hari-hari yang
akan datang.
Muhammad bin Abdillah
datang nntuk menyerukan bahwa hanya Allah SWT yang patut disembah dan bahwa
semua manusia adalah hamba-hamba-Nya. Dcngan membebaskan manusia dari menyembah
sesama mereka, maka kebcbasan yang hakiki telah dimulai. Rasulullah saw
memberitahu bahwa kematian adalah perpindahan dari satu rumah ke rumah yang
lain. Ia bukan akhiran yang misteri dari kehidupan yang tidak dapat dipahami,
tetapi ia hanya sekadar perpindahan. Takut kepada kematian tidak akan
menyelamatkan dari kematian itu sendiri, dan cinta kepada kehidupan tidak akan
memanjangkan ajal. Pada setiap ajal ada ketentuannya. Maka keberanian merupakan
unsur dari unsur-unsur pembentukan kepribadian Islam dan bagian dari
bagian-bagian sel yang ada dalam tubuh seorang Muslim.
Rasulullah saw juga
menyatakan bahwa rezeki di dunia sudah dijamin dan ditentukan oleh Allah SWT:
"Dan tidak ada suatu
binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. "
(QS. Hud: 6)
Jibril mewahyukan kepada
Rasul saw bahwa suatu jiwa tidak akan memenuhi ajalnya sehingga rezekinya
disempurnakan. Jika demikian halnya, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk
khawatir terhadap rasa lapar dan gelisah terhadap hari esok. Semua ini terjadi
dalam ruang lingkup mengambil atau melalui jalanjalan menuju sebab. Yakni
berusaha untuk mencapai rezeki yang merupakan kewajiban bagi orang Muslim dan
percaya terhadap kedermawan Allah SWT yang juga merupakan suatu kewajiban bagi
orang Muslim untuk mempercayainya. Allah SWT berfirman:
"Dan di langit
terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan
kepadamu. " (QS. adz-Dzariat: 22)
Allah SWT telah menjamin
rezeki di dunia dan memerintahkan manusia untuk berusaha mencapai rezeki di
akhirat. Rezeki di dunia adalah sesuatu yang sudah dijamin, sehingga manusia
tidak perlu melakukan usaha yang terlalu sengit untuk mencapainya. Cukup
baginya untuk berusaha secara benar dan seimbang. Sedangkan berkenaan dengan
rezeki akhirat, Allah SWT memerin-tahkan manusia untuk berusaha mencapainya
karena ia adalah rezeki yang Allah SWT tidak menjaminnya kecuali jika manusia
berhasil melampaui dua jihad: jihad yang besar dan jihad yang kecil. Jihad
besar adalah jihad melawan hawa nafsu dan jihad kecil adalah jihad melawan
musuh di medan perang.
Dengan terbebasnya
seorang Muslim dari kerisauan pada kematian, rezeki, dan rasa takut, maka Islam
memberi seorang Muslim senjatanya dan alat-alatnya dan ia memerintahkannya
untuk mulai memerangi kekuatan-kekuatan kelaliman di muka bumi. Allah SWT
berfirman tentang umat Islam:
"Kamu adalah umat
yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS. Ali 'Imran:
110)
Perhatikanlah, bagaimana
Allah SWT menyebutkan amal makruf nahi mungkar sebelum keimanan kepada Allah
SWT. Ini dimaksudkan agar akal manusia tergugah akan pentingnyajihad di jalan
Allah SWT. Amal makruf dan nahi mungkar tidak terwujud semata-mata dengan
memegang tongkat dan mencambukannya kepada punggung orang-orang Islam yang
tidak salat; ia juga tidak berupa usaha untuk menahan orang-orang Muslim yang
tidak berpuasa. Masalah itu lebih penting dan lebih besar dari sekadar
memperhatikan hal-hal yang bersifat lahiriah, sedangkan hal-hal yang bersifat
batiniah tidak diperhatikan.
Ayat tersebut berarti,
hendaklah seorang Muslim membawa senjata dan berdakwah di jalan Allah SWT serta
memerangi orang-orang lalim di muka bumi. Abu Bakar berkata: "Wahai
manusia, kalian membaca ayat berikut ini:"
"Hai orang-orang
yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi
mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk," (QS. al-Maidah: 105)
Dan aku mendengar
Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya ketika masyarakat melihat orang
yang lalim dan mereka tidak menghentikannya, maka Allah SWT akan menimpakan
azab kepada mereka semua."
Penafsiran Abu Bakar terhadap ayat tersebut sangat jelas
artinya. Yakni bahwa pelaksanaan ayat tersebut dapat diwujudkan dengan
adanyajihad di jalan Allah SWT dengan mengangkat senjata sebagai usaha untuk
menghentikan orang-orang yang lalim. Setelah itu, seorang Muslim dapat
mengatakan: "Aku telah melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak
kepadaku orang yang sesat setelah aku memberikan petunjuk."
Demikianlah pemahaman
orang-orang Islam yang pertama. Maka bandingkanlah pemahaman tersebut dengan
pemahaman kita saat ini di mana kita telah kchilangan keberanian, dan rasa
takut telah menghinggapi tubuh orang-orang Islam. Kaum Muslim lebih
mengutamakan keselamatan diri mcrcka daripada memerangi orang-orang yang lalim.
Muhammad bin Abdillah
datang dengan membawa risalah Islam yang di dalamnya terdapat perintah Ilahi untuk
rnemerangi orang-orang yang lalim dan mempertahankan kehormatan orang-orang
yang tertindas di muka bumi. Allah SWT berfirman:
"Karena itu,
hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat
berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur
atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang
besar. Mengapa kamu tidak mau berperang dijalan Allah dan (membela) orang-orang
yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa:
'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang lalim penduduknya dan
berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.
" (QS. an-Nisa': 74-75)
Muhammad bin Abdillah
membacakan kepada kaumnya tentang penafsiran Allah SWT berkenaaan dengan makna
kejayaan yang besar:
"Sesungguhnya Allah
telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan
surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau
terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat,
Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain)
daripada Allah?, maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan
itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. at-Taubah: 111)
Bacalah ayat tersebut dua
kali dan renungkanlah tentang kedermawan Allah SWT. Betapa tidak, Dia membeli
jiwa orang-orang mukmin dan harta mereka, padahal jiwa tersebut dan harta
tersebut pada hakikatnya adalah milik-Nya sendiri. Lihatlah bagaimana kemuliaan
Allah SWT di mana Dia membeli harta milik-Nya yang khusus dengan surga dan
bagaimana Allah SWT menganjurkan orang-orang Islam untuk berperang, dan Dia
memberitahu mereka bahwa urusan memerangi orang-orang lalim dan orang-orang
yang tersesat bukanlah hal yang baru atas orang-orang Islam. Allah SWT telah
memerintahkan hal tersebut dalam Injil dan Taurat. Sebagaimana Nabi Isa diutus
dengan pedang, seperti yang disebutkan dalam lembaran-lembaran atau buku-buku
orang-orang Nasrani, maka Nabi Musa pun diutus dengan membawa pedang. Dan
ketika Bani Israil berkata kepada Nabi Musa, "pergilah engkau bersama
Tuhanmu dan berperanglah, dan kami hanya di sini duduk-duduk saja,", maka
kehendak Ilahi menetapkan agar mereka mendapatkan kesesatan selama empat puluh
tahun sebagai akibat dari perbuatan mereka itu, agar generasi yang lemah dan
hina itu hancur yang mereka justru tidak memenuhi panggilan Allah SWT dan
mereka membiarkan Nabi Musa bersama Tuhannya berperang, padahal peperangan itu
merupakan tanggung jawab mereka dan tugas mereka yang harus mereka emban
sebagai pengikut Nabi Musa.
Demikianlah esensi dari
ajaran Islam sebagaimana yang dibawa oleh Muhammad bin Abdillah. Yakni ajakan
untuk membaca dan menggali ilmu serta mendapatkan kebebasan dan yang terpenting
adalah usaha melawan kekuatan-kekuatan lalim. Suatu ajakan yang universal yang
tidak dikhususkan untuk kalangan tertentu atau untuk waraa kulit tertentu atau
untuk kaum tertentu atau untuk tempat tertentu; suatu ajakan kemanusiaan yang
komprehensif yang universal yang ingin mengikat ilmu dan kebebasan dan jihad
dengan tujuan yang lebih tinggi, yaitu mencapai tauhid kepada Allah SWT dan
menyucikan-Nya serta keimanan terhadap hari kemudian dan kebangkitan manusia
semuanya di hadapan Allah SWT.
Adalah salah jika ada
orang yang menganggap bahwa Islam hanya memperhatikan aspek akhirat dan
melupakan aspek duniawi. Menurut Islam dunia adalah lembar-lembar jawaban yang
akan dikoreksi di hari akhir. Ia adalah ujian dan tempat percobaan bagi manusia
agar manusia mengetahui apakah ia layak untuk menda-patkan kemuliaan dari Allah
SWT yang telah diberikan kepada Adam. Atau apakah iajustru layak untuk jadi
bagian dari tanah neraka Jahim dan batunya, sebagaimana firman Allah SWT:
"Yang bahan bakarnya
manusia dan batu. " (QS. al-Baqarah: 24)
Rasulullah saw telah
menjelaskan hikmah dari penciptaan manusia, penciptaan kehidupan dan kematian
ketika beliau menyampaikan firman Allah SWT dalam surah al-Mulk:
"Yang menjadikan
mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik
amabiya. " (QS. al-Mulk: 2)
Dunia adalah rumah
pergulatan. Dan Allah SWT telah menciptakan kehidupan dan kematian agar manusia
menyadari siapa di antara mereka yang terbai amalnya. Tentu pengetahuan ini
tidak akan menambah kekuasaan Allah SWT. Pengetahuan itu justru dibutuhkan oleh
manusia. Allah SWT menciptakan manusia agar menusia mengetahui, danpengetahuan
yang paling penting adalah pengetahuan atau pengenalan terhadap diri. Dan pada
hari kiamat manusia akan mengenal dirinya secara sempurna dan ia akan mengenal
balasan yang akan diterimanya secara sempurna.
Dan barangkali mukadimah
yang kami sarikan dari hari akhir ini mengharuskan kehidupan di atas bumi
dipenuhi dengan kesucian dan kebersihan, yaitu diliputi dengan kemanusiaan yang
sempurna yang di dalamnya manusia layak untuk hidup. Demikianlah Islam yang
dibawa oleh Muhammad saw. Inilah asasnya dan hakikatnya. Itu adalah pondasi dan
hakikat yang tidak diciptakan oleh Muhammad saw dan tak didahului oleh
rasul-rasul sebelumnya. Hakikat risalah-risalah yang dulu semuanya adalah
tauhid dan mempertahankan kebenaran serta keimanan terhadap hari akhir
dan menyerahkan jiwa dan anggota tubuh hanya kepada Allah SWT. Yang baru dalam
Islam adalah ilmu, kebebasan dan universalitas ajaran Islam serta warna
keadilan yang sangat kental, sehingga sangat tepat jika dikatakan bahwa
karakter dari Islam adalah keadilan. Barangkali bagian ini perlu diperhatikan.
Meskipun agama-agama
samawi pada esensinya satu, tetapi kehendak Allah menuntut turunnya lebih dari
agama dan lebih dari satu nabi. Kehendak tersebut menuntut agar pada setiap
agama terdapat karakter yang khusus yang menggambarkan bentuk yang paling tepat
sesuai dengan kebutuhan utama yang di situ agama itu diturunkan dan sesuai dengan
waktu saat itu. Orang-orang Yahudi misalnya, mereka hidup di tengah-tengah
suasana penyembahan berhala dikalangan orang-orang Mesir kuno. Yahudisme
diturunkan pada Bani Israil yang suka membangkang dan karena itu, karakter
utamanya adalah ketegasan (as-Sharamah) agar mereka tidak terpengaruh dengan
fenomena berhalaisme ala Mesir atau mereka terkena pengaruh dari tindakan
semena-mena Fir'aun. Dengan ketegasan inilah agama Yahudi selamat dan dapat
menjadi risalah penyelamatan dan pembebasan.
Namun Bani Israil
yang memperbudak manusia dan mempunyai hati yang keras pada saat yang sama
mereka keluar dari Fir'aun untuk masuk ke cengkraman orang-orang Romawi di mana
orang-orang Romawi justru lebih lalim dan lebih kuat dari orang-orang
Mesir. Oleh karena itu, orang-orang Masehi bertanggung jawab untuk melakukan
pembebasan baru tetapi dengan cara yang berbeda sesuai dengan perubahan
keadaan. Cara tersebut adalah menjauhkan penggunaan kekuatan bersenjata karena
kekuatan orang-orang Romawi mengungguli kekuatan saat itu dan menguasai bumi
secara keseluruhan. Maka kemenangan yang mungkin dapat diperoleh adalah dengan
cara menghindari tindak kekerasan dan lebih mengutamakan pendekatan cinta. Dan
pada kali yang lain orang-orang Masehi memperoleh kemenangan melalui cara kedamaian
dan cinta yang disebarkannya atas imperialisme Romawi dengan segala senjatanya
dan kekuasaannya.
Adapun Islam datang
sebagai agama yang terakhir dan menyeluruh yang layak untuk diterapkan di muka
bumi, sehingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya
kepada orang-orang yang berhak mewarisinya. Oleh karena itu, agama yang
terakhir ini harus mempunyai karakter khusus dan karakter itu adalah karakter
keadilan.
Ketegasan hanya cocok
untuk zaman tertentu dan kelompok tertentu dan keadaan tertentu, sedangkan
cinta adalah contoh yang tertinggi, tetapi ia tidak dapat menjadi sesuatu tolok
ukur untuk dibandingkan dengan tindakan-tindakan tertentu atau untuk dijadikan
alat untuk melakukan sesuatu. Dan jika ia menjadi tolok ukur bagi orang-orang
yang memilki perasaan yang tinggi atau budaya yang tinggi, maka ia tidak
dijadikan tolok ukur umum dan universal. Adapun keadilan, maka ia menjadi
karakter Islam yang berarti keseimbangan dalam sifat-sifat keutamaan dan
meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Ini adalah tolok ukur yang menyeluruh
dan barometer yang akhir. Dan barangkali kebesaran keadilan dan pengaruhnya
dalam pengaturan alam bersandarkan kepada firman Allah SWT:
"Allah menyatakan
bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang menegakkan keadilan. Para
malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian
itu)." (QS. Ali 'Imran: 18)
Apabila Allah SWT dalam
Islam merupakan cermin yang tertinggi, maka keadilan yang disaksikan oleh Allah
SWT terhadap diri-Nya sendiri harus menjadi karakter Islam dan kaum Muslim.
Keadilan dalam Islam bukan hanya keadilan ekonomi atau keadilan hukum atau
keadilan dalam balasan, tctapi ia mencakup semuanya. Sebelum semua ini dan
sesudahnya, kcadilan dalam Islam merupakan suatu sistem dalam kehidupan dan
metode utama dalam Islam.
Ketika Anda memalingkan
pandangan Anda dalam Islam, maka Anda akan menemukan keadilan menghiasi seluruh
wajah Islam. Di sana terdapat keadilan antara agama-agama yang dulu, keadilan
antara individu dan masyarakat, keadilan antara dunia dan agama, keadilan
antara pria dan wanita, keadilan untuk orang-orang yang fakir dan orang-orang
yang kaya, keadilan antara para penguasa dan rakyat, bahkan dengan keadilan itu
sendiri bumi dan langit ditegakkan dan Allah SWT menyebut diri-Nya sebagai
al-'Adl (Yang MahaAdil).
Selanjutnya, Islam adalah
agama yang sudah lama sebagaimana lamanya kedatangan para nabi. Nabi Nuh as
berkata dalam surah Yunus:
"Jika kamu berpaling
(dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikit pun darimu. Upahku tidak
lain hanyalah dari Allah belaka dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan
orang-orang yang berserah diri (kepadanya)." (QS. Yunus: 72)
Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail as berkata dalam surah al-Baqarah saat keduanya membangun Ka'bah:
"Ya Tuhan kami,
terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduh
patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat
ibadat haji hami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Menerima taubat lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 127-128)
Nabi Ibrahim tidak lupa
untuk berwasiat kepada keturunannya dan di antara mereka adalah Yakub agar
mereka mati dalam keadaan Islam. Allah SWT berfirman:
"Dan Ibrahim telah
mewasiatkan ucapan itu kepada anaknya, Demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata):
'Hai anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka
janganlah hamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.'" (QS. al-Baqarah:
132)
Ketika kematian mendekati
Yakub, beliau mengumpulkan anak-anaknya di sekelilingnya dan bertanya kepada
mereka:
"Apa yang kamu
sembah sepeninggalku? Mereka menjawab: 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan
nenak moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan hhaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami
hanya tunduk patuh kepadanya.'" (QS. al-Baqarah: 133)
Allah SWT memberitahu
kita dalam surah Yunus tentang perkataan Nabi Musa kepada kaumnya:
"Hai kaumku, jika
kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu
benar-benar orang yang berserah diri." (QS. Yunus: 84)
Sementara itu, Nabi
Sulaiman adalah seorang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat yang menceritakan
tentang kisahnya bersama Ratu Saba' ketika Ratu tersebut berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya
aku telah berbuat lalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman
kepada Allah, Tuhan semesta alam." (QS. an-Naml: 44)
Demikian juga Nabi Yusuf,
beliau berdoa kepada Allah SWT dan meminta kepadanya agar mematikannya sebagai
orang Muslim dan memasukannya dalam kelompok orang-orang yang saleh. Allah SWT
berfirman dan bercerita tentang Yusuf dalam surah Yusuf:
"Ya Tuhanku,
sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagaian kerajaan dan telah
mengajarkan kepadaku sebagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan
bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam
keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh."
(QS.Yusuf: 101)
Sementara itu dalam surah
al-Maidah, Allah SWT mewahyukan kepada kaum Hawariyin agar mereka beriman
kepadanya dan kepada rasul-Nya lalu mereka berkata:
"Kami telah beriman
dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
patuh (kepada seruanmu)." (QS. al-Maidah: 111)
Jadi, Nabi Nuh, Nabi
Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yakub, Nabi Musa Harun, Nabi Sulaiman, Nabi Yusuf,
Nabi Isa adalah nabi-nabi yang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat tersebut.
Maka seluruh nabi adalah orang-orang Muslim, lalu bagaimana Nabi Muhammad saw
sebagai Nabi yang terakhir dikatakan sebagai orang Muslim yang pertama?
Allah SWT berfirman dalam
surah al-An'am yang ditujukan kepada Nabi yang terakhir:
"Katakanlah:
'Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
Maka, bagaimana beliau
menjadi orang Muslim yang pertama, padahal penamaan umat beliau dengan sebutan
al-Muslimin adalah penamaan yang sebenarnya sudah dahulu dikenal di kalangan
nabi-nabi yang terdahulu dan kedatangannya ke alam wujud dan penamaan agamanya
dengan sebutan al-Islam sebenarnya berhutang kepada kakeknya yang jauh, yaitu
Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman dalam surah al-Hajj:
"Dan Dia sekali-kali
tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama
orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari
dahulu. " (QS. al-Hajj: 78)
Tidak ada pertentangan
dalam pendahuluan para nabi dengan sebutan al-Muslimin daripada Rasulullah saw
dan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang pertama. Tentu kata al-Awwal
(yang pertama) di sini tidak dipahami dari sisi waktu atau masa kemunculan,
tetapi yang dimaksud dengan orang Muslim di sini adalah akmalul muslimin (orang
yang paling sempurna di antara orang-orang Muslim). Suatu kali Aisyah pernah
ditanya tentang akhlaknya Rasulullah saw lalu dia menjawab dengan kalimatnya
yang singkat: "Akhlak beliau adalah Al-Qur'an."
Kita mengetahui bahwa
Al-Qur'an al-Karim menetapkan akhlak yang mulia meskipun dalam batasannya yang
sederhana dan rendah, dan menyebutkan keutamaan akhlak dalam tingkatannya yang
tinggi. Oleh karena itu, akhlak seperti apa yang dimiliki oleh Rasulullah saw:
apakah beliau memiliki akhlak yang sifatnya tengah-tengah, atau apakah beliau
mendahului dalam kebaikan, atau apakah beliau termasuk ashabul yamin
(orang-orang yang berasal di sebelah kanan), atau apakah beliau termasuk
al-Muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah SWT)?
Rasulullah saw tidak
hanya memiliki semua karakter tersebut dan atribut tersebut, bahkan kedudukan
beliau lebih dari itu semua. Beliau berada di puncak dari segala puncak
keutamaan akhlak, sehingga beliau berhak untuk mendapatkan sebutan dari Allah
SWT:
"Dan sungguh pada
dirimu terdapat budi pekerti yang agung. " (QS. al-Qalam: 4)
Para Mufasir berbeda
pendapat tentang makna dari al-Huluqul 'adzim (budi pekerti yang agung).
Sebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Al-Qur'an. Sebagian yang
lain mengatakan itu adalah Islam. Ada juga yang mengatakan bahwa beliau tidak
memiliki sesuatu kecuali keinginan untuk menuju jalan Allah SWT.
Dalam Al-Qur'an al-Karim
terdapat penjelasan tentang derajat beliau yang tinggi dalam dua ayat yang
mulia. Ayat yang pertama adalah firman-Nya:
"Katakanlah:
'Sesungguhnya Shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
Beliau adalah orang yang
paling utama di antara manusia semuanya; beliau memiliki keutamaan yang
melebihi semua manusia; beliau memiliki rahmat dan kemuliaan yang tidak dapat
ditandingi oleh seseorang pun. Meskipun beliau datang sebagai Nabi yang
terakhir namun justru karena posisi beliau sebagai Nabi yang terakhir, maka
beliau menjadi bata yang terakhir dalam pembangunan rumah kenabian yang tinggi,
sehingga bata yang terakhir itu harus menjadi puncak pembangunan manusia.
Sedangkan ayat yang kedua adalah firman-Nya:
"Dan Kami tidak
mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta." (QS. al-Anbiya':
107)
Beliau bukan hanya
menjadi rahmat bagi orang-orang Arab saja; beliau bukan hanya menjadi rahmat
bagi orang-orang Quraisy dan beliau bukan menjadi rahmat bagi zamannya saja,
begitu juga beliau tidak menjadi rahmat bagi jazirah Arab saja, tetapi beliau
menjadi rahmat bagi alam semesta; beliau senantiasa menjadi rahmat bagi alam
semesta: dimulai dari diturunkannya wahyu kepadanya dengan kalimat iqra hingga
Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang-orang
yang berhak mewarisinya sampai hari kiamat. Alhasil, beliau adalah rahmat yang
dihadiahkan kepada manusia; beliau adalah rahmat yang tidak menonjolkan
mukjizat yang mengagumkan, tetapi beliau adalah rahmat yang memulai dakwah
dengan mengutamakan fungsi akal atau pembacaan dua kitab: pertama, pembacaan
kitab alam atau Al-Qur'an yang diciptakan atau kalimat-kalimat Allah SWT yang
terdiri dari jutaan bentuk dan kedua pembacaan Al-Qur'an yang diturunkan
melalui malaikat Jibril di mana ia merupakan kalamullah yang abadi. Dan kitab
alam dibaca dengan ribuan cara: dibaca melalui penelusuran dunia:
"Katakanlah: 'Berjalanlah
kamu di mnka bumi dan amat-amatilah.'" (QS. an-Naml: 69)
Atau dibaca melalui usaha
menyingkap misteri dan penggunaan akal:
"Kami akan
memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru
dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu
adalah benar. " (QS. Fushilat: 53)
Atau dibaca melalui ilmu
dan pengamatan:
"Atau siapakah yang
telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang telah menjadikan
sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk
(mengokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut 1 Apakah di
samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka
tidak mengetahui." (QS. an-Naml: 61)
Jika di sana terdapat
ribuan jalan atau cara untuk membaca kalimat-kalimat Allah SWT dan kitab alam,
maka di sana terdapat satu jalan untuk membaca kalamullah yang abadi, yaitu
hendaklah Al-Qur'an dibaca dengan mata hati dan kecermelangan basirah, sehingga
Al-Qur'an menjadi bagian akhlak dari yang membaca sesuai dengan kemampuannya.
Sebelum turunnya
Al-Qur'an, dunia diliputi dengan kekurangan, baik secara materi, ruhani,
undang-undang maupun dari dimensi kehidupan yang biasa melekat pada manusia
saat itu. Dan sebelum diutusnya Rasul saw yang beliau adalah manusia yang
sempurna dan paling utama, alam belum mencapai puncak dari penyerahan diri
kepada Allah SWT atau puncak dari keutamaan akhlak. Ketika Rasulullah saw
diutus, maka manusia mengalami kesempurnaan dan mampu mencapai tingkat
kesempurnaannya. Dengan Kitab yang mulia ini dan Nabi yang pengasih, Allah SWT
yang menyempurnakan agama bagi manusia dan menyempurnakan nikmat-Nya atas
mereka, sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini telah
Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku,
dan telah Ku-ridhai Islam itujadi agama bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Namun semua itu tidak
terwujud begitu saja, Nabi yang mulia harus berjuang secara serius dan
sungguh-sungguh, sehingga beliau menjadi manusia yang paling layak untuk mendapatkan
pujian pendduduk bumi dan penduduk langit. Dan Rasulullah saw telah melakukan
semua itu. Kita tidak mengenal seorang nabi yang perasaannya dihina dan dicaci
maki lebih dari apa diterima oleh Muhammad bin Abdillah; kita tidak mengenal
seorang nabi yang memikul berbagai penderitaan, dan memiliki kesabaran yang
mengagumkan di jalan Allah SWT sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi kita.
Kemudian, seorang yang
diutus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam semesta tidak akan mengajak
manusia menuju kebenaran kecuali jika manusia tersebut dari kalangan
orang-orang yang kafir dan membangkang. Beliau berdakwah bagi orang yang berhak
mendapatkan dakwah; beliau siap memikul tanggung jawab dakwah dengan berbagai
tantangan dan cobaannya; beliau menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Setelah
itu, beliau datang kepada Allah SWT dengan hati yang puas dan air mata yang
bercucuran dan dengan suara berbisik berkata: "Ya Allah, jika tidak ada
kemurkaan pada diri-Mu, maka aku tidak akan peduli dengan manusia." Segala
sesuatu akan menjadi mudah jika di sana terdapat ridha Allah SWT.
Setelah turunnya wahyu
kepada Rasul saw, beliau memulai tahapan dakwah dan mengajak manusia untuk
menyembah Allah SWT. Dimulailah dakwah secara rahasia yang berlangsung selama
tiga tahun dalam persembunyian.
Mula-mula Ummul Mu'minin,
Khadijah binti Khuwailid beriman kepadanya, lalu beriman juga sahabatnya, Abu
Bakar sebagaimana beriman kepadanya anak pamannya, Ali bin Abi Thalib yang saat
itu masih kecil dan hidup di bawah asuhan Muhammad, dan juga beriman kepadanya
Zaid bin Tsabit, seorang pembantunya. Kemudian Abu Bakar juga ikut berdakwah,
sehingga ia memasukkan dalam dakwah teman-temannya, seperti Usman bin Affan,
Thalha bin Ubaidilah, dan Sa'ad bin Abi Waqas. Juga beriman seorang Masehi, yaitu
Waraqah bin Nofel dan Rasulullah saw melihatnya setelah kematiannya tanda
kesenangan yang itu menunjukkan ketinggian derajatnya di sisi Allah SWT.
Setelah itu, Abu Dzar al-Ghifari juga masuk Islam, lalu disusul oleh Zubair bin
Awam dan Umar bin 'Anbasah serta Sa'id bin 'Ash. Jadi, Islam mulai mengepakkan
sayapnya secara rahasia di Mekah.
Kemudian berita
tersebarnya akidah yang baru ini sampai kepada pembesar-pembesar Quraisy,
tetapi mereka tidak begitu peduli. Barangkali mereka membayangkan bahwa
Muhammad telah menjadi—karena uzlah yang dilakukannya di gua Hira—salah seorang
juru bicara tentang ketuhanan sebagaimana pernah dilakukan oleh Umayah bin
Shalt dan Qas bin Sa'adah.
Demikianlah dakwah secara
rahasia berhasil mengembangkan misinya dan dapat melindungi akidah yang baru.
Dan selama perjalanan tiga tahun yang dibutuhkan tahapan dakwah secara rahasia
keimanan telah tertanam dalam hati kaum Muslim yang pertama. Rasulullah saw
telah mendidik mereka dan telah menanamkan kepada diri mereka sifat-sifat kemuliaan
dan telah menciptakan mereka sebagai benih pertama dari pasukan Islam. Pada
suatu hari Jibril turun dengan membawa firman Allah SWT:
"Dan berilah
peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (QS. asy-Syu'ara':
214)
Demikianlah, datanglah
perintah Ilahi agar Rasulullah saw berdakwah secara terang-terangan. Lalu
berkumpullah di sekeliling Nabi sekelompok tentara yang besar dan datanglah
perintah Ilahi agar beliau menyampaikan dakwah secara terang-terangan dan
mengingatkan keluarga dekatnya. Ketika Nabi melakukan hal tersebut, maka dakwah
memasuki tahapan yang kedua. Dan tahapan dakwah yang baru ini berakibat pada
timbulnya penekanan terhadap para dai di mana mereka mengalami penindasan,
bahkan mereka didustakan oleh masyarakat serta diboikot.
Orang-orang Quraisy
mengetahui bahwa Muhammad berbahaya bagi mereka. Beliau bukan hanya berbicara
tentang ketuhanan, tetapi beliau mengajak rnanusia untuk mengikuti agama baru,
yaitu agama yang mencoba untuk menyingkirkan berhala-berhala dan patung-patung
mereka serta tuhan-tuhan mereka yang mereka yakini; agama yang mencoba
menyingkirkan kedudukan sosial mereka dan kepentingan-kepentingan ekonomi
mereka; agama yang menyatakan bahwa tiada tuhan lain selain Allah SWT, dan
tiada hukum lain selain hukum-Nya, serta tiada penguasa lain selain Dia.
Kedatangan agama tersebut menyebabkan penduduk kota Mekah membencinya dan
orang-orang yang memegang kekuasaan di dalamnya merasa gelisah.
Setelah pengumuman dakwah
secara terang-terangan, dimulailah dan ditabuhlah gendrang peperangan. Kemudian
peperangan yang dahsyat terjadi antara para pembesar Quraisy dan para pengikut
Rasulullah saw. Orang yang pertama kali menyerang Islam adalah seorang tokoh
Mekah yang bernama Abu Lahab.
Bukhari meriwayatkan
bahwa Rasulullah saw menaiki bukit Shafa dan beliau mulai memanggil-manggil
tokoh Quraisy dan para kabilah Mekah. Dan ketika semua berkumpul, beliau
bertanya kepada mereka: "Apakah kalian percaya jika aku memberitahu kalian
bahwa seekor kuda akan datang menyerang kalian?" Mereka menjawab:
"Tentu, kami belum pernah melihatmu berbohong." Beliau berkata:
"Aku seorang yang diutus sebagai pemberi peringatan terhadap kalian. Di
hadapanku terdapat siksaan yang berat jika kalian menentang." Abu Lahab
berkata: "Sungguh celaka engkau, apakah karena ini engkau mengumpulkan
kami."
Dengan penghinaan inilah,
peperangan terhadap Islam dimulai. Ketika kaum Muslim tidak mampu
mempertahankan diri mereka, maka mula-mula Allah SWT membantu mereka dan
menolong mereka dengan menurunkan surah yang pendek yang mengecam tindakan Abu
Lahab:
"Binasalah kedua
tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah bermanfaat
kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahahan. Kelak dia akan masuk ke
dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar.
Yang di lehernya ada tali dari sabut. " (QS. Allahab: 1-5)
Dengan ayat-ayat yang
pendek dan tepat tersebut, Abu Lahab memasuki kancah sejarah dari pintunya yang
paling pendek. Gambaran tentang kejahatan Abu Lahab tertulis selama-lamanya.
Abu Lahab adalah seorang yang menentang dakwah kebenaran karena ia
mengkhawatirkan kedudukannya dan kekayaannya, padahal harta yang
dipertahankannya dan dijaganya tidak memiliki arti sama sekali di sisi Allah
SWT karena ia sekarang berada dan dijebloskan di tengah-tengah neraka yang
menyala-nyala, sedangkan isterinya membawa kayu bakar, sehingga menambah nyala
api itu sendiri. Dan di lehernya terdapat suatu belenggu sebagai simbol
keterikatannya dengan dunia binatang yang tidak berakal. Sebagian besar
orang-orang yang menentang dakwah adalah orang-orang yang berhubungan dengan
dunia binatang yang tidak sadar.
Allah SWT berfirman:
"Atau apakah kamu
mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak
lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya
(dari binatang ternak itu). " (QS. al-Furqan: 44)
Seandainya hari ini kita
merenungkan reaksi orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, maka kita akan
terheran-heran.
Allah SWT berfirman:
"Dan mereka heran
karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan
mereka; dan orang-orang kafir berkata: 'Ini adalah seorang ahli sihir yang
banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang Satu saja?
Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan'." (QS.
Shad: 4-5)
Coba perhatikan bagaimana
kebodohan kaum itu di mana mereka menganggap bahwa pada hakikatnya terdapat
multi tuhan dan mereka jutru merasa heran ketika terdapat hanya satu tuhan atau
tuhan yang esa. Mereka justru merasa heran ketika berhadapan dengan masalah
yang fitri dan jelas ini.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila mereka
melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan
mengatakan): 'Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai rasul? Sesungguhnya
hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita, seandainya kita
tidak sabar (menyembah)nya. " (QS. al-Furqan: 41-42)
Perhatikanlah betapa
nekatnya kaum itu di mana mereka mulai menghina dan mengejek Rasulullah saw,
padahal beliau telah datang di tengah-tengah mereka untuk menyelamatkan mereka
dari api neraka, dan coba perhatikan bagaimana pandangan mereka terhadap
tuhan-tuhan mereka. Mereka membayangkan bahwa mereka nyaris tersesat jika
mereka tidak bersabar dalam membela tuhan-tuhan tersebut. Demikianlah kesesatan
mengejek kebenaran dan kebodohan menghina ilmu. Mereka justru merasa heran
terhadap kepandaiannya yang dapat menyelamatkannya dari meninggalkan
tuhan-tuhannya yang terbuat dari batu dan kayu, bahkan terkadang mereka membuat
tuhan dari adonan roti di mana mereka menyembahnya kemudian memakannya. Mereka
mengatakan bahwa tuhan-tuhan kami menyelamatkan kami dari rasa lapar atau
mereka mengatakan bahwa kami menyembah mereka agar mereka dapat mendekatkan
kami pada Allah sedekat-dekatnya.
Meskipun demikian, dakwah
Nabi terus berlanjut dan tertanam di muka bumi. Mereka orang-orang musyrik
menuduh Nabi sebagai seorang dukun; mereka menuduhnya juga sebagai seorang
gila, bahkan mereka menuduhnya sebagai seorang penyihir; mereka menuduh bahwa
beliau berbohong atas nama kebenaran dan beliau dibantu oleh kaum yang lain;
mereka mengatakan ini adalah dongengan orang-orang yang dahulu.
Mereka meminta kepada
beliau untuk mendatangkan mukjizat dengan bentuk tertentu; mereka memberitahu
bahwa mereka tidak akan beriman kepadanya, sehingga terdapat suatu mata air
yang memancar dari bumi atau terwujud di depan mereka suatu taman dari pohon
kurma dan anggur yang memancar di tengah-tengahnya sungai, atau langit akan
runtuh sebagaimana yang beliau sampaikan kepada mereka sebagai bentuk azab atau
beliau datang dengan Allah SWT dan para malaikat dan mereka semua menjamin
kebenaran dakwah yang diserukannya, atau beliau memiliki rumah dari emas atau
beliau mampu mendaki langit dan mereka masih belum beriman terhadap pendakian
itu meskipun ia mendaki di hadapan mata mereka dan kembali dengan selamat,
kecuali jika ia menghadirkan kitab kepada mereka yang dapat mereka baca dari
langit.
Nabi tidak peduli dengan
usaha mereka untuk menyakiti hati beliau; Nabi tetap memberitahu mereka dengan
penuh kelembutan bahwa apa saja yang mereka minta itu tidak sesuai dengan
Islam. Sebab, Islam hanya menyeru akal dan berusaha menciptakan kebebasan.
Beliau menyampaikan kepada mereka bahwa beliau hanya sekadar manusia yang
diutus oleh Tuhan; beliau datang kepada mereka untuk mengingatkan mereka akan
suatu hari di mana seorang tua tidak akan menyelamatkan anaknya dan tidak
bermanfaat di dalamnya harta dan anak-anak, dan mereka tidak akan selamat di
dalamnya dari siksaan. Orang-orang yang mempunyai kedudukan atau para tokoh
mereka adalah para tiran-tiran di muka bumi di mana semua itu tidak akan
bermanfaat bagi mereka pada hari kiamat. Siksaan yang bakal mereka terima tidak
dapat mereka hindari dan mereka pun tidak dapat meringankannya.
Demikianlah
Islam—sebagaimana agama-agama sebelumnya— mengumpulkan di sekelilingnya
orang-orang yang berakal dan orang-orang yang fakir serta orang-orang yang
menderita di muka bumi. Berimanlah sekelompok orang-orang fakir di mana mereka
menjadi kelompok sosial yang tertindas dan tersingkirkan di Mekah. Mereka
menjadi makanan empuk kelompok-kelompok yang lalim.
Islam bukan hanya
memberikan solusi ekonomi terhadap tragedi kehidupan atau masyarakat, tetapi
Islam memberikan solusi Ilahi terhadap keberadaan manusia secara umum; Islam
meyakini bahwa manusia bukan hanya sekadar perut yang harus dikenyangkan dan
naluri seksual yang harus dipuaskan, manusia bukan hanya dilihat dan dinilai
dari sisi ini, namun Islam justru meletakkan manusia pada tempatnya yang hakiki,
tanpa membesar-besarkan atau mengecilkannya. Dalam pandangan Islam, manusia
terdiri dari bangunan fisik dan ruhani, terdiri dari akal dan ambisi dan
terdiri dari celupan dari Allah SWT dalam ruhnya.
Islam tidak mementingkan
fisik saja dan meninggalkan ruhani, begitu juga sebaliknya. Terkadang fisik
boleh jadi mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan, tetapi ruhani justru
mengalami penderitaan yang luar biasa. Karena itu, pemuasan salah satu dimensi
dari dimensi manusia tidak akan membawa manusia kepada kesempurnaan atau
kebahagiaan. Maka, Islam datang untuk membawa suatu solusi yang dapat
menyelamatkan manusia dari dalam dirinya sendiri dan Islam membebankan tugas
ini, yakni tugas perubahan ini kepada Al-Qur'an.
Al-Qur'an menjadi cermin
dalam kehidupan di mana ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasul saw, lalu beliau
mengajarkannya kepada kaum Muslim. Kemudian Al-Qur'an berubah menjadi
orang-orang yang berjalan di pasar-pasar dan mengancam singgasana kebencian
yang menguasai Mekah, sehingga orang-orang musyrik justni meningkatkan usaha
pengejekan dan penghinaan terhadap Rasul saw. Oleh karena itu, beliau semakin
sedih lalu Allah SWT menghiburnya. Allah SWT memberitahu beliau bahwa mereka
tidak mendustakannya, tetapi mereka justru melalimi diri mereka sendiri. Mereka
mulai menentang Nabi dan ayat-ayat Allah SWT, padahal Nabi adalah salah satu
dari ayat Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Kami
mengetahui bahwasannya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu,
(janganlah hamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan
kamu, akan tetapi orang-orang yang lalim itu mengingkari ayat-ayat Allah."
(QS. al-An'am: 33)
Kemudian kaum musyrik
meningkatkan penindasan kepada Rasul saw dan para pengikutnya. Peperangan
dimulai: dari peperangan urat saraf sampai peperangan fisik. Mereka mulai
menyiksa para pengikut Rasul saw, bahkan membunuhnya. Pada saat itu,
musuh-musuh Islam membayangkan bahwa dengan cara menindas kaum Muslim dan
menekan mereka dakwah Islam akan berhenti dan kaum Muslin akan enggan untuk
berdakwah. Mereka menganggap bahwa kaum Muslim justru memilih untuk
menyelamatkan diri mereka. Namun para tokoh-tokoh Quraisy dan para tokoh-tokoh
Mekah dikagetkan ketika melihat penekanan yang mereka lakukan justru semakin
membakar semangat kaum Muslim untuk berdakwah. Saat itu kaum Muslim merasa
yakin bahwa benih yang telah ditanam Rasulullah saw dalam diri mereka
menjadikan mereka tetap bersemangat untuk menyebarkan risalah Allah SWT di muka
bumi, yaitu suatu risalah yang mengembalikan bumi menuju kematangan
(kesempurnaan) yang telah hilang darinya dan kema-nusiaan yang telah
disia-siakan serta kehormatan yang telah ditumpahkan dan kebebasan yang telah
hilang.
Kaum Muslim yakin bahwa
mereka bukan hanya membangun suatu negeri yang kecil di Mekah, dan mereka bukan
hanya memperbaiki masyarakat yang rusak, yaitu masyarakat jazirah Arab, tetapi
mereka mengetahui bahwa mereka akan membangun suatu manusia yang baru. Mereka
akan menciptakan manusia seutuhnya; mereka akan menghadirkan dunia dalam bentuk
yang baru dan dalam gambar yang baru yang merupakan cermin dari gambar
kebesaran sang Pencipta.
Sebelum kedatangan Islam,
orang-orang Arab tidak dikenal. Dibandingkan dengan peradaban yang dahulu dan
modern, orang-orang Arab tidak memiliki apa-apa. Mereka tidak memberikan
kontribusi kepada dunia dalam bentuk ilmu, seni, atau peninggalan apa pun yang
dapat dijadikan sebagai kebanggaan. Namun ketika Islam turun kepada mereka,
mereka menjadi cermin kejayaan manusia di mana mereka dapat memberikan
sumbangan nyata pada umat manusia. Bahkan orang-orang Barat banyak berhutang
kepada mereka dalam kemajuan yang mereka capai saat ini. Sebaliknya, ketika
mereka berpaling dari Islam di mana Islam hanya menjadi lembaran cerita-cerita
dan kertas-kertas yang tidak berguna, maka saat itulah orang-orang Barat dapat
menguasai kaum Muslim karena mereka justru mendapatkan ilmu dari Kaum Muslim
itu sendiri. Mereka justru mencapai kemajuan ketika kaum Muslim meninggalkan
agama mereka. Jadi, ketika kaum Muslim memahami Islam secara benar dan berusaha
untuk memnghidupkan ajaran-ajarannya niscaya mereka akan mencapai puncak
keilmuan.
Pada awal-awal masa
tersebarnya Islam, kaum Muslim menyadari bahwa mereka menghadapi peperangan
yang tidak akan berhenti. Selama kehidupan ada, maka pertentangan pun tetap
ada. Oleh karena itu, ketika mereka mendapatkan penganiayaan dan siksaan, maka
keimanan mereka justru semakin meningkat, dan setiap penganiayaan yang
dilakukan oleh kaum Quraisy, maka mereka tetap bertahan untuk mempertahankan
kebenaran. Sebagai contoh, Amar bin Yasir mengalami penderitaan dan
penganiayaan. Ia adalah salah seorang budak yang menjadi korban dari sistem
ekonomi yang berlaku saat itu, yaitu ekonomi yang berdasarkan kepada sistem
perbudakan. Seorang yang beriman tersebut disiksa di Mekah di mana ia tidak
memperoleh kebebasannya yang hakiki kecuali setelah ia memeluk Islam. Mereka
mengeluarkannya ke gurun dan menyiksanya beserta ibunya. Bahkan siksaan semakin
meningkat atas ibunya agar ia kembali menjadi musyrik. Ketika ia tetap mempertahankan
keimanannya dan dengan tegas menolak ajakan untuk menentang Islam, maka Abu
Jahal menikamnya dengan belati yang ada di dua tangannya. Ia pun meninggal. Dan
Islam mengorbankan syahidnya yang pertama. Wanita mulia itu bernama Sumayah,
ibu dari Amar bin Yasir.
Banyak kalangan
orang-orang bodoh mengatakan tentang persetujuan Islam terhadap sistem
perbudakan, atau Islam mendiamkan sistem perbudakan. Mereka lupa bahwa Islam
dibangun berdasarkan suatu prinsip yang ingin membebaskan perbudakan dengan
segala bentuknya; Islam ingin mengeluarkan manusia dari kepemilikan sesama
manusia menuju kepemilikan kepada Allah SWT.
Jika Islam tidak turun
dengan nas-nas yang terperinci yang mengharamkan sistem perbudakan, maka
dasar-dasarnya secara umum dan prinsip-prinsip utamanya menghentikan—baik dalam
tindakan maupun ucapan—sumber-sumber sistem ini. Allah SWT sebagai pemilik
syariat mengetahui bahwa sistem perbudakan adalah sistem ekonomi yang sementara
yang akan berubah dengan perubahan waktu, dan karena Islam tidak turun pada
waktu yang terdapat perbudakan saja, tetapi ia turun secara umum dan menyeluruh
untuk setiap zaman, maka Islam sengaja melewati bentuk-bentuk yang temporal ini
dari bentuk-bentuk eksploitasi menuju unsur yang pertama atau dasar pertama
yang menimbulkan bentuk-bentuk eksploitasi tersebut, sehingga Islam
mengharamkannya. Dengan cara demikian, Islam mengharamkan sistem perbudakan
secara bertahap, seperti proses pengharaman khamer. Jadi, keseriusan Islam
sangat menonjol dalam usaha menghapus dan mengharamkan perbudakan.
Jika dikatakan kepada
kita bahwa Islam membolehkan para tentaranya untuk memperbudak para tawanan
perang, maka kita akan mengatakan bahwa Islam menerapkan sistem ini sebagai
bentuk pembalasan terhadap perlakuan yang sama di mana musuh-musuh Islam
menjadikan kaum Muslim sebagai budak-budak mereka ketika mereka menawannya.
Oleh karena itu, secara alami orang-orang Islam pun menawan mereka sebagai
budak-budak. Jika Islam tidak melakukan yang demikian, maka boleh jadi Islam
akan dimain-mainkan dan ada kesempatan besar bagi orang-orang musyrik untuk
memperdaya Islam.
Demikianlah bahwa dakwah
Islam mengalami berbagai macam hambatan dan penindasan. Dan ketika orang-orang
yang tersiksa mengadu kepada Rasulullah saw atas penindasan yang mereka terima,
maka Rasulullah saw memberitahu mereka dengan pembicaraan yang jelas bahwa para
dai di jalan Allah SWT harus mengorbankan kesenangan mereka, kedamaian mereka,
dan darah mereka sebagai harga yang pantas untuk tersebarnya dakwah Islam.
Kebebasan bukan diperoleh dengan cuma-cuma. Sejarah kehidupan menceritakan
kepada kita bahwa ia dipenuhi dengan gumpalan darah yang harus dibayar oleh
masyarakat untuk memerangi musuh-musuhnya dari luar dan dari dalam. Jika ini
dialami setiap orang yang menuntut kebebasan pada zaman dan tempat tertentu,
maka bagaimana dengan orang-orang yang menuntut kebebasan manusia secara
keseluruhan.
Seorang Muslim hendaklah
sadar bahwa dengan mengumumkan dakwahnya, maka ia pasti akan menerima
pengusiran, penindasan, penjara, pengepungan dan pembunuhan. Ini adalah harga
yang pantas yang harus dibayar ketika berdakwah di jalan Allah SWT; inilah
harga kebebasan. Bahkan terkadang kaum yang batil pun membayamya dengan senang
hati, maka bagaimana mungkin orang-orang yang bersama kebenaran ragu untuk
melakukannya.
Pada hakikatnya, manusia
cinta kepada keabadian. Secara naluri manusia merasa takut pada azab dan
kematian. Dan barangkali yang membedakan orang-orang Islam yang hakiki dengan
yang lainnya adalah bahwa mereka terbebas dari rasa ketakutan dan cinta
keabadian. Ini adalah tolok ukur yang pasti untuk membedakan antara seorang
Muslim yang hakiki dan seorang Muslim yang hanya namanya atau Muslim warisan
atau hanya klaim semata.
Seorang Muslim yang
hakiki menyadari bahwa ajal di tangan Allah SWT, rezeki adajuga di tangan-Nya,
begitu juga keamanan semua ada di tangan-Nya. Dengan keimanan seperti ini, ia
memulai pergulatannya untuk menyebarkan dakwah. Ia siap untuk menerima
penyiksaan dan penderitaan di jalan Allah SWT; ia pun siap meneteskan darahnya
sebagai harga yang pantas yang diberikannya dalam rangka memperoleh kebebasan.
Ini semua dilakukanya dengan begitu sederhana dan tidak ada rasa takut karena
Islam membebaskannya dari rasa ketakutan. Dahulu para pembangkang menggergaji
orang-orang yang menyeru di jalan Allah SWT dengan menggergaji saat mereka
dalam keadaan hidup-hidup.
Khabab bin Irit pergi
menemui Rasulullah saw dan meminta tolong kepada beliau dari penyiksaan
orang-orang Quraisy, sambil berkata: "Tidakkah engkau menolong kami, wahai
Rasulullah? Tidakkah engkau berdoa kepada kami, ya Rasulullah?" Rasulullah
saw menjawab: "Sungguh sebelum kalian terdapat orang-orang yang berdakwah
di jalan Allah SWT lalu mereka dimasukkan dalam suatu galian tanah lalu mereka
digergaji di mana tubuh mereka dipisah menjadi dua, namun mereka tetap
mempertahankan agamanya. Demi Allah, sungguh Allah SWT akan menolong masalah
ini tetapi kalian terlalu tergesa-gesa."
Dengan kalimat-kalimat
yang penuh kesabaran dan keberanian ini, Rasulullah saw ingin memahamkan kepada
orang tersebut bahwa termasuk dari kesempurnaan iman adalah membayar harga
kebebasan. Jelas
sekali bahwa Islam tidak memberikan keuntungan bagi orang yang memeluknya.
Orang-orang Islam yang pertama tidak bertanya dan mengatakan: "Apa yang
kita peroleh dari agama ini?" Sebaliknya, mereka bertanya: "Apa yang
kita bayar untuk Islam?" Jawabannya adalah: "Segala sesuatu dimulai
dari suapan-suapan roti sampai darah yang tertumpah." Jadi, kaum Muslim
yang pertama telah membayar ongkos kebebasan. Mereka merasakan kedamaian yang
luar biasa untuk mempertahankan agama Allah SWT; mereka mendapatkan kepercayaan
yang tinggi tentang kemenangan kebenaran yang datang kepada mereka; mereka
justru memberitahu orang-orang musyrik bahwa mereka akan dapat mengalahkan raja-raja
Kisra dan Kaisar. Dengan dakwah yang mereka lakukan, mereka akan menjadi
pemimpin-pemimpin di muka bumi. Kaum musyrik justru memanfaatkan kepercayaan
ini untuk mengejek mereka dan menertawakan mereka.
Ketika Aswad Ibnu Matlab
dan orang-orang yang bersamanya melihat sahabat-sahabat Nabi, maka mereka
mengejek dan mengatakan: "Telah datang kepada kalian pemimpin-pemimpin
bumi yang esok akan mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar, kemudian mereka
bersiul dan bertepuk tangan." Namun kaum mukmin tidak peduli dengan ejekan
tersebut. Demikianlah bahwa ejekan demi ejekan terus menyertai dakwah kaum
Muslim. Kemudian kaum Quraisy mengadakan pertemuan yang bersejarah untuk
menyatukan pandangan dalam rangka menyerang Rasulullah saw. Kaum musyrik
menuduhnya bahwa beliau adalah seorang ahli sihir, dan pada kali yang lain
mereka menuduhnya bahwa beliau adalah dukun, dan pada kali yang lain lagi
mereka menuduhnya bahwa beliau adalah penyair, bahkan pada kali yang lain
mereka menuduhnya bahwa beliau adalah seorang yang gila. Kemudian mereka semua
sepakat untuk menuduh bahwa beliau adalah seorang penyihir.
Walid bin Mughirah yang
terkenal sebagai orang yang terpandang di kalangan mereka menuduh Rasulullah saw sebagai penyihir yang dapat memisahkan
antara sesama saudara dan antara seseorang dengan isterinya. Kemudian mereka
membikin kelompok-kelompok yang mengingatkan para pendatang di Mekah bahwa Muhammad adalah seorang penyihir. Meskipun demikian,
dakwah Islam tetap berlangsung. Ia tetap tersebar dengan pelan namun pasti dan
kalimat-kalimat yang diutarakan Nabi justru mengingatkan perjanjian yang pernah
dilakukan oleh manusia, yaitu perjanjian saat Allah SWT menyaksikannya ketika
mereka masih di alam atom di punggung Adam:
"Bukankah aku Tuhan
kalian? Mereka menjawab: 'Benar.'" (QS. al-A'raf: 172)
Bertambahlah jumlah kaum
Muslim hingga kaum Quraisy merasakan ketakutan. Mereka mulai melihat bahwa
penggunaan cara-cara kekerasan tidak selalu berhasil. Kemudian mereka memilih
untuk menggunakan cara baru, yaitu bagaimana seandainya mereka menggunakan
perdamaian dan perundingan. Orang-orang Quraisy mengutus 'Utbah bin Rabi'ah,
seorang lelaki yang terkenal dengan kecerdasan dan kebijaksanaan sebagai juru
runding.
'Utbah berkata kepada
Rasul saw: "Wahai anak saudaraku, kami mengetahui kedudukanmu di sisi kami
dari sisi nasab. Engkau datang kepada kaummu dengan suatu hal yang besar di
mana engkau memisahkan kelompok-kelompok mereka. Maka dengarkanlah aku karena
aku ingin berbicara tentang beberapa hal. Barangkali engkau akan menerima sebagiannya."
Rasul saw berkata: "Silakan berbicara wahai 'Utbah." 'Utbah berkata:
"Jika engkau menginginkan harta niscaya kami akan mengumpulkan harta
bagimu, sehingga engkau akan menjadi orang yang paling kaya di antara kami, dan
jika engkau menginginkan kehormatan, maka kami akan memberi kehormatan itu
bagimu dan jika engkau menginginkan kekuasaan, maka kami akan menyerahkan
kekuasaan padamu dan jika engkau terkena penyakit yang engkau tidak mampu
menolaknya dari dirimu, maka kami akan mencarikan tabib bagimu dan kami akan
mengeluarkan harta kami sehingga engkau sembuh."
Demikianlah 'Utbah
mengakhiri pembicarannya. Kemudian ia menunggu reaksi Nabi. Lalu Rasulullah saw
berkata:
"Dengan nama Allah
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa miim. Diturunkan dari Tuhan Yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyanyang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni
bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui. Yang membawa berita
gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling
(darinya);, maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata: 'Hati kami
berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di
telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah
kamu; Sesungguhnya kami bekerja (pula).' Katakanlah: 'Bahwasannya aku hanyalah
seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasannya Tuhan kamu adalah
Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadanya dan
mohonlah ampun kepadanya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
mempersekutukan-(Nya), (yaitu) orang-orangyang tidak menunaikan zakat dan
mereka kafir akan adanya (hehidupan) akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh mereka mendapat pahala yang tiada
putus-putusnya.' Katakanlah: 'Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang
menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang
bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan dia menciptakan di bumi itu
gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan
padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu
sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian dia menuju kepada
penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata
kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan
suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati.'
Maha Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada
tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya.
Demikianlah ketentuan Yang Maha Perhasa lagi Maha Mengetahui. Jika mereka
berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir,
seperti petir yang menimpa kaum 'Ad dan kaum Tsamud." (QS. Fushilat: 1-13)
Rasulullah saw telah
menjawab tawaran 'Utbah di mana beliau memilih untuk menghadapi tawaran dan
iming-iming tersebut dengan membaca sebagian dari surah Fhusilat yang merupakan
salah satu surah Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat
Jibril. 'Utbah bangkit dari tempatnya ketika Rasulullah saw sampai pada
firman-Nya:
"Jika mereka
berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti
petir yang menimpa kaum "Ad dan kaum Tsamud. " (QS. Fushilat: 13)
'Utbah berdiri dalam
keadaan takut dan segera menuju kaum Quraisy. Bayang-bayang azab dunia
terngiang di telinganya. Dan ketika ia sampai ke orang Quraisy, ia mengusulkan
agar orang-orang Quraisy membiarkan apa saja yang dilakukan Muhammad. Gagallah
perundingan dengan seorang Muslim yang pertama, yaitu Rasulullah saw. Gagalnya
perundingan tersebut sebagai bentuk pemberitahuan tentang kembalinya tindak
kekerasan dan penyiksaan terhadap sahabat-sahabat Rasul saw. Kemudian kaum
musyrik semakin meningkatkan penindasan terhadap kaum Muslim. Rasulullah saw
sangat menderita melihat hal yang dirasakan para sahabatnya. Ketika kaum Muslim
membayar harga yang paling mahal sebagai konsekuensi dari akidah yang mereka
anut dan mereka dengan sabar memikul penderitaan di jalan Allah SWT, maka
Rasulullah saw mengisyaratkan mereka untuk berhijrah. Beliau memberikan izin
untuk berhijrah bagi orang yang ingin hijrah.
Kemudian Dimulailah
gelombang hijrah. Itu terjadi pada lima tahun dari turunnya wahyu setelah dua
tahun diumumkannya dakwah. Maka berhijrahlah ke Habasyah enam belas orang
Muslim. Mereka keluar secara rahasia dan mereka menuju ke laut. Mereka berlayar
meskipun orang-orang yang tinggal di gurun sebenarnya tidak ingin berlayar
karena mereka takut dari laut dan mereka yakin bahwa manusia yang berlayar di
laut akan menjadi ulat di atas kayu-kayu yang berenang.
Selanjutnya, gelombang
hijrah yang kedua pun dimulai. Kali ini diikuti oleh delapan puluh tiga orang
laki-laki dan sembilan belas perempuan. Kemudian orang-orang Quraisy berusaha
untuk mengirim beberapa orang dan tetap berusaha menyiksa dan menyakiti
orang-orang yang berhijrah. Mereka mengutus ke Najasyi, Raja Habasyah,
orang-orang yang dapat mempengaruhinya untuk menentang orang-orang yang
berhijrah. Mereka menuduh kaum Muslim meninggalkan agama nenek moyang mereka di
Mekah dan mereka juga tidak menganut agama Najasyi, yaitu agama Kristen.
Kemudian orang-orang Quraisy tidak lupa mengirim hadiah kepada Najasyi sebagai
bentuk suapan kepadanya. Tampaknya Najasyi seorang yang berakal lalu ia
mengutus seseorang kepada kaum muhajirin dan bertanya kepada mereka tentang
agama baru yang mereka anut. Kemudian kaum muhajirin menceritakan kepadanya
tentang Islam.
Najasyi bertanya tentang
Isa lalu mereka menjawab: "Ia adalah hamba Allah SWT dan rasul-Nya dan
ruh-Nya serta kalimat-Nya yang diletakkan kepada Maryam, wanita yang perawan
yang suci." Kemudian Najasyi mengambil satu kayu kecil dari bumi dan mengatakan:
"Penjelasan tentang Isa yang kalian katakan tidak lebih dari kayu kecil
ini. Pergilah kalian dan kalian akan aman." Najasyi mengembalikan hadiah
kaum Quraisy dan mengatakan: "Allah tidak mengambil suap dariku sehingga
aku tidak mungkin mengambilnya dari kalian."
Demikianlah kaum
muhajirin tinggal di negeri yang damai, yaitu Habasyah negeri yang dipimpin
oleh seorang laki-laki yang diberi kematangan berpikir di mana ia cenderung
mengimani karakter al-Masih sebagai seorang manusia. Dan salah satu keajaiban
kekuasaan Ilahi adalah bahwa masyarakat Islam yang berhijrah tersebut tidak
mengalami kelemahan dalam akidahnya, namun mereka justru merasakan kekuatan.
Allah SWT memperkuat
dakwah Islam dengan masuknya dua lelaki besar dalam Islam, yaitu Hamzah, paman
Nabi dan Umar bin Khatab. Kedua orang itu mempunyai kepribadian yang tangguh di
Mekah di mana masing-masing dari mereka terkenal di tengah-tengah kaumnya.
Allah SWT berkehendak untuk memberi Islam dua orang lelaki yang tangguh di
Mekah dan Allah SWT telah meletakkan rahmat yang terpancar dalam hati mereka.
Hamzah masuk Islam karena dorongan emosi, fanatisme, dan rahmat
terhadaporang-orang yang tidak memberikan pembelaan kepada Muhammad saw.
Salah seorang perempuan
berkata kepada Hamzah: "Seandainya engkau melihat apa yang diperoleh oleh
anak dari saudaramu, Muhammad dari Abil Hakam bin Hisyam (Abu Jahal). Sungguh
Abu Jahal telah mencelanya dan menyakitinya, sedangkan Muhammad hanya terdiam
dan tidak mengatakan apa-apa." Mendengar pengaduan itu, darah mendidih berkobar dalam urat-urat Hamzah.
Dengan kemarahan yang sangat, Hamzah mencari-cari Abu Jahal lalu ia melihatnya
sedang duduk-duduk di tengah-tengah kaumnya. Hamzah mengangkat tangannya lalu
memukulkannya ke kepala Abu Jahal sambil berteriak: "Apakah engkau akan
mengejek Muhammad, padahal aku berada di atas agamanya."
Demikianlah permulaan
keislaman Hamzah. Hamzah adalah seorang yang mulia di mana perasaannya berkobar
ketika ia melihat anak saudaranya disiksa dan dianiaya dan dia tidak mendapati
seorang pun yang membelanya. Beginilah sebab-sebab pertama dari keislaman
Hamzah, namun sebab yang paling dalam dan yang paling menentukan adalah rahmat
Allah SWT yang telah dianugerahkan kepadanya, meskipun Hamzah tidak
mengetahuinya, yaitu rahmat yang mendorongnya untuk tidak membiarkan seseorang
pun menyakiti lelaki yang berdakwah di jalan Allah SWT hanya karena ia seorang
yang lemah dan tidak mempunyai penolong. Jadi, Hamzah adalah penolongnya.
Sedangkan Umar bin Khatab
terkenal dengan ketangguhan sikap dan kekerasan perilaku. Seringkali kaum
Muslim mendapat siksaan darinya ketika ia masih menganut jahiliah. Dan salah
seorang yang mendapatkan siksaan ciarinya adalah Amir bin Rabi'ah dan
isterinya. Amir beserta istcrinya menetapkan untuk berhijrah ke Habasyah. Umar bin
Khatab menemuinya lalu ia mendapati isteri Amir dan tidak mencmukan suaminya.
Umar melihat wanita itu sedang bersiap-siap untuk berhijrah lalu Umar berkata
(saat itu sumber rahmat telah memancar pada dirinya): "Apakah engkau akan
pergi wahai Ummu Abdillah?" Dengan nada jengkel, wanita itu berkata:
"Benar, demi Allah kami akan keluar dan menuju tanah Allah SWT. Engkau
telah menyiksa kami dan telah memaksa kami untuk berhijrah. Kami akan pergi
sehingga Allah SWT akan memberikan kelapangan kepada kami." Umar berkata:
"Mudah-mudahan Allah SWTmenemanimu."
Wanita itu melihat
tanda-tanda kelembutan dan kesedihan pada wajah Umar. Dan ketika suaminya
kembali, ia menceritakan kepadanya bahwa ia sangat berharap kepada keislaman
Umar. Lalu suaminya menjawab: "Ia tidak mungkin masuk Islam sampai keledai
Umar masuk Islam." Ia mengatkan demikian karena ia melihat betapa
bengisnya dan kejamnya Umar. Namun perasaan lembut wanita itu lebih kuat
daripada pandangan pikiran lelaki itu dan keputusannya yang terlalu cepat kepada
Umar.
Belum lama mereka
berhijrah sehingga Umar masuk Islam. Orang-orang muhajirin mengeluarkan penutup
sumur rahmat dalam dirinya. Dan barangkali Umar merasa kebingungan lalu ia
menetapkan untuk membunuh Rasul saw. Dengan menghunuskan pedangnya, ia pergi
menuju Rasul saw. Kemudian ia bertemu dengan orang-orang yang memergokinya
dalam keadaan kebingungan, lalu mereka bertanya kepadanya, hendak kemana ia
akan pergi? Umar menjawab: "Aku hendak ke Muhammad aku akan membunuhnya
sehingga orang-orang Arab merasa tenteram." Dengan nada mengejek,
seseorang berkata: "Tidakkah engkau memulai dari keluargamu sebelum engkau
membunuh Muhammad." Dengan nada jengkel, Umar berkata: "Apa yang terjadi pada
keluargaku?" Lelaki itu menjawab: "Saudara perempuanmu dan suaminya telah
masuk Islam, sedangkan engkau tidak mengetahuinya." Umar segera mencari
saudara perempuannya dan suaminya di mana saat itu keduanya sedang membaca
Al-Qur'an.
Ketika melihat Umar,
mereka menyembunyikan Al-Qur'an. Umar bertanya: "Sepertinya aku mendengar
suara bisikan dari luar." Tetapi saudara perempuannya mengatakan:
"Tidak." Kemudian suaminya ikut campur dan Umar pun tampak marah
kepadanya. Wanita itu bangkit untuk membela suaminya lalu Umar memukulnya
sehingga darah segar mengucur darinya. Darah itu justru membangkitkan sumber
rahmat dari diri Umar. Akhirnya, Umar mengambil air wudhu agar mereka
mengizinkan untuk membaca Al-Qur'an. Umar pun membacanya. Belum lama Umar
membacanya sehingga ia pergi menemui Rasul saw.
Tanpa ragu, Umar memilih
untuk masuk Islam. Dan pedang yang dibawanya itu menjadi pedang yang paling
kuat yang dengannya ia mempertahankan agama Muhammad saw. Kemudian ia mengetuk
pintu untuk menemui Rasul saw di mana saat itu beliau bersama sahabatnya. Dari
celah-celah pintu, sahabat Nabi melihat Umar bin Khatab sedang menghunuskan
pedang. Kemudian sahabat itu kembali kepada Nabi dengan membawa berita yang
sangat mengejutkan ini. Ia menduga bahwa Umar datang dengan maksud jahat.
Rasulullah saw bangkit
dan memerintahkan para sahabatnya agar membiarkan Umar. Rasulullah saw
membukakan pintu Kemudian ia menyambut Umar bin Khatab dan bertanya kepadanya
apa yang diinginkannya. Umar menjawab bahwa ia datang untuk mengucapkan dan
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.
Orang-orang Quraisy mulai
merasa bahaya akan mereka temui setelah keislaman Umar dan Hamzah. Para
tokoh-tokoh Mekah dan orang-orang yang dihormati telah masuk Islam. Sebelum
Umar masuk Islam, kaum Muslim bertawaf di Ka'bah secara rahasia dan dengan
malu-malu, namun ketika Umar masuk Islam ia menampakkan keislamannya dan ia
menantang orang yang mencegahnya untuk bertawaf, bahkan banyak orang-orang
memberikan jalan padanya saat tawaf. Mekah mengetahui bahwa ia menghadapi suatu
dakwah yang akan dapat mengubah jazirah Arab.
Rasa ketakutan mulai
menghantui para pemuka Quraisy dan mereka menetapkan metode baru untuk
menghadapi kaum Muslim. Mereka yang sebelumnya menggunakan metode penghinaan
dan pengejekan kini mulai mencoba untuk memblokade kaum Muslim secara ekonomi
dan kemanusiaan. Kaum musyrik mengadakan perkumpulan dan pertemuan untuk
memboikot kaum Muslim. Mereka mengadakan pertemuan itu di Ka'bah, sebagai
penghormatan kepadanya. Orang-orang musyrik menghormati Ka'bah meskipun mereka
memenuhinya dengan berbagai macam patung yang mereka sembah dalam rangka
mendekatkan mereka kepada Allah. Pasal kesepakatan itu menetapkan, hendaklah
penduduk Mekah tidak menjual barang apapun kepada kaum Muslim dan hendaklah
mereka tidak menikah dengan kaum Muslim. Dengan ketetapan yang kejam tersebut,
mereka ingin menghancurkan kaum Muslim dan membunuh perekonomian mereka.
Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman kepadanya terpaksa berlindung di
dusun Bani Hasyim. Mereka dilindungi oleh keturunan Bani Muthalib, baik mereka
orang-orang kafir maupun orang-orang beriman kecuali musuh Allah SWT, Abu Jahal
di rnana ia bersama orang-orang Quraisy menentang kaummnya.
Kemudian Dimulailah
blokade ekonomi terhadap kaum Muslim di mana tidak ada makanan dan minuman yang
datang kepada mereka, sehingga penderitaan yang sulit kini dialami oleh
sahabat-sahabat Nabi. Ketika kafllah perdagangan datang ke Mekah dan salah
seorang dari sahabat Nabi menemui mereka di pasar untuk membeli makanan untuk
keluarganya, maka Abu Lahab berdiri dan berkata kepada para penjual, wahai para
pedagang, mahalkanlah dagangan kalian terhadap sahabat-sahabat Muhammad,
sehingga mereka tidak mampu membelinya dan aku menjamin kerugian yang kalian
alami, bahkan aku akan membeli apa saja yang ingin mereka beli dari kalian.
Mendengar hal tersebut,
para pedagang pun menjual barang dagangannya dengan harga yang tidak wajar,
sehingga seorang Muslim kembali ke rumah keluarganya tanpa membawa sedikit pun
makanan. Kemudian padagang itu pergi ke Abu Lahab dan memin-ta kepadanya agar
membeli barang yang ingin dibeli orang Muslim. Demikianlah peperangan tersebut
terus terjadi sehingga kaum Muslim merasakan penderitaan yang sangat luar biasa
di mana mereka dalam keadaan kelaparan dan kekurangan pakaian yang layak.
Peperangan ekonomi ini terjadi selama tiga tahun penuh. Saking menderitanya
para sahabat sampai-sampai Sa'ad bin Abi Waqas pernah keluar pada suatu hari
untuk memenuhi hajatnya, lalu ia mendengar suara gemerincing di bawah air
kencing. Tiba-tiba ia menemukan sepotong kulit unta yang kering lalu ia
mengambilnya dan membasuhnya. Kemudian ia membakarnya dan mencucinya dengan air
sampai bersih lalu ia menjadikannya makanan selama tiga hari.
Selama tiga tahun
tersebut wahyu tetap turun kepada Rasul saw dan seakan-akan ia melupakan bencana
yang keras ini. Allah SWT ingin mendidik para pengikut agama-Nya agar mereka
mampu memikul segala penderitaan.
Meskipun kaum Muslim
mendapatkan berbagai ujian selama tiga tahun tersebut, tetapi aktifitas dakwah
Islam tidak pernah padam dan tidak pernah surut. Kaum Muslim bertemu
orang-orang selain mereka pada musim haji lalu mereka berbicara kepada
orang-orang tersebut tentang keberadaan Allah SWT dan mereka meminta kepada
para pengujung itu untuk mencari rahmat Allah SWT dan ampunan-Nya. Keteguhan kaum
Muslim dan keberanian mereka telah memikat banyak orang sehingga mereka masuk
Islam. Bahkan orang-orang musyrik mulai bertanya kepada diri mereka dan
mempertanyakan kebenaran apa tindakan mereka. Lalu kecemburuan kepada kebenaran
mulai menyerang hati.
Kemudian Selesailah
peperangan ekonomi terhadap kaum Muslim di mana kaum musyrik melihat itu tidak
berdampak terlalu besar bagi kaum Muslim. Meskipun kaum Muslim menerima
penderitaan dan kerugian namun jumlah mereka tetap bertambah dan keimanan
mereka semakin kuat serta kepercaayaan kepada Allah SWT pun semakin meningkat.
Lalu datanglah tahun kesedihan kepada Nabi. Belum lama Rasulullah saw merasakan
dan menghirup udara segar setelah tiga tahun masa blokade dan beliau ingin
memulai kehidupan barunya dan dakwahnya, sehingga beliau dikagetkan dengan
kematian isteri tercintanya Ummul Mukminin Khadijah dan kematian pamannya yang
tercita Abu Thalib.
Abu Thalib adalah seorang
yang besar yang memiliki kewibawaan di tengah-tengah kaum Quraisy, sehingga
usaha kaum Quraisy untuk menyakiti Nabi menjadi terbatas ketika mereka
berhadapan dengan "tembok perlindungan" Abu Thalib kepada
kemenakannya. Sedangkan Khadijah merupakan tempat perlindungan dan kedamaian
bagi Nabi. Ia adalah hati yang sangat penyayang yang banyak menghibur Nabi saat
beliau berdakwah. Khadiijah adalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik isteri.
Begitu juga, bagi Khadijah Rasulullah saw adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik
suami, sebaik-baik pembantu, dan sebaik-baik sahabat.
Rasulullah saw sangat
sedih ketika kehilangan dua orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya
itu, bahkan para sejarawan menamakan tahun tersebut dengan tahun kesedihan.
Sebaliknya, orangorang musyrik justru bergembira dengan kesedihan Rasul saw
itu. Mereka menganggap bahwa Rasul saw tidak lagi memiliki seorang tua yang
mampu melindunginya dan tidak lagi memiliki seorang isteri yang dapat
meringankan beban penderitaannya.
Setelah kematian dua
orang tcrscbut, penindasan dan penganiayaan kaum Quraisy kepada Nabi semakin
meningkat dan orang-orang musyrik memilih waktu yang tepat untuk menyembelih
binatang di Mekah lalu mereka membawa usus-usus atau jeroan dari unta dan
mereka melemparkannya dan meletakkannya di atas punggung Nabi saat beliau
sujud. Kemudian berita memilukan itu sampai kepada putri tercintanya, Fatimah
az-Zahrah, sehingga ia segera datang dan berusaha membela ayahnya dan
membersihkan kotoran yang ada di pundak ayahnya itu. Demikianlah kemuliaan Siti
Fatimah az-Zahra yang senantiasa melindungi ayahnya.
Betapa sedihnya Nabi saw
ketika beliau melihat bahwa keadaan beliau sampai pada batas di mana anak
perempuan beliau pun turut membelanya. Namun beliau tetap bersabar dalam
berdakwah di jalan Allah SWT. Pada suatu hari beliau berpikir untuk pergi ke
Tha'if di mana di sana dihuni oleh kaum Tha'if. Barangkali beliau berkata dalam
dirinya: jika di sini aku mendapati hati-hati yang telah membeku dan telah
berhubungan mesra dengan kebatilan ialu mengapa aku tidak pergi ke Tsaqif.
Barangkali Allah SWT akan membukakan pintu dakwah di sana. Mungkin di sana
masih terdapat hati yang akan terbuka guna menerima kebenaran.
Saat itu kaum musyrik
memberlakukan blokade umum atas dakwah yang dipimpin oleh Rasulullah saw
sehingga tekanan kepada beliau semakin meningkat sampai pada batas di mana
pergerakan dakwah tidak dapat bergerak satu langkah pun. Keadaan demikian ini
sangat menggelisahkan Nabi. Beliau ingin untuk melepaskan belenggu yang
mengikatnya. Lalu beliau memutuskan untuk pergi ke Tha'if. Jarak antara Mekah
dan Tha'if lebih dari tujuh puluh kilo meter. Nabi menempuh perjalanan itu
dengan jalan kaki, pergi dan pulang.
Kita tidak mengetahui
pemikiran-pemikiran apa yang terlintas dalam benak Rasulullah saw saat beliau
pergi dan menemui kabilah yang kafir kepada Allah SWT ini. Yang kita ketahui
adalah bahwa beliau pergi ke sana dengan membawa rahmat dunia dan akhirat.
Tetapi mereka justru membalas sikap baik Rasulullah saw itu dengan tindakan
jahiliyah. Mereka bersikap buruk kepada beliau dan mendustakannya. Rasulullah
saw tinggal di sana selama sepuluh hari. Beliau mondar-mandir dari satu rumah
ke rumah yang lain dan dari pasar ke pasar yang lain dan dari satu jalan ke
jalan yang lain. Tak seorang pun yang mendengar kedatangan beliau di sana; tak
seorang pun yang mau mendengar dakwah beliau dan tak seorang pun yang mau
beriman kepada ajakannya. Bahkan masyarakat di situ semakin menjadijadi dalam
menyerang Rasulullah saw dan mengejeknya.
Pada hari yang terakhir
yang mana beliau telah menetapkan untuk kembali ke Mekah. Rasulullah saw
berdiri di Tha'if dan mengharap kepada masyarakat di sana agar merahasiakan
kunjungannya kepada mereka sehingga pencelaan yang beliau terima di Mekah
terhadap agama yang dibawanya tidak semakin menjadi-jadi. Tetapi penduduk
Tha'if menolak permohonan yang terakhir ini. Mereka tidak cukup melakukan hal
itu tetapi mereka melakukan perbuatan terburuk yang dilakukan manusia terhadap
sesama manusia. Mereka menahan keluarga orang-orang yang bodoh dan orang-orang
biasa untuk membentuk dua barisan dan memerintahkan mereka untuk melempari
Rasulullah saw dengan batu dan mengejeknya. Nabi keluar dari Tha'if dan beliau
mendapatkan lemparan bertubi-tubi dari keluarga Tha'if bahkan beliau merasakan
kepedihan saat kakinya terkena lemparan batu itu sehingga darah suci mengucur
dari kaki beliau.
Kemudian Rasulullah saw
diusir sehingga beliau sampai di suatu kebun yang dimiliki oleh dua orang dari
orang-orang kaya Tha'if. Di sana beliau duduk di bawah naungan pohon anggur.
Dua orang pemilik kebun itu merasa kasihan melihat keadaan orang yang terusir
dan terluka itu. Mereka membawa kepadanya setangkai anggur dengan seorang
pembantu. Pembantu mereka adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si pembantu
meletakkan setangkai anggur itu depan Rasul saw lalu beliau mengulurkan
tangannya kepadanya sambil berkata: "Bismillahirahmanirrahim (Dengan nama
Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Adas berkata kepada Nabi,
perkataan ini tidak begitu dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi berkata:
"Anda dari daerah mana?" Adas menjawab: "Aku adalah seorang
Nasrani dari Nainawa." Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki
saleh Yunus bin Mata?" "Bagaimana engkau tahu tentang Yunus?, sambung
lelaki itu. Nabi berkata: "Itu adalah saudaraku. Ia adalah seorang Nabi
aku pun seorang Nabi."
Mendengar jawaban Rasul
saw, Adas segera merobohkan tubuhnya di depan kedua kaki Rasul saw lalu ia
menciuminya sambil menangis. Akhirnya, pembantu Nasrani itu masuk Islam
sehingga ia menambah barisan kaum Muslim. Ia adalah seorang yang menjadi Muslim
ketika Rasulullah saw berhijrah ke Tha'if. Inilah harga yang harus dibayar
Rasulullah saw sclania dua minggu saat beliau berada di Tha'if, dan kemudian
bcliau terkena cobaan dengan mengucurnya darah dari kaki beliau akibat lemparan
batu penghuni Tha'if.
Kemudian Rasulullah saw
kcmbali ke Mekah beliau kembali dalam keadaan ditolak oleh pcnduduk Tha'if dan
kini beliau kembali menerima penolakan itu di Mekah. Meskipun demikian, beliau
merasakan kesedihan yang mendalam melihat sikap kaumnya. Namun ketika kebencian
semakin deras mengalir kepada beliau, hati beliau justru semakin bersemangat
dan semakin dipenuhi dengan rahmat kemudian datanglah kepada Nabi masa di mana
tampak di dalamnya Islam asing, dan tampak di dalamnya Nabi seorang diri, tanpa
penolong.
Pada saat demikian ini
ketika manusia mulai meninggalkan Rasulullah saw lalu langit turut campur dan
terjadilah peristiwa besar dan mukjizat terbesar pada diri Nabi, yaitu Isra'
dan Mi'raj. Ia adalah mukjizat yang tidak berhubungan dengan dakwah Islam; ia
tidak datang untuk memperkuat dakwah ini atau menetapkannya tetapi ia datang
semata-mata untuk memperkuat keteguhan Nabi dan sebagai penghormatan kepadanya.
Seakan-akan Allah SWT ingin berkata kepada Nabi, jika saja penduduk bumi tidak
memujimu, maka penduduk langit mengenal kedudukanmu dan memberikan pujian yang
layak kepadamu dan jika manusia menolak dakwahmu dan menolak keberadaanmu, maka
sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan memuliakanmu.
Untuk melihat tanda-tanda
kebesaran-Nya, munculnya mukjizat Isra' dan Mi'raj dalam sejarah para nabi
sebagai mukjizat satu-satunya yang tiada tandingannya dibandingkan dengan kisah
nabi yang lain. Kita mengetahui bahwa di deretan para nabi ada nabi-nabi yang
dinamakan oleh Allah SWT sebagai para kekasih-Nya dan sebagai para
pendamping-Nya, seperti Nabi Ibrahim. Kita juga melihat bahwa di antara para
nabi ada seseorang yang diajak bicara oleh Allah SWT tanpa perantara, seperti
Nabi Musa. Kita juga melihat di antara para nabi ada yang didukung oleh Allah
SWT dengan ruhul kudus, seperti Nabi Isa. Tetapi untuk pertama kalinya kita
berada di hadapan seorang nabi yang diajak dan dipanggil oleh Allah SWT untuk
menuju ke sisi-Nya.
Beliau naik bersama
Jibril dengan jasadnya dan ruhaninya sehingga Jibril berdiri di suatu tempat
dan Nabi maju sendirian. Itu adalah tingkat dari tingkat kehormatan di mana
pena terasa keluh untuk mengungkapkannya dan sejarawan tidak dapat menulis apa
yang terjadi saat itu. Kita telah melihat dalam kisah para nabi seorang nabi
yang meminta kepada Tuhannya agar memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia
menghidupkan orang-orang yang mati. Allah SWT bertanya kepadanya, apakah ia
belum beriman akan hal itu? Ibrahim menjawab: Bahwa ia beriman tetapi ia ingin
menenangkan hatinya.
Kita juga melihat dalam
kisah para nabi seorang nabi yang cintanya kepada Allah SWT memancar dalam
kalbunya sehingga ia meminta:
"Ya Tuhanku,
nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau".
(QS. al-A'raf: 143)
Namun Allah SWT menjawab
kepada Musa tentang kemustahilan melihat Allah SWT atas manusia. Nabi Musa
memahami bahwa makhluk manapun tidak akan mampu menahan beban penampakan dari
Zat sang Pencipta.
Adapun Muhammad bin
Abdillah ia tidak bertanya kepada Tuhannya dan meminta kepadanya untuk diberi
mukjizat atau kejadian yang luar biasa; ia tidak meminta kepada Tuhannya agar
dapat melihat Zat-Nya dan ia tidak berusaha mencari ketenangan dalam hatinya.
Cintanya kepada Allah SWT termasuk bentuk cinta yang sulit untuk dipahami atau
diselami kedalamannya oleh para tokoh pecinta dan cintanya tersebut bukan
termasuk bentuk yang menimbulkan berbagai pertanyaan. Cinta beliau melampaui
tingkat permintaan menuju ketingkat penyerahan dan kepuasan atau ridha. Segala
sesuatu yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah SWT.
Rasulullah saw berkata
saat beliau dalam keadaan ditolak dan diusir dan terluka akibat perbuatan kaum
Tha'if: "Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak peduli dengan
mereka."
Lihatlah tingkat cinta
yang tinggi itu: bagaimana tingkat tersebut menyebabkan beliau merasa rendah
diri sehingga beliau berkata, "jika Engkau tidak murka kepadaku ..."
Seakan-akan beliau tidak menginginkan selain ridha Allah SWT dan yang beliau
khawatirkan adalah kemarahan Allah SWT.
Sungguh adab yang
diterapkan Rasulullah saw kepada Tuhannya adalah adab yang paling layak dan
paling tinggi yang sesuai dengan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang
paling sempurna.
Demikianlah mukjizat
Isra' dan Mi'raj. Mukjizatyang tujuannya adalah menghormati kepribadian
Rasulullah saw; mukjizat yang membangkitkan peranan akal dan hati secara
bersama. Para nabi tanpa terkecuali didukung oleh bcrbagai macam mukjizat yang
terjadi di muka bumi bahkan para nabi yang diangkat ke langit seperti Nabi
Idris dan Nabi Isa, maka pengangkatan mereka sebagai bentuk menyelamatkan mereka
dari usaha pembunuhan atau penyaliban. Mukjizat mereka saat mereka diangkat ke
langit adalah bentuk akhir dari aktifitas mereka di muka bumi.
Ini adalah kali pertama
ketika kita mendapati suatu mukjizat yang tempat utamanya di langit; suatu
mukjizat yang terwujud bersama seorang Nabi yang diangkat ke langit dengan
jasadnya dan ruhaninya saat beliau masih hidup. Di sana Allah SWT
memperlihatkan kepadanya tanda-tanda kekuasaan-Nya. Kemudian beliau kembali ke
bumi di mana beliau akan mendapatkan berbagai macam tantangan dan cobaan yang
biasa diterima oleh penduduk bumi. Muhammad bin Abdillah adalah manusia yang
pertama melewati planet bumi dan beliau menembus bulan dan matahari dan
bintang-bintang. Kita menyaksikan di zaman kita manusia pertama atau astronot
pertama yang mampu menembus ruang angkasa. Ruang angkasa itu baru dapat
ditembus oleh manusia setelah empat belas abad dari turunnya risalah Muhammad
saw, namun sejak empat belas abad yang lalu Nabi Islam telah dapat menembus
ruang angkasa itu, bahkan beliau mencapai Sidratul Muntaha dan puncak
al-Muntaha.
Beliau sampai pada batas
yang di situlah alam makhluk diakhiri dan beliau menembus alam gaib. Bukankah
surga bagian dari alam gaib? Beliau sampai di surga. Allah SWT menamakannya
dengan Jannatul Ma'wah. Beliau sampai pada batas terputusnya ilmu manusia dan
tiada yang mengetahui hakikat ilmu tersebut kecuali Allah SWT. Mukjizat Isra'
bukanlah mukjizat Mi'raj, meskipun kedua-duanya terjadi di satu malam.
Peristiwa Isra' dan Mi'raj dikutip oleh dua surah yang berbeda dalam Al-Qur'an
al-Karim. Allah SWT berfirman tentang mukjizat Isra':
"Maha Suci Allah,
yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya
sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui." (QS. al-Isra': 1)
Sedangkan berkaitan
dengan mukjizat Mi'raj, Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya
Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang
lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal.
(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang
meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu
dan tidak (pula) melampauiya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian
tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (QS. an-Najm: 13-18)
Pada malam Isra' dan
Mi'raj, Nabi Muhammad berkeliling di sekitar Ka'bah dan berdoa kepada Allah
SWT. Beliau dalam keadaan pucat wajahnya dan kedua air matanya mengucur; beliau
tidak bertawaf bersama seseorang pun; beliau tawaf sendirian lalu orang-orang
kafir dan orang-orang musyrik memandang beliau dengan pandangan kebencian saat
beliau bertawaf dan berdoa. Allah SWT melihat hamba-Nya yang khusuk itu lalu
Allah SWT menurunkan perintah-Nya kepada Ruhul Amin yaitu malaikat Jibril agar
menemani hamba-Nya dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha Kemudian
membawanya naik ke langit agar dia dapat melihat tanda-tanda kebesaran
Tuhannya.
Di suatu rumah yang mulia
dan sederhana dari rumah-rumah yang ada di Mekah, Nabi saw sedang tidur dan
datanglah waktu pertengahan malam. Jibril turun dan memasuki rumah sang Rasul
saw. Jibril as berdiri di sisi kepala sang Nabi dan ia melihat kepadanya dengan
pandangan cinta. Pandangan Jibril itu membangunkan Rasul saw kemudian beliau
membuka kedua matanya dan bangkit dari tempat tidurnya.
Jibril berkata kepada
Nabi saw, salam kepadamu wahai Nabi yang mulia. Allah SWT ingin agar engkau
melihat sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya di alam. Kemudian Jibril berjalan
bersama Nabi saw. Mereka keluar dari rumah dan beliau menyaksikan Buraq yaitu
makhluk yang menyerupai burung dan mempunyai sayap seperti burung garuda;
makhluk yang terbuat dari kilat. Karena itu, ia dinamakan dengan Buraq. Kilat
adalah listrik dan listrik adalah cahaya. Cahaya adalah makhluk yang tercepat
yang kita kenal di bumi. Kilauan cahaya pada satu detik saja mencapai 186 ribu
mil. Kita tidak akan terlibat terlalu jauh tentang kendaraan luar angkasa yang
digunakan dalam perjalanan itu; kita tidak akan bertanya bagaimana Nabi saw
menembus alam ruang angkasa tanpa ada latihan sebelumnya dan berapa lama waktu
yang beliau gunakan untuk pulang pergi; kami juga tidak akan bertanya tentang
kecepatan Buraq; kami tidak heran dengan usaha penembusan luar angkasa ini;
kita tidak akan bertanya tentang semua itu karena kita mempunyai satu jawaban
dari semuanya: Allah SWT berkehendak agar hal itu terjadi dan untuk itu Allah
SWT mengatakan kun jadilah, maka jadilah.
Para ulama beselisih
pendapat tentang apakah Isra' dan Mi'raj terjadi dengan ruh saja atau dengan
ruhani dan jasad sekaligus. Ahli hakikat mengatakan bahwa itu terjadi dengan
ruh dan jasad. Tentu perselisihan itu berakibat pada perselisihan akal dan
terjerumus dalam perangkap kaifa (bagaimana) dan bertanya tentang kekuasaan
Allah SWT dan usaha untuk menundukkan masalah ini terhadap sebab-sebab yang
biasa atau hukum-hukum kita yang alami atau logika kemanusiaan. Allah Maha Suci
dan Maha Tinggi dari semua itu. Apakah seseorang akan bertanya, bagaimana
Rasulullah saw naik berserta ruh dan fisiknya ke puncak segala puncak di langit
kemudian beliau kembali sebelum tempat tidurnya dingin? Mukjizat apa yang
terjadi di sini yang melebihi mukjizat berubahnya air mani menjadi manusia dan
berubahnya benih menjadi pohon atau mukjizat air yang menghidupkan tanah, atau
ia mampu memuaskan kehausan si dahaga atau mukjizat cinta yang mengikat dua
hati yang belum pernah mengenal?
Sementara itu, Buraq
menundukkan badannya kepada Nabi saw kemudian Nabi saw menungganginya bersama
Jibril dan Buraq pergi bagaikan anak panah dari cahaya di atas gunung Mekah dan
pasir-pasir menuju ke utara. Jibril mengisyaratkan agar menuju arah gunung
Saina' lalu Buraq itu berhenti. Jibril berkata di tempat yang diberkati ini,
Allah SWT berdialog dengan Musa as. Kemudian Buraq kembali pergi ke Baitul
Maqdis, Nabi saw turun dari pesawat ini yang berjalan lebih cepat dari cahaya
dan jutaan kali lebih cepat darinya dan ia tidak berubah dari cahaya.
Nabi berjalan bersama
Jibril dan memasuki Baitul Maqdis. Beliau memasuki masjid dan beliau mendapati
semua nabi sedang menunggunya di sana. Allah SWT membangkitkan gambar para
nabi-Nya dari kematian dan mengumpulkan mereka di Mesjid Aqsha. Para malaikat
memberinya suatu bejana yang di dalamnya terdapat susu dan bejana yang lain
yang di dalamnya terdapat khamer. Lalu beliau memilih susu dan meminumnya.
Dikatakan pada beliau, sesungguhnya engkau telah memilih fltrah dan umatmu akan
memilih fitrah.
Para nabi mengitari Rasul
saw dan datanglah waktu salat. Para nabi bertanya di antara sesama mereka,
siapa di antara mereka yang menjadi imam salat, apakah itu Adam, Nuh, Ibrahim,
Musa atau Isa? Jibril berkata kepada Muhammad saw, sesungguhnya Allah SWT
memerintahkanmu untuk salat bersama para nabi. Rasulullah saw berdiri dan salat
bersama para nabi. Mereka semua adalah orang-orang Muslim dan beliau adalah
orang-orang Muslim yang pertama. Secara logis bahwa beliau layak menjadi imam
dari para nabi sebagaimana kitabnya dijadikan kitab yang terbaik daripada
kitab-kitab yang mendahuluinya. Beliau membacakan Al-Qur'an kepada mereka dan
beliau menangis saat membacanya. Kekhusukan beliau saat membacanya membuat para
nabi pun menangis. Dan ketika para nabi sujud di belakang imam mereka,
pohon-pohon dan bintang-bintang pun turut bersujud.
Selesailah waktu salat
dan para nabi membubarkan diri. Setiap nabi kembali ke langit yang mereka
tinggal di dalamnya. Nabi keluar dari masjid bersama Jibril dan mereka kembali
menunggang Buraq seperti panah dari cahaya. Buraq semakin meninggi dan ia
melewati langit pertama lalu beliau menyaksikan Nabi Adam. Kemudian ada
panggilan dari Allah SWT: "Hendaklah hamba-Ku semakin meninggi dan
menjauh." Kemudian hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah semakin terbang
menjauh ia melampaui langit demi langit. Beliau melampaui tempat materi dan
mulai menjangkau tempat ruhani dan melewatinya. Beliau bersiap berdiri di
haribaan Ilahi; beliau semakin tinggi dan jauh di tingkat dan dipuncak ruhani
dalam kecepatan yang tidak kurang dari kecepatan kilat.
Beliau melampaui
kedudukan Nabi Adam di langit pertama dan melampaui kedudukan Nabi Yahya dan
Nabi Isa di langit kedua. Lalu Tuhan pemilik kemuliaan memanggil,
"hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Kemudian hamba Allah SWT dan
Nabi-Nya yang mulia mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi. Beliau melampaui
langit yang ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ketujuh. Beliau melampaui alam
materi semuanya dan melampaui alam ruhani. Akhirnya, beliau sampai ke Sidratul
Muntaha. Beliau sampai di tempat yang suci yang Allah SWT menamakannya dengan
sebutan Sidratul Muntaha dan di sana Nabi melihat dan menyaksikan Jannatul
Ma'wa. Beliau menyaksikan yang kita tidak mampu mengetahuinya dan memahaminya
bahkan membayangkannya:
"(Muhammad melihat
Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidnk
(pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 16-17)
Sungguh terjadilah pada tempat
itu apa yang terjadi dengannya. Dengan kebesaran yang misteri ini, Allah SWT
memberitahu kita bahwa terjadilah hal penting di sana meskipun hakikat hal
tersebut tersembunyi dari kita. Sesuatu yang Allah SWT sembunyikan dari kita
tersebut disaksikan oleh Rasul saw. Itu adalah mukjizat yang khusus baginya;
itu adalah tingkat cinta yang tidak tersingkap tabirnya karena ketinggiannya
yang tidak mampu ditangkap oleh pengetahuan manusia biasa.
Kemudian Tuhan pemilik
surga dan neraka memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi."
Hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah menaik ke tempat yang tinggi. Kali ini
beliau melihat Jibril yang berada di belakangnya lalu beliau mendapatinya dalam
keadaan bertasbih kepada Allah SWT. Jibril tidak berada dalam wujud manusia
seperti yang Nabi saksikan ketika berada di dunia. Jibril as kembali ke dalam
wujud malaikatnya. Nabi melihat Jibril dan ia merupakan tanda kebesaran Allah
SWT yang Allah SWT janjikan untuk diperlihatkan kepadanya:
Penglihatannya (Muhammad)
tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya."
(QS. an-Najm: 17)
Pemandangan itu terjadi
dengan hati dan mata serta panca indera yang dikenal dan yang tidak dikenal.
Pemandangan itu benar-benar jelas. Di sana bukan mimpi, bukan khayalan, dan
bukan gambaran. Rasul saw melihat semua itu dengan jasadnya dan ruhaninya:
"Penglihatannya
(Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula)
melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Kemudian Rasulullah saw
menuju ke tempat yang tinggi dan lebih tinggi lagi. Beliau semakin naik ke
tingkat yang makin tinggi sampai beliau berdiri di hadapan Tuhan Pencipta
langit dan bumi dan Penebar kasih sayang di dunia dan di akhirat. Orang Muslim
yang paling sempurna itu bersujud di hadapan Tuhan Sang Pencipta sambil
berkata: "Sungguh penghormatan dan keberkatan serta shalawat yang baik
tertuju hanya kepada Allah SWT." Allah SWT membalasnya: "Salam
kepadamu wahai Nabi dan rahmat Allah SWT serta berkat-Nya juga tercurah
kepadamu." Para malaikat pun ketika mendengar ucapan itu bertasbih dan
mengatakan: "Salam kepada kita dan kepada hamba-hamba Allah SWT yang
saleh."
Ungkapan-ungkapan
tersebut merupakan permulaan tahiyat (penghormatan) yang diucapkan orang-orang
Muslim saat mereka melaksanakan salat pada setiap hari. Salat telah diwajibkan
atas kaum Muslim pada kesempatan yang besar ini. Hal populer di kalangan
umumnya kaum Muslim adalah, bahwa Allah SWT mewajibkan atas Nabi mula-mula lima
puluh salat sehari. Kemudian
Nabi turun dari langit lalu beliau menemui Nabi Musa. Selanjutnya Nabi Musa
bertanya kepadanya tentang jumlah salat yang diwajibkan Allah SWT kepada
umatnya. Nabi menceritakan bahwa Allah SWT telah menentukan lima puluh kali
salat. Nabi Musa berkata sungguh umatmu tidak akan kuat untuk melakukan salat itu,
maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mohonlah kepadanya agar Dia meringankan bagi
umatmu. Lalu Nabi kembali kepada Tuhan-Nya sehingga Allah SWT meringankan salat
hingga sepuluh kali. Setelah itu, Nabi kembali bertemu dengan Nabi Musa.
Lagi-lagi Nabi Musa memperingatkannya. Kemudian Nabi kembali lagi kepada Allah
SWT sehingga sampai diturunkan salat dari lima puluh kali menjadi lima kali
sehari. Namun salat yang lima kali itu pahalanya sama dengan salat yang lima
puluh kali.
Menurut hemat kami, kisah
tersebut tidak memiliki sandaran dalam kitab-kitab ulama yang benar-benar
teliti. Kami kira, kisah itu tersebut merupakan rekayasa orang-orang Yahudi di
mana mereka masuk Islam dan mereka memenuhi kitab-kitab dengan dongeng-dongeng
khurafat dan mereka menisbatkannya kepada Rasul. Prasangka tersebut didukung
oleh pemilihan Musa sebagai seorang Nabi yang mengusulkan kepada Rasul saw agar
meminta keringanan atas umatnya sehingga terkesan Nabi Musa menjadi seseorang
yang lebih mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh Nabi Muhammad. Kami
sendiri cenderung untuk menolak kisah tersebut dengan keyakinan bahwa pertemuan
Nabi dengan Allah SWT menimbulkan rasa kebesaran dan kewibawaan yang luar biasa
sehingga ketika Nabi telah pergi, maka sangat berat baginya untuk kembali lagi.
Nabi menyaksikan dan
melihat hal-hal yang tidak mampu diungkap oleh lisan dan tidak mampu ditulis
dengan pena. Beliau berada di suatu keadaan yang tidak dapat dipahami oleh
manusia biasa. Al-Qur'an al-Karim sengaja tidak mcnyebutkan apa saja yang dilihat
oleh Nabi karena itu mernpakan rahasia antara Nabi dan Tuhannya dan mukjizat
yang khusus yang diperuntukkan baginya sebagai bentuk penghormatan kcpadanya.
Jadi Al-Qur'an sengaja tidak menyebutkan itu semua untuk menegaskan bahwa
beliau melihat tanda dari tanda-tanda kebesaran Tuhannya.
Kami tidak mengetahui apa
yang dilihat oleh Nabi. Hal yang dapat kami bayangkan adalah, bahwa Nabi
bersujud dengan khusuk di hadapan Tuhannya dan beliau menangis karena gembira.
Kesedihan hatinya telah hilang selamanya. Setelah Nabi melihat rahasia dan
setelah penghormatan yang besar ini, beliau kembali menemani Buraq dan pergi
bersama Jibril untuk kembali ke bumi. Beliau kembali dan mendapati tempat
tidurnya masih dingin. Bagaimana beliau pergi dan kembali sementara tempat
tidumya belum dingin? Berapa lama waktu yang diperlukannya saat melakukan
perjalanan tersebut? Hanya Allah SWT semata yang mengetahui. Yang kita ketahui
adalah, bahwa Rasulullah saw kembali ke tempat tidurnya setelah Isra' dan
Mi'raj dan hatinya dipenuhi dengan kegembiraan serta dadanya dipenuhi dengan
ketenangan dan kepuasan serta kefanaan dalam cinta kepada Allah SWT.
Kemudian datanglah waktu
pagi. Nabi menceritakan perjalanan dan pengalaman tersebut kepada
sahabat-sahabatnya dan orang-orang Musyrik sehingga berimanlah orang-orang yang
beriman padanya dan mendustakan kepadanya orang-orang yang mendustakannya.
Namun beliau tidak peduli dengan semua itu. Nabi terus melangsungkan
perjuangannya dengan penuh kesabaran.
Akhirnya, datanglah suatu
masa di mana Nabi saw mengetahui bahwa dakwah Islam di Mekah telah mengalami
penekanan yang luar biasa sehingga keadaan sangat tidak mendukung bagi kaum
Muslim. Rasulullah saw bergerak dengan dakwahnya. Lalu Allah SWT mewahyukan
kepadanya agar ia berhijrah. Kemudian mulAllah Nabi berhijrah di jalan Allah
SWT setelah tiga belas tahun beliau di Mekah. Islam ingin membangun negaranya
dan ingin menghilangkan pengepungan dan serangan kaum musyrik. Mula-mula
terjadilah perubahan sedikit dalam keadaan kaum Muslim.
Rasulullah saw keluar
dalam musim haji untuk menunjukkan dirinya pada kabilah-kabilah Arab
sebagaimana yang beliau lakukan pada setiap musim. Beliau berada di tempat yang
bernama 'Aqabah, lalu beliau bertemu dengan jamaah dari Khazraj. Rasulullah saw
berkata kepada mereka, "siapa kalian?" Mereka menjawab: "Kami
berasal dari kelompok Khazraj." Beliau berkata. "apakah kalian
termasuk pembantu kaum Yahudi?" Mereka menjawab, "benar." Beliau
berkata, "maukah kalian duduk bersama aku karena aku ingin sedikit
berbicara dengan kalian." Mereka menjawab: "Boleh." Kemudian
mereka duduk bersama Nabi lalu beliau mengajak mereka untuk mengikuti agama
Allah SWT.
Rasulullah saw sedikit
menceritakan Islam kepada mereka dan membacakan Al-Qur'an. Enam orang
mendengarkan apa yang disampaikan oleh Nabi saw. Setelah beliau selesai dari
pembicaraannya, mereka membenarkannya dan beriman kepadanya. Kemudian mereka
menceritakan kepada Nabi saw bahwa mereka meninggalkan kaumnya karena kaum
mereka terlibat peperangan dan kebencian. Mudah-mudahan Allah SWT mengumpulkan
mereka dengan kedatangan Nabi saw yang mulia ini. Mereka memberitahu Nabi saw
bahwa mereka akan menceritakan kepada kaumnya apa yang mereka dengar dari Nabi
saw dan akan mengajak mereka untuk memenuhi dakwah Nabi.
Keenam lelaki itu kembali
ke kota Madinah yang berubah namanya menjadi Madinah Munawarah yang sebelumnya
ia bernama Yatsrib di zaman jahiliah. Allah SWT berkehendak untuk meneranginya
dengan Islam. Para lelaki itu kembali ke Madinah dan mereka membawa Islam di
hati mereka sehingga banyak orang yang masuk Islam.
Kemudian datanglah musim
haji dan keluarlah dari Madinah dua belas orang lelaki dari orang-orang yang
beriman yang di antara mereka terdapat enam orang yang Rasulullah saw telah
berdakwah kepada mereka pada musim yang dulu dan Nabi saw menemui mereka di
'Aqabah. Kemudian Nabi melakukan baiat pada mereka agar mereka mempertahankan
keimanan dan membela dakwah kebenaran serta kemanusiaan.
Kaum lelaki itu kembali
ke Madinah disertai salah seorang yang terpercaya dari tokoh Islam yaitu Mus'ab
bin Umair di mana ia menjadi utusan Rasulullah saw di Madinah dan ia mengajari
manusia tentang agama mereka dan membacakan kepada mereka Al-Qur'an dan
menyerukan kebenaran kepada manusia sehingga tersebarlah Islam di Madinah.
Penduduk Madinah mulai bertanya-tanya, mengapa saudara-saudara kita kaum Muslim
Mekah ditindas? Mengapa Rasul saw keluar untuk berdakwah dan menebarkan rahmat
tetapi beliau justru mendapatkan angin kebencian? Sampai kapan kita akan
membiarkan Rasulullah saw teraniaya dan terusir di Mekah?
Demikianlah, pergilah
tujuh puluh orang ke Mekah, tujuh puluh orang dari penduduk Madinah Munawarah.
Mereka pergi ke 'Aqabah dalam keadaan sendirian dan berkelompok-kelompok. Islam
telah menghasilkan buah pertamanya dalam hati mereka sehingga hati mereka
dipenuhi cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta kaum Muslim. Penderitaan
yang dialami kaum Muslim mempengaruhi jiwa mereka dan mencegah mereka dari
mendapatkan kenikmatan tidur dan nikmatnya memakan dan nikmatnya kehidupan.
Orang-orang yang baik itu datang dan berbaiat kepada Rasul saw untuk membela
beliau menolongnya dan melindunginya serta siap untuk mati di jalannya. Mereka
datang setelah hati mereka diliputi oleh Islam dan mereka memberikan segala
sesuatu untuk dakwah yang baru; mereka datang sebagai pecinta-pecinta
kebenaran.
Kitab-kitab hadis yang
suci meriwayatkan apa yang terjadi pada baiat 'Aqabah al-Kubra. Dalam kitab
tersebut dikatakan bahwa Abbas Ibnu Abdul Muthalib datang bersama Nabi dan saat
itu ia masih berada dalam agama kaumnya. Ia ingin menyelesaikan urusan anak
pamannya. Ketika ia duduk dan berbicara, ia mengatakan suatu pernyataan yang
mengisyaratkan bahwa Muhammad saw mendapatkan kemuliaan dari kaumnya dan
kekuatan di negerinya tetapi ia enggan dan memilih untuk bergabung bersama
kalian wahai penduduk Madinah. Jika kalian memenuhi janjinya dan melindunginya,
maka ambillah ia, namun jika kalian khawatir jika suatu saat nanti akan
mengkhianatinya, maka mulai dari sekarang biarkanlah ia di negerinya.
Kata-kata Abbas tersebut
berasal dari fanatisme kesukuan dan ikatan darah keluarga namun penduduk
Madinah tidak begitu peduli dengan kalimat Abbas itu karena ia bukan termasuk
dari agama mereka dan ia tidak mengetahui tingkat cinta kepada Rasul saw yang
mereka capai. Abbas bin Abdul Muthalib menunggu jawaban dari penduduk Madinah.
Lalu mereka berkata kepadanya, "Kami telah mendengar apa yang engkau
katakan, maka berbicaralah ya Rasulullah, ambilah untuk dirimu dan Tuhanmu apa
saja yang engkau sukai."
Kita ingin mengamati jawaban
sekelompok orang yang mukmin dari penduduk Madinah ini sehingga Rasulullah saw
berbicara. Jawaban yang dicari oleh Abbas bin Abu Muthalib tersembunyi dalam
pernyataan Nabi. Demikianlah setelah Rasulullah saw mengucapkan kalimatnya,
maka tidak keluar pemyataan apa pun. Cukup hanya Nabi yang berbicara dan mereka
hanya menaatinya. Mereka meminta kepada beliau agar mengambil pada dirinya dan
Tuhannya apa saja yang beliau sukai; mereka merasa tidak memiliki apa-apa dan
tidak memiliki keputusan. Nabi berbicara lalu beliau membaca Al-Qur'an dan mengajak ke jalan Allah
SWT. Kemudian beliau bebicara tentang Islam dan beliau membaiat mereka agar
membantu beliau sehingga mereka pun membaiat kepadanya. Demikianlah terjadinya
baiat 'Aqabah al-Kubra.
Orang-orang yang terpilih
oleh Allah SWT itu mengetahui bahwa sebentar lagi mereka akan diajak untuk
mengangkat senjata: mereka diajak untuk mendapatkan kematian di bawah naungan
pedang. Mereka menenangkan Rasulullah saw bahwa beliau akan mendapati
orang-orang yang sudah terlatih dalam peperangan karena mereka mewarisi dari
kakek-kakek mereka.
Salah seorang dari tujuh
puluh orang itu menyebutkan masalah yang penting. Abul Haitsyam berkata:
"sesungguhnya di antara orang-orang Madinah dan Yahudi terdapat suatu tali
ikatan, maka mereka boleh jadi akan memutuskannya lalu, apakah sikap yang harus
kita ambil jika mereka lakukan hal itu dan memusuhi orang-orang Yahudi,"
kemudian Allah SWT menolong Nabi dan memenangkan atas kaumnya, lalu ia kembali
kepada mereka dan meninggalkan mereka di bawah kasih sayang orang-orang Yahudi.
Perhatikanlah bahwa
pertanyaan tersebut berkisar pada kecintaan kepada Nabi dan keinginan agar Nabi
tetap bersama mereka selama perjalanan hari dan bulan. Masalah yang dituntut
oleh Abbas bin Abdul Muthalib secara jelas adalah masalah perlindungan mereka
kepada Nabi, di mana hal tersebut tidak lagi diperdebatkan oleh orang-orang
yang terpilih dari penduduk Madinah. Namun masalah yang mereka inginkan adalah
masalah perlindungan Nabi dan keberadaan Nabi bersama mereka di Madinah.
Nabi tersenyum dan beliau
mengatakan kalimat-kalimat yang justru menekankan bahwa ikatan akidah lebih
kuat daripada ikatan darah. Beliau berkata: "Tetapi darah adalah darah dan
kehancuran adalah kehancuran. Aku dari kalian dan kalian dariku aku akan
memerangi orang-orang yang kalian perangi dan aku akan berdamai dengan
orang-orang yang kalian berdamai dengan mereka."
Akhirnya, penduduk
Madinah pergi dan kembali ke negeri mereka. Kemudian berita tentang baiat ini
sampai ketelinga orang-orang Mekah dan para tokoh musyrik, lalu mereka justru
menambah penekanan kepada Rasulullah saw dan kaum Muslim.
Para preman Mekah
berkumpul di Darul Nadwah. Mereka menetapkan akan mengambil sesuatu keputusan penting berkaitan dengan
Nabi. Salah seorang dari mereka mengusulkan agar beliau dibelenggu dengan besi
lalu dibuang di penjara sehingga beliau mati kelaparan. Sebagian lagi
mengusulkan agar beliau dibuang dari Mekah dan diusir. Abu Jahal mengusulkan
agar mereka mengambil dari setiap keluarga dari keluarga-keluarga Quraisy
seorang pemuda yang kuat, kemudian setiap dari mereka diberi pedang yang
terhunus dan hendaklah mereka memukulkan pedang itu ke tubuh Nabi. Jika mereka
berhasil membunuhnya niscaya semua kabilah bertanggung jawab terhadap darah
sang Nabi dan Bani Hasyim tidak akan mampu menuntut dan memerangi orang Arab
semuanya dan mereka akan menerima diat sebagai tebusan dari pembunuhan itu.
Demikianlah persekongkolan itu digelar dan mereka sepakat untuk melaksanakan
hal itu. Namun Al-Qur'an al-Karim menyingkap persekongkolan yang dilakukan
orang-orang kafir itu dalam firman-Nya:
"Dan (ingatlah),
ketika orang-orang kafir memikirkan tipu daya terhadapmu untuk menangkap dan
memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya
itu. Dan Allah sebaik-baih Pembalas tipu daya." (QS. al-Anfal: 30)
Allah SWT mewahyukan
kepada Nabi-Nya agar ia berhijrah. Lalu Nabi mulai menyiapkan sarana-sarana
untuk hijrahnya. Beliau menyembunyikan urusan tersebut bahkan beliau tidak
memberitahu sahabat yang akan menemaninya. Rasulullah saw menyewa seorang
penunjuk jalan yang pengalaman yang mengenal padang gurun seperti mengenal
garis-garis tangannya. Yang mengherankan penunjuk jalan itu adalah seorang
musyrik. Demikianlah Nabi memita bantuan kepada orang yang ahli tanpa
memperhatikan keyakinannya.
Kemudian datanglah malam
pelaksanaan kejahatan itu. Rasulullah saw memerintahkan Ali bin Abi Thalib
untuk tidur di tempat tidumya di malam tersebut. Datanglah pertengahan malam
dan Rasulullah saw pun keluar dari rumahnya. Para pemuda Mekah mengepung rumah.
Mereka menghunuskan pedangnya. Nabi menggenggam tanah lalu beliau
melemparkannya ke arah kaum sehingga mereka pun merasa kantuk sehingga Nabi saw
dapat menembus kepungan mereka. Beliau keluar dari Mekah dan berhijrah.
Dengan langkah yang
diberkati ini, kaum Muslim menanggali tahun-tahun mereka. Tahun dalam Islam
adalah tahun Hijiriah, sedangkan kaum Masehi menanggali tahun mereka dengan
kelahiran Isa dan ini disebut dengan tahun Masehi. Adapun tahun-tahun Islam,
maka ia ditanggali pertama kalinya saat Rasulullah saw keluar berhijrah di
jalan Allah SWT. Hijrah Rasul bukan hanya lari dari penindasan tetapi lari dari
kebekuan; hijrah tersebut bukan keluar dari keamanan tetapi keluar dari bahaya.
Islam di Mekah hanya dapat mempertahankan dirinya tetapi ketika ia keluar ke
Madinah ia mempertahankan dirinya ketika menyerang. Dan selama beberapa tahun
masa yang dihabiskan di Mekah, tak seorang dari kaum Muslim yang mengangkat
senjata. Ketika mereka keluar ke Madinah, mereka mulai membawa senjata dan
mulai menyalakan obor peperangan. Islam mulai membawa senjata sebagaimana luka
akan sembuh dengan syarat jika diobati. Nabi saw mengetahui bahwa Islam tidak
akan menghabiskan usianya hanya untuk melawan serangan pada dirinya; Islam
ingin tersebar; Islam ingin mendirikan negaranya yang pertama yaitu suatu
negara yang belum pernah dikenal di muka bumi negara seperti itu. Negara yang
mencapai keadilan, kasih sayang, dan idealisme yang begitu luar biasa di mana
hukum Allah SWT ditegakkan dan kehormatan manusia benar-benar dijaga.
Inilah kedalaman hijrah
yang mengesankan yaitu pendirian negara Islam setelah sebelumnya membangun
individu masyarakat Muslim. Setelah Rasul saw membangun masyarakat Muslim dan
membangun masjid, maka beliau membangun suatu negara Islam. Selanjutnya,
sayap-sayap dakwah mengepak.
Kami kira pembaca tidak
akan bertanya, apa gunanya pembangunan masjid ditingkatkan sementara Islam
masih mengalami penindasan di muka bumi. Kami kira pembaca lebih pintar
daripada orang yang tidak mengetahui bahwa masjid yang dibangun Rasulullah saw
di Madinah bukan tempat peristirahatan dari keletihan, tetapi masjid merupakan
pusat dari kepemimpinan pergerakan Islam dan kepemimpinan menuju peperangan
Islam.
Manusia mandi di masjid
dengan cahaya Allah SWT setelah itu mereka mandi di kancah peperangan dengan
darah mereka. Pertanyaannya adalah, siapakah di antara mereka yang akan
terbunuh di jalan Allah SWT sebelum saudaranya? Demikianlah perlombaan dalam
perbaikan terjadi di antara mereka. Dengan cara demikianlah Islam tersebar.
Sementara itu, Nabi
berlindung di suatu gua; di gunung yang bernama Tsur. Beliau masuk ke gua itu
bersama sahabatnya Abu Bakar. Dan orang-orang musyrik pergi menyusul beliau
dengan membawa pedang mereka. Lalu mereka sampai ke gunung itu. Abu Bakar
berkata kepada Rasul saw dengan keadaan gelisah, "seandainya salah seorang
mereka melihat di bawah kakinya niscaya mereka akan melihat kita."
Dengan tenang, Rasulullah
saw menepis kegelisahan Abu Bakar dan berkata: "Wahai Abu Bakar apa yang
kamu kira dengan dua orang yang ada di tempat yang sepi sementara Allah SWT
menjadi ketiga di antara mereka?" Sebelum Rasulullah saw mengakhiri
kalimatnya, terdapat laba-laba yang selesai dari menenun rumahnya di atas pintu
gua. Kitab-kitab sejarah mengatakan bahwa kaum musyrik mengikuti jejak sang
Nabi sehingga mereka sampai di gunung Tsur lalu di situlah mereka mengalami
kebingungan. Mereka mendaki gunung dan mendaki gua itu. Lalu mereka melihat di
atas pintu gua itu terdapat tenunan laba-laba. Mereka mengatakan, seandainya
seseorang masuk di dalamnya niscaya tidak akan terdapat tenunan laba-laba di
atas pintunya. Beliau tinggal di gua itu selama tiga malam.
Demikianlah keimanan
tenunan laba-laba yang lembut dimenangkan atas ketajaman pedang kaum musyrik
sehingga Nabi bersama sahabatnya pun selamat. Kini, kedua orang itu menuju
Madinah. Dan Madinah pun menyambut mereka. Ketika Rasulullah saw dan sahabatnya
memasuki Madinah, mula-mula masyarakat tidak mengenal siapa di antara mereka yang
menjadi Rasul karena saking baiknya sikap Rasul terhadap sahabatnya. Akhirnya,
Nabi menerangi kota Madinah. Beliau membangun masjid dan mendirikan negaranya
serta memerangi musuh-musuhnya dan tersebarlah Islam dan Mekah pun ditaklukkan
dan Baitul Haram disucikan.
Beliau menanamkan dalam
akal dan hati suatu cahaya yang tidak akan pernah padam. Kemudian
berlangsunglah sepuluh tahun yang dilewatinya di Madinah di mana beliau tidak
menggunakannya untuk berleha-leha. Demikian juga selama masa tiga belas tahun yang
beliau lalui di Mekah, beliau pun tidak mendapatkan istirahat yang cukup. Semua
kehidupan beliau hanya untuk Allah SWT dan hanya untuk Islam. Beban berat yang
dipikul oleh punggung beliau yang mulia lebih berat dari beban yang dipikul
oleh gunung. Meskipun beliau seorang diri, tetapi beliau mampu memikul amanat
yang pernah Allah SWT tawarkan kepada langit dan bumi serta gunung namun mereka
pun enggan untuk memikulnya. karena mereka menyadari bahwa mereka tidak akan
mampu memikulnya. Lalu datanglah beliau dan beliau pun mampu memikul amanat itu
dan melaksanakannya secara sempurna. Yaitu amanat untuk menyampaikan agama
Allah SWT; amanat untuk menyucikan akal manusia dari polusi khayalisme dan
khurafatisme: amanat yang mewarnai kehidupan dengan hanya sujud kepada Allah
SWT.
Kemudian mengalirlah
dalam memori Nabi saw suatu arus dari gambar-gambar hidup: bagaimana saat
beliau memasuki Madinah. Lewatlah di hadapan akal beberapa memori dan
nostalgia: bagaimana wahyu yang turun kepadanya dengan membawa risalah di gua
Hira, kemudian berubahlah pandangan dan bertiuplah angin kebencian kepadanya,
bahkan angin itu membawa pasir-pasir tuduhan-tuduhan yang dilemparkan ke wajah
suci beliau. Beliau berdiri sambil tersenyum dan hatinya dipenuhi dengan
kesedihan di hadapan gelombang gurun dan kesendirian serta badai kesengsaraan.
"Wahai manusia, tiada Tuhan selain Allah SWT. Demikianlah kalimat yang
beliau katakan. Meskipun kalimat itu tampak sederhana namun ia mampu
membangkitkan dunia. Dan bergeraklah patung-patung yang begitu banyak yang
memenuhi kehidupan dan mereka membekali dirinya dengan kegelapan dan kebencian
yang dialamatkan kepada sang Nabi. Para pembesar. para penguasa, uang, emas,
serta kebencian dan kedengkian setan yang klasik dan banyaknya orang-orang
munafik, semua ini menjadi musuh nyata sang Nabi pada saat beliau mengatakan
"tiada Tuhan selain Allah SWT." Nabi mengingat kembali Waraqah bin
Nofel ketika menceritakan kepadanya apa yang terjadi dan apa yang dialami
beliau di gua Hira. Tidakkah ia mengatakan kepadanya bahwa kaumnya akan
mengusirnya?
Hari-hari hijrah sangat
panjang dan berat. Matahari sangat dekat dengan kepala dan rasa panas sangat
mencekik tenggorokan dan rasa pusing-pusing pun semakin meningkat. Setelah
hijrah, Nabi memasuki Madinah. Beliau disambut oleh kaum Anshar dengan sambutan
luar biasa. Beliau datang sendirian lalu mereka menolongnya; beliau datang
dalam keadaan takut lalu mereka mengamankannya; beliau datang dalam keadaan
lapar lalu mereka memberinya makanan; beliau datang dalam keadaan terusir lalu
mereka memberikan perlindungan.
Bangunan Islam mulai
ditancapkan di Madinah. Beliau mulai membangun negaranya setelah beliau
membangun sumber daya manusia Islam yang tangguh. Yang pertama kali dibangunnya
adalah sumber daya Islam, setelah itu beliau baru membangun negara. Tidak ada
nilai yang berarti dari satu sistem yang hanya berdasarkan prinsip-prinsip
besar yang tidak lebih dari sekadar tinta di atas kertas. Penerapan
prinsip-prinsip adalah tolok ukur final dari nilai apa pun yang diberlakukan di
dunia. Dan Islam telah berhasil menerapkan pada masa-masa pertamanya suatu
sistem yang belum pernah dikenal dalam kehidupan manusia suatu sistem seperti
itu. Yaitu sitem yang menunjukkan keadilan, persaudaraan, dan kasih sayang yang
mengagumkan. Hal yang pertama kali dilakukan Rasulullah saw adalah membangun
masjid di mana di situlah unta yang ditungganinya berhenti. Mesjid itu tampak
sederhana. Tikarnya terdiri dari pasir-pasir dan batu-batu. Tiangnya terbuat
dari batang-batang kurma. Barangkali ketika turun hujan, maka tanahnya akan
menjadi lumpur karena mendapat siraman air hujan. Mungkin ketika angin bertiup
dengan kecang, maka ia akan mencabut sebagian dari atapnya.
Di bangunan yang
sederhana ini, Rasulullah saw mendidik generasi Islam yang tangguh yang dapat
menghancurkan orang-orang yang lalim dan para penguasa yang bejat dan mereka
mampu mengembalikan kebenaran ke singgasananya yang terusir dan terampas.
Mereka mampu menyebarkan Islam di muka bumi. Mesjid itu tampak kecil dan
sederhana sekali tetapi ia dipenuhi dengan kebesaran; masjid itu tidak
menunjukkan kemewahan sama sekali. Di dalamnya Al-Qur'an dibaca lalu
orang-orang yang mendengarnya menganggap bahwa mereka benar dan mendapatkan
perintah harian untuk menerapkan dan melaksanakan apa-apa yang mereka dengar.
Al-Qur'an dibaca di
masjid bukan seperti nyanyian yang orang-orang duduk akan merasa terpengaruh
dengan keindahan nyanyian dan suara pembaca. Dan masjid di dalam Islam bukanlah
tempat satu-satunya untuk ibadah. Menurut kaum Muslim semua burni adalah masjid
namun masjid adalah simbol peradaban yang beriman kepada Allah SWT dan hari
akhir, sebagaimana ia menyuarakan ilmu, kebebasan dan persaudaraan.
Semua Nabi berbicara
tentang persaudaraan dan mengajak kepadanya dengan ribuan kata-kata. Sedangkan
Rasulullah saw telah mewujudkan persaudaraan itu secara praktis, yakni ketika
karakter masyarakat saat itu mencerminkan Al-Qur'an. Nabi mulai
mempersaudarakan kaum muhajirin dan Anshar di mana sahabat Anshar Sa'ad bin
Rabi', seorang kaya dari Madinah dipersaudarakan dengan Abdul Rahman bin 'Auf,
seorang yang berhijrah dari Mekah. Sa'ad berkata kepada Abdul Rahman:
"Sesungguhnya, tanpa bermaksud sombong, aku memang memiliki harta yang
banyak daripada kamu. Aku telah membagi hartaku menjadi dua bagian dan
sebagiannya aku peruntukkan bagimu. Lalu aku mempunyai dua orang wanita, maka
lihatlah siapa di antara mereka yang mampu memikatmu sehingga aku
menceraikannya lalu engkau dapat menikahinya." Abdul Rahman bin 'Auf
menjawab: "Mudah-mudahan Allah SWT memberkatimu, keluargamu, dan hartamu.
Di manakah pasar yang engkau berdagang di dalamnya?"
Abdul Rahman bin 'Auf
keluar menuju ke pasar untuk berkerja. Ia kembali dan membawa sesuatu yang
dapat dimakannya. Ia menolak dengan lembut sikap baik Sa'ad dan kedermawanannya.
Ia bersandar pada keimanan kepada Allah SWT dan lebih memilih untuk bekerja dan
membanting tulang. Tidak berlalu hari demi hari kecuali ia tetap bekerja
sehingga ia mampu untuk membekali dirinya dan melaksanakan pernikahan.
Demikianlah masyarakat
Islam terbentuk dan menampakkan identitasnya berdasarkan cinta, kebebasan,
musyawarah, dan jihad. Pekerjaan menurut Islam bukan suatu penderitaan untuk
mendapatkan roti atau potongan daging sebagaimana dikatakan peradaban kita masa
kini, tetapi pekerjaan dalam Islam melebihi ruang lingkup materi ini dan menuju
puncak yang lebih tinggi:
"Dan katakanlah:
'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang muhmin akan
melihat pekerjaanmu itu. " (QS. at-Taubah: 105)
Kesadaran bahwa apa yang
kita kerjakan akan dilihat oleh Allah SWT menjadikan perkerjaan itu mendapat
cita rasa yang lain. Yaitu suatu rasa yang melampaui nikmatnya memakan roti dan
daging. Setelah bekerja, datanglah cinta. Cinta dalam Islam bukan hanya
perasaan yang menetap dalam hati dan tidak diwujudkan oleh suatu perbuatan;
cinta dalam Islam merupakan langkah harian yang akan mengubah bentuk kehidupan
di sekitar manusia menuju yang lebih tinggi dan mulia.
Seorang Muslim mencintai
Tuhannya Pencipta alam semesta dan mencintai Rasulullah saw dan mencintai kaum
Muslim dan orang-orang yang berdamai dengan orang-orang Muslim, meskipun
keyakinan mereka berbeda dengannya. Bahkan seorang Muslim mencintai makhluk
secara keseluruhan: ia mencintai anak-anak, hewan, bunga, pasir dan gunung
bahkan benda-benda mati pun mendapat cinta dari seorang Muslim. Seorang Muslim
jika dia benar-benar seorang Muslim akan merasakan dnta yang dialami oleh Nabi
Daud terhadap alam dan lingkungan di sekitarnya. Ini adalah perasaan sufi yang
tinggi. Seorang Muslim akan mewarisi cinta yang sebenarnya seperti yang
diwarisi Nabi Isa terhadap lingkungan yang baik yang ada di sekitarnya di mana
ketika Nabi Isa melihat tubuh anjing yang mati, maka Nabi Isa tidak melihat
selain keputihan giginya.
Demikianlah cinta yang
tersebar dalam kehidupan kaum Muslim di mana cinta itu pun tertuju kepada
binatang dan benda-benda mati. Cinta demikian ini tidak akan terwujud dengan
suatu keputusan dan tidak ditetapkan dengan suatu undang-undang, tetapi cinta
itu datang biasanya akibat dari kepuasaan akal dan hati dengan adanya
kepemimpinan besar yang hati cenderung kepadanya dan akal mengambil darinya.
Dan yang dimaksud dengan kepemimpinan besar tersebut adalah keberadaan sang
Nabi. Beliau adalah cermin terbesar dari tingkat cinta yang tertinggi. Beliau
adalah seorang yang paling banyak berbuat demi Islam dan paling banyak sedikit
mengharapkan balasan darinya. Meskipun beliau seorang pemimpin namun beliau
hidup dalam kesederhanaan. Beliau adalah seorang tentara yang paling sederhana.
Tempat tidurnya bersih tetapi kasar, dan rumahnya tidak menampakkan kesibukan
yang di dalamnya memasak berbagai macam hidangan. Beliau justru menyiapkan
hidangan yang sangat sederhana. Makanan utama beliau adalah roti kering yang
dicampur dengan minyak. Keinginan besar beliau adalah tersebarnya dakwah Islam.
Kaum Muslim menyadari
bahwa kesempurnaan Islam tidak akan terwujud kecuali ketika cinta Allah SWT dan
Rasul- Nya lebih didahulukan daripada cinta diri sendiri, cinta kepada wanita,
cinta kepada anak, kepentingan, kekuasaan, kehidupan, dan apa saja yang tidak
ada hubungannya dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Demikianlah kaum Muslim sangat
mencintai pemimpin mereka lebih dari kehidupan pribadi mereka. Di samping
pekerjaan dan cinta tersebut, didirikanlah pemerintahan Islam yang berdasarkan
kaidah-kaidah kebebasan, musyawarah dan jihad.
Kebebasan dalam Islam
bukan sekadar perhiasan yang dilekatkan kepada tubuh Islam tetapi ia merupakan
tenunan dari sel-sel yang hidup itu. Allah SWT telah membebaskan kaum Muslim
dari penyembahan selain dari-Nya. Dengan demikian, runtuhlah semua belenggu
yang hinggap di atas akal, hati, dan masyarakat. Seorang Muslim memiliki—dalam
Islam—suatu kebebasan yang diberikan kepadanya agar ia melihat sesuatu dengan
akalnya dan mendebat segala sesuatu dengan akalnya. Dan hendaklah ia merasa
puas dengan sesuatu yang dapat menenteramkan hatinya. Kebebasan dalam Islam
bukan kebebasan mutlak yang menjurus kepada anarkisme dan diskriminasi tetapi
kebebasan dalam Islam adalah kebebasan yang bertanggung jawab.
Dalam ruang lingkup
nas-nas yang pasti yang terdapat dalam Al-Qur'an atau sunah tidak ada kebebasan
di hadapan orang Muslim selain kebebasan untuk berlomba-lomba untuk menerapkan
apa yang mereka pahami. Selain itu, seorang bebas sampai tidak terbatas, dan
pintu ijtihad tetap terbuka sampai tidak ada batasnya, karena pintu ijtihad
adalah akal dan menutup pintu ijtihad yakni menutup akal dan itu berarti akan
membawa kematian baginya. Islam tidak menerima orang-orang yang mati akalnya
atau menga-lami kemunduran; Islam pada hakikatnya memperlakukan manusia dari
sisi akal dan hati.
"Adalah untukmu,
sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang
untukmu, dan Allah meng-hendaki untuk membenarkan yang benar dengan
ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir." (QS. al-Anfal: 7)
Orang-orang Islam karena
kekafiran mereka dan kebutuhan mereka serta situasi ekonomi yang memburuk,
mereka ingin bertemu dengan pasukan yang tidak bersenjata; mereka ingin bertemu
dengan kafilah yang kaya, bukan pasukan yang bersenjata; mereka membutuhkan
harta untuk menyebarkan dakwah. Namun Allah SWT menginginkan mereka dengan
keadaan seperti itu agar mereka berhadapan dengan pasukan kafir dan agar mereka
mampu memutus tali kekuatan orang-orang kafir sehingga kebenaran akan menang.
Keluarlah orang-orang
Muslim dalam peperangan Badar dengan membayangkan bahwa mereka akan mendapatkan
keuntungan dan kesenangan dengan banyak mengambil ganimah. Namun Allah SWT
menginginkan terjadinya peperangan yang berat, di mana itu berakibat pada
jatuhnya tokoh-tokoh kaum kafir Mekah sebagai korban darinya dan agar Madinah
dapat menahan penderitaan dan kefakiran yang dialaminya. Seharusnya pengikut
Islam tidak membayangkan untuk mengambil keuntungan tetapi ia justru harus memberi
kepadanya.
Nabi mengetahui sebagai
pemimpin pasukan ia harus mengingatkan pasukannya bahwa mereka akan menemui
kesulitan dan penderitaan, dan bukan masalah sepele seperti yang mereka
bayangkan. Nabi bermusyawarah dengan sahabat-sahabat. Beliau berbincang-bincang
dengan Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad bin Amr. Lalu mereka
semua sepakat untuk terus melakukan peperangan apa pun hasilnya dan apa pun
pengorbanan yang harus dilakukan.
Kemudian Rasulullah saw
berkata: "Wahai para sahabat, tunjukkanlah diri kalian." Rasulullah
saw mengisyaratkan kepada kaum Anshar. Rasulullah saw khawatir jika mereka
memahami bahwa baiat yang terjadi di antara mereka yang berisi agar mereka
melindungi beliau jika beliau diserang di Madinah saja, dan memang pasal-pasal
dari baiat itu mendukung hal itu. Tidakkah mereka mengatakan kepada beliau:
"Ya Rasulullah, kami tidak akan bertanggung jawab kepadamu sehingga engkau
sampai di negeri kami. Jika engkau sampai di negeri kami, maka kami akan bertanggung jawab untuk
melindungimu."
Mayoritas pasukan terdiri
dari orang-prang Anshar, maka Rasulullah saw ingin mengetahui keputusan
mayoritas tentara sebelum dimulainya peperangan. Kaum Anshar mengetahui bahwa
Rasul saw ingin mengetahui pendapat kaum Anshar. Oleh karena itu, Sa'ad bin
'Auf berkata: "Demi Allah, seakan-akan engkau menginginkan kami ya
Rasulullah." Nabi menjawab, "benar." Kemudian kaum Anshar
menyatakan apa yang mereka rasakan.
Mendengar pernyataan kaum
Anshar itu hilanglah kekhawatiran dan ketakutan Nabi, bahkan beliau bergembira
dan wajahnya berseri-seri. Rasulullah saw telah mendidik mereka berdasarkan
Islam dan Islam tidak mengenal pasal-pasal perjanjian namun ia justru tenggelam
dalam esensinya dan kedalamannya yang jauh. Kaum Anshar meyakinkan Nabi bahwa mereka
benar-benar beriman kepadanya, mencintainya dan akan mendengarkan apa saja yang
beliau katakan serta akan benar-benar menaati beliau.
Sa'ad bin Mu'ad berkata:
"Ya Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau inginkan dan kami akan
bersamamu. Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau
membelah lautan lalu engkau menyelam di dalamnya niscaya kami akan menyelam
bersamamu dan tidak ada seseorang pun di antara kami yang akan
meninggalkanmu." Demikianlah keteguhan kaum Anshar. Kalimat tersebut menetapkan
peperangan paling penting dan paling berbahaya dalam sejarah Islam.
Perasaan kaum Anshar dan
Muhajirin dalam pasukan Rasul saw sangat berbeda dengan perasaan Nabi Musa
ketika mereka mengatakan kepadanya, "pergilah engkau wahai Musa bersama
Tuhanmu dan berperanglah, sesungguhnya kami di sini hanya duduk-duduk
saja." Namun kaum Muslim menyatakan bahwa seandainya Rasul saw
memerintahkan mereka untuk melalui lautan dengan berjalan kaki di atas ombaknya
niscaya mereka akan melakukan hal itu walaupun berakibat pada tenggelamnya
mereka dan kematian mereka dan tak seorang pun yang akan menentang perintah
Rasul saw tersebut.
Akhirnya, kaum Muslim
bersiap-siap untuk memasuki kancah peperangan lalu mereka membuat kemah-kemah
yang di situ ditentukan tempat peristirahatan dan pergerakan tentara Islam.
Tempat itu ditentukan oleh Rasul saw. Allah SWT membiarkan Rasul-Nya melakukan
kesalahan dalam memilih tempat sehingga itu akan dapat menjadi pelajaran bagi
kaum Muslim dalam kaidah umum dari kaidah-kaidah peperangan yaitu sikap
pemimpin pasukan untuk mengambil suatu kebijakan yang penting yang berdasarkan
pengalaman. Kemudian datanglah Habab bin Mundzir kepada Rasulullah saw dan
bertanya kepadanya, "apakah tempat yang kita jadikan sebagai pusat
pergerakan tentara kita merupakan pilihan dari Allah SWT dan Rasul-Nya hingga
kita tidak dapat mendahuluinya dan mengakhirinya yakni kita tidak dapat
memberikan pendapat kita ataukah itu hanya masalah yang bersifat tehnik yakni
itu terserah pada pendapat kita dan sesuai kebijakan saat perang dan ia
merupakan tipu daya semata?"
Rasulullah saw berkata:
"Tetapi itu adalah pendapat pribadi, peperangan, dan tipu daya."
Habab berkata: "Ya Rasulullah ini adalah tempat yang tidak tepat."
Sahabat yang sarat pengalaman ini memilih tempat di mana pasukan Madinah dapat
minum darinya sedangkan pasukan Mekah tidak dapat mengambil darinya. Kemudian
berpindahlah pasukan Muslim menuju tempat yang telah ditentukan oleh pengalaman
militer.
Sampailah pasukan Mekah
di mana jumlah mereka mendekati seribu tentara dan mereka akan berhadapan
dengan tiga ratus tujuh belas pasukan Muslim. Pasukan Quraisy berada di tempat
yang jauh dari lembah.
Pasukan kafir terdiri
dalam perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan pahlawan-pahlawan mereka,
sedangkan pasukan Muslim terdiri dari keluarga-keluarga, ipar-ipar dan keluarga
dekat dari pasukan kafir. Allah SWT telah menentukan agar seorang anak bertemu
dengan ayahnya, saudara bertemu dengan sesama saudara dan sesama ipar bertemu
di medan peperangan. Mereka semua dipisahkan dengan suatu prinsip di mana
mereka ditentukan oleh pedang. Akhirnya, peperangan Badar pun terjadi dan
kaidah utama adalah kaidah persaudaraan sesama Muslim. Dan ketika pasukan
Muslim berpegang teguh di atas dasar Islam, maka pasukan kafir mulai terpecah
belah namun keadaan tersebut mereka sembunyikan.
Lalu 'Utbah bin Rabi'ah
berbicara di tengah-tengah pasukan Mekah dan mengajak mereka untuk menarik
kembali dari peperangan. 'Utbah memberikan pernyataan sesuai dengan tuntutan
akal sehat, "wahai orang-orang Quraisy demi Allah, jika kalian harus
memerangi Muhammad, maka kalian akan menyesal karena kita berhadapan dengan
saudara-saudara kita sendiri. Boleh jadi kita akan membunuh anak paman kita,
atau salah seorang dari kerabat kita. Mengapa kalian tidak membiarkannya
saja?"
Kalimat yang rasional
tersebut cukup menggoncangkan pasukan Mekah. Sebagian tentara merasa puas
dengan pernyataan tersebut karena mereka melihat bahwa tidak ada gunanya
peperangan itu. Namun kebohohan justru memadamkan kalimat yang rasional itu.
Abu Jahal menuduh bahwa yang mengucapkan kata-kata adalah orang yang penakut.
Kemudian Abu Jahal lebih memilih pendapatnya untuk menetapkan terus memerangi
kaum Muslim.
Pemimpin pasukan kafir
yaitu Abu Jahal mengetahui bahwa Muhammad tidak pernah berbohong. Kitab-kitab
sejarah menceritakan bahwa Akhnas bin Syuraif menyendiri dalam perang Badar
bersama Abu Jahal sebelum terjadinya peperangan tersebut dan bertanya
kepadanya, "wahai Abul Hakam, tidakkah engkau melihat bahwa Muhammad
pernah berbohong? Abul Hakam menjawab: "Bagaimana mungkin ia berbohong
atas Allah, sedangkan kami telah menamainya al-Amin (orang yang dapat
dipercaya)." Peperangan tersebut bukan sebagai usaha untuk mendustakan
Rasul saw tetapi itu hanya semata-mata untuk menjaga kepentingan-kepentingan
sesaat dan keadaan ekonomi. Demikianlah orang-orang kafir mempertahankan nilai
yang paling rendah yang ada di muka bumi yang juga dipertahankan oleh binatang,
sementara kaum Muslim justru mempertahankan nilai yang paling tinggi di bumi dan
di langit yang ikut serta di dalamnya para malaikat.
Kemudian datanglah waktu
malam menyelimuti dua kubu. Tiga ratus tentara yang mukmin sudah bersiap-siap dan mendekati seribu
tentara musyrik. Orang-orang musyrik datang dengan menunggangi tunggangan mereka
dan tampak mereka memiliki persenjataan yang lengkap, sedangkan setiap orang
Muslim datang di atas satu kendaraan. Pakaian yang dipakai orang-orang musyrik
tampak masih baru dan pedang-pedang mereka tampak mengkilat serta baju besi
yang mereka gunakan sangat unggul dan kuat. Alhasil, mereka memiliki persiapan
yang sangat mengagumkan sedangkan pakaian yang dipakai orang-orang Muslim
tampak sudah usang dan pedang-pedang kuno pun mereka gunakan dan baju besi yang
mereka gunakan tampak tidak sempurna. Nabi melihat keadaan pasukannya lalu hati
beliau tampak sedih melihat pasukan tersebut. Beliau berdoa kepada Tuhannya:
"Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang lapar, maka
kenyangkanlah mereka. Ya Allah, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
tanpa alas kaki, maka tolonglah mereka. Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang tidak berpakaian, maka berilah mereka pakaian."
Kemudian rasa kantuk
menghinggapi mata kedua pasukan lalu mereka beristirahat di tengah-tengah
malam. Jatuhlah hujan kecil yang membuat tempat itu basah sehingga kelembaban
mengitari kaum Muslim. Hujan tersebut membasuh tanah perjalanan dan
menghilangkan debu-debu kepayahan serta menyucikan hati dan membangkitkan
kepercayaan atas kemenangan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika
Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteram dari-Nya, dan Allah
menurunkan hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan
menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan
memperteguh dengannya telapak kaki(mu)." (QS. al-Anfal: 11)
Datanglah waktu pagi di
Badar lalu kaum Quraisy mulai menyerang, lalu Nabi memerintahkan pasukan Muslim
untuk bertahan. Rasulullah saw bersabda: "Jika musuh mengepung kalian,
maka usirlah mereka dengan panah dan janganlah kalian menyerang mereka sehingga
kalian diperintahkan."
Demikianlah ketetapan
militer yang sangat jitu yang berarti hendaklah kaum Muslim membentengi mereka
di tempat-tempat mereka agar orang-orang musyrik mendapatkan kerugian dari
serangan yang mereka lakukan. Kita mengetahui dari ilmu militer saat ini bahwa
seorang yang menyerang memerlukan tiga atau tiga kali lipat dari jumlah yang
biasa dilakukan sehingga serangannya betul-betul efektif; kita mengetahui bahwa
jumlah pasukan musyrik tiga kali lipat dibandingkan dengan tentara Muslim. Kaum
musyrik dilihat dari segi jumlah sangat memadai untuk memenangkan peperangan,
dan persenjataan mereka lebih lengkap dari persenjataan kaum Muslim. Jumlah
hewan yang mereka miliki pun sama dengan jumlah mereka, sedangkan tiap tiga
orang Muslim berperang di atas satu tunggangan.
Keadaan saat itu sangat
menguntungkan kaum musyrik. Tanda-tanda kemenangan tampak menyertai bendera
kaum musyrik, tetapi kemenangan peperangan bukan karena kebesaran jumlah
pasukan dan persenjataan yang lengkap. Terkadang peperangan justru dimenangkan
oleh unsur spiritual yang tidak kelihatan. Spiritualitas tentara dan
keimanannya tentang persoalan yang dipertahankannya serta keinginannya untuk
mendapatkan dua kebaikan: kemenangan atau kematian dan hasratnya yang tinggi
untuk meneguk madu syahadah, semua itu dapat mengubah seorang tentara menjadi
makhluk yang tidak terkalahkan. Boleh jadi ia akan merasakan kematian tetapi
jauh dari kekalahan. Demikianlah keadaan pasukan Muslim.
Sementara itu debu-debu
berterbangan di atas kepala pasukan yang bertempur dan kaum Muslim mencurahkan
tenaga yang keras dalam peperangan itu. Ketika dua pasukan saling bertemu dan
bertempur, Nabi saw melihat mereka, lalu Nabi saw menyaksikan pasukannya
terjepit. Pasukan yang berjumlah sedikit dengan persenjataan yang tidak lengkap
itu kini ditekan oleh orang kafir. Dalam keadaan demikian, Nabi saw meminta
pertolongan kepada Tuhannya: 'Ya Allah, kirimkanlah bantuan dan pertolongan-Mu.
Ya Allah, wujudkanlah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, jika kelompok ini
dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi."
Renungkanlah, bagaimana kesedihan Nabi saat terjadi peperangan itu. Oleh karena
itu, kita dapat memahami mengapa Nabi saw meminta agar pasukannya dimenangkan.
Pemimpin pasukan
tertinggi Muhammad bin Abdillah keluar berperang di jalan Allah SWT dan saat
ini kematian sedang mengitari kaum Muslim, lalu apa yang dipikirkan oleh Nabi
saw pada keadaan yang sulit tersebut? Pemikiran Nabi saw melebihi hal yang
sekarang dan menuju pada hal yang akan datang, dan yang menjadi fokus Nabi
adalah penyembahan Allah SWT di muka bumi: "Ya Allah, jika kelompok ini
dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi."
Nabi tidak terlalu
mengkhawatirkan kehancuran kaum Muslim karena Nabi justru mengkhawatirkan
sesuatu yang lebih besar dari itu. Yang beliau khawatirkan adalah penyembahan
kepada Allah SWT akan berhenti di muka bumi. Oleh karena itu, Nabi meminta
tolong kepada Tuhannya dan mengingatkan kembali kepada Tuhannya dan Allah SWT
lebih tahu dari hal itu. Kemudian turunlah bala tentara malaikat yang dipimpin
oleh Jibril.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika
kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankankan-Nya bagimu:
'Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu
malaikat yang datang berturut-turut.' Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim
bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram
karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Anfal: 9-10)
Setelah itu Nabi saw
menghampiri sahabat Abu Bakar dan berkata: "Sampaikan berita gembira wahai
Abu Bakar, sesungguhnya telah datang kepadamu bantuan dari Allah SWT."
Turunnya para malaikat
merupakan cara untuk meneguhkan kaum Muslim dan berita gembira kepada mereka.
Mukjizat itu bukan terletak pada penyertaan para malaikat dalam peperangan,
namun melalui nas-nas ditegaskan bahwa peranan malaikat tidak lebih dari
sekadar membawa berita gembira dan memberikan dukungan moril serta memenuhi
hati dengan ketenangan. Kami kira bahwa Allah SWT ingin agar para malaikat
menyaksikan manusia-manusia malaikat yang mempertahankan akidah tauhid.
Demikianlah Allah SWT
mewahyukan kepada malaikat bahwa Dia bersama mereka. Oleh karena itu, hendaklah
orang-orang yang beriman merasa tenang dan kebenaran akan tertancap pada hati
mereka sedangkan orang-orang kafir pasti akan merasakan ketakutan.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika
Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka
teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.' Kelak akan Aku
jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala
mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian
itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan
barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras
siksaan-Nya. Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah
hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab
neraka." (QS. al-Anfal: 12-14)
Lalu orang-orang kafir
pun mengalami kekalahan. Setelah peperangan itu, terbunuhlah tujuh puluh kafir
dan tujuh puluh tawanan dari mereka dan sebagian pasukan melarikan diri.
Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan kelaliman di peperangan tersebut.
Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin pasukan, dan pahlawan-pahlawan Mekah kini
terkapar.
Rasulullah saw berdiri di
depan bangkai-bangkai orang-orang kafir dan berkata: "Wahai Utbah bin
Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai Umayah bin Khalf, wahai Abu Jahal bin
Hisam, apakah kalian menemukan apa yang dijanjikan oleh tuhan kalian kepada
kalian. Sungguh aku telah menemukan apa yang dijanjikan Tuhanku."
Orang-orang Muslim berkata: "Ya Rasulullah, apakah engkau memanggil kaum
yang sudah mati?" Rasulullah berkata: "Kalian tidak mengetahui apa
yang aku katakan kepada mereka, tetapi mereka tidak mampu menjawab perkataanku."
Rasulullah saw tinggal tiga malam di Badar kemudian beliau kembali ke Madinah.
Di depan beliau terdapat tawanan-tawanan perang dan ganimah.
Kaum Muslim sangat
menanggung beban berat dengan banyaknya tawanan perang. Mula-mula Rasulullah
saw bermusyawarah dengan sahabat Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar berkata:
"Ya Rasulullah, mereka adalah keturunan dari saudara-saudara dan keluarga,
dan aku melihat lebih baik engkau mengambil fidyah (tebusan) dari mereka
sehingga apa yang engkau ambil tersebut merupakan kekuatan bagi kita terhadap
orang-orang kafir, dan mudah-mudahan Allah SWT memberi petunjuk kepada mereka
sehingga mereka menjadi tulang punggung kita."
Kemudian Rasulullah saw
menoleh kepada Umar bin Khattab sambil berkata, "bagaimana pendapatmu
wahai Ibnul Khattab?" Lelaki itu berkata: "Demi Allah, aku tidak
sependapat dengan apa yang dikatakan Abu Bakar tetapi aku berpendapat,
seandainya aku mampu untuk bertemu dengan salah seorang kerabatku, maka aku
akan memukul lehernya, dan seandainya Ali mampu bertemu dengan keluarganya, maka
ia pun akan memukul lehernya begitu Hamzah sehingga Allah SWT mengetahui bahwa
tidak ada di hati kita kelembutan kepada kaum musyrik."
Pasukan Madinah dan
pasukan Mekah terdiri dari keluarga-keluarga yang terikat hubungan kekerabatan,
namun kehendak Allah SWT menetapkan terjadinya peperangan sesama keluarga:
antara anak dan orang tuanya. Umar menginginkan agar keadaan demikian terus
berlanjut sehingga orang-orang musyrik mengetahui bahwa Islam tidak ingin
berdamai. Kemudian Selesailah urusan itu dan terjadi peperangan di jalan Allah
SWT dan mengangkat senjata dan berperang adalah suatu kewajiban yang tiada
keraguan di dalamnya. Nabi saw menoleh kepada kaum Muslim dan mendapati
sebagian besar mereka cenderung kepada pendapat Abu Bakar. Nabi saw mengikuti
pendapat mayoritas saat itu. Pendapat mayoritas salah dan hanya Umar yang
benar.
Ini adalah peperangan
pertama yang dilalui oleh Islam. Hendaklah kaum Muslim harus meninggalkan
dorongan kemanusiaan mereka, yakni orang-orang kafir harus dibunuh agar musuh-musuh
Allah SWT mengetahui bahwa Islam telah memilih darah. Allah SWT telah mendukung
Umar bin Khattab dalam Al-Qur'an sehingga Nabi saw dan Abu Bakar menangis
ketika keduanya menyadari kesalahan mereka pada hari berikutnya, lalu Umar
memergoki mereka dalam keadaan menangis dan ia bertanya, "apa yang
menyebabkan Rasulullah saw dan temannya di gua menangis?" Kemudian
Rasulullah saw membaca Al-Qur'an:
"Tidak patut bagi
seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka
bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala)
akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya
tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa
siksaan yang besar karena tebusan yang hamu ambil." (QS. al-Anfal: 67-68)
Kedua ayat itu mengatakan
bahwa ini bukan saatnya melindungi para tawanan dan berusaha untuk menebus
mereka. Waktu Demikian belum saatnya. Nabi tidak berhak memiliki tawanan
kecuali jika ia telah melakukan banyak peperangan dan banyak berjihad dan telah
banyak membunuh dan dakwahnya telah mapan.
Kedua ayat tersebut
menyingkap tujuan di balik penebusan tawanan: "Kamu menghendaki harta
benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)."
Demikianlah pemikiran
yang mempertimbangkan keadaan-keadaan aktual yang sulit. Itu adalah pemikiran
yang bersifat taktik sebagaimana yang kita ungkapkan dalam istilah modern dan
bukan pemikiran yang bersifat strategis. Kemudian para tawanan tersebut bukan
tawanan biasa tetapi menurut istilah modern mereka adalah penjahat-penjahat
perang. Oleh karena itu, nyawa mereka harus ditumpahkan saat mereka dapat
ditangkap, meskipun mereka memiliki kekayaan yang banyak atau kedudukan yang
tinggi. Islam tidak mengakui kekayaan atau kedudukan, yang diakuinya adalah
keimanan, sedangkan pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya tidak dihiraukan
oleh Islam.
Nas Al-Qur'an
memperingatkan orang-orang yang menang bahwa kesalahan mereka bisa berakibat
pada datangnya siksaan yang bakal mereka terima tetapi Allah SWT mengampuni
mereka dan menurunkan rahmat-Nya: "Kalau sekiranya tidak ada ketetapan
yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena
tebusan yang kamu ambil."
Siksaan tersebut memang
lebih dekat daripada pohon yang dekat ini, kemudian Allah SWT mengampuni mereka
dan Allah SWT mengampuni sahabat-sahabat yang terjun di perang Badar, baik dosa
yang lalu maupun dosa mereka yang akan datang. Demikianlah Al-Qur'an ingin
mendidik kaum Muslim agar mereka tidak banyak mempertimbangkan urusan manusiawi
saat berperang. Jadi, Islam memulai peperangannya yaitu peperangan yang hanya
ditujukan kepada Allah SWT dan hendaklah peperangan tersebut dihilangkan dari
pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga sahabat-sahabat Nabi mengetahui
bahwa kecenderungan kepada kesenangan duniawi akan berakibat pada kekalahan
mereka.
Dalam peperangan Uhud
jumlah kaum musyrik tiga ribu sedangkan jumlah kaum Muslim tiga ratus pasukan
setelah pemimpin orang-orang munafik Abdullah bin Saba' mengundurkan diri
pasukan. Kaum Muslim diletakkan di gunung dan Rasulullah saw membuat rencana
yang jitu untuk memenangkan pertempuran di mana beliau membagi pasukan pemanah
di puncak gunung untuk melindungi punggung kaum Muslim dan melinduingi mereka
dari serangan dari arah belakang. Rasulullah saw memberi pengertian kepada
pasukan panah itu agar mereka tetap di tempatnya baik kaum Muslim menang maupun
kalah. Yakni bahwa pasukan pemanah tidak boleh turun dari gunung dan meski
berusaha untuk melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw berkata kepada mereka.
"lindungilah punggung-punggung kami. Jika kalian melihat kami sedang
bertempur, maka kalian tidak usah turun darinya dan tidak usah menolong kami,
dan jika kalian melihat kami memperoleh kemenangan dan mengambil ganimah, maka
kalian tidak boleh ikut serta bersama kami."
Setelah membuat keputusan
tersebut, Rasulullah saw kembali ke pasukan yang lain, lalu beliau membikin
suatu rencana untuk menyerang. Dan Dimulailah peperangan kemudian pasukan Islam
mendorong pasukan musyrik laksana angin yang kencang yang memporak-porandakan
ribuan kaum musyrik. Pada tahapan pertama pasukan Islam tampak menguasai medan
dan berhasil menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah tampak berputus asa
meskipun mereka unggul secara bilangan dan meskipun mereka memiliki kuatan
persenjataan yang lengkap, pasukan Mekah justru dikagetkan dengan ketangguhan
pasukan Muslim yang dapat memukul mundur mereka hingga mereka membayangkan
balwa mereka tidak dapat memenangkan peperangan atau dapat bertahan di hadapan
pasukan Muslim.
Debu-debu peperangan
mulai berterbangan yang menyertai tanda-tanda kekalahan pasukan Mekah.
Sementara itu, para pemanah yang diletakkan Rasulullah saw di suatu tempat yang
strategis berpikir untuk memperoleh ganimah. Pasukan Mekah telah kalah dan
mereka telah melarikan diri dari pasukan Muslim, maka bagaimana seandainya para
pemanah turun dari tempat mereka untuk mengumpulkan harta rampasan dan ganimah.
Rasulullah saw telah mengingatkan mereka agar jangan meninggalkan tempat mereka,
apa pun yang terjadi tetapi pasukan pemanah itu justru berkhianat dan menentang
perintah Nabi saw setelah mereka membayangkan bahwa peperangan telah selesai
dan keuntungan akan diperoleh pasukan Madinah yang beriman.
Pasukan pemanah mengira
bahwa Allah SWT akan menutupi kesalahan mereka dan akan melindungi mereka
sehingga mereka berhasil mengambil harta rampasan dan ganimah. Sungguh
keikhlasan telah tercabut dari hati sebagian pasukan. Belum lama hal tersebut
berlangsung sehingga terjadilah perubahan yang drastis pada peperangan.
Pemimpin pasukan berkuda musyirik dalam peperangan Uhud yaitu Khalid bin Walid
yang kemudian ia menjadi tokoh Muslim adalah orang yang sangat jenius dalam
peperangan. Begitu ia melihat pasukan pemanah lari dari tempat mereka, maka ia
melihat celah yang terbuka di tengah-tengah kaum Muslim, sehingga ia segera
memutarkan kudanya dan disertai pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia
menyerang kaum Muslim dari belakang. Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat
cepat dan sangat mengejutkan. Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas.
Mereka yang tadinya lari, kini mereka menarik diri dan justru menyerang
kembali.
Pasukan Muslim dikepung
dari dua arah oleh pasukan berkuda: satu dari belakang dan yang lain dari
depan. Kemudian berjatuhanlah korban-korban dari pasukan Muhammad bin Abdillah.
Banyak di antara mereka yang mati sebagai syahid saat mempertahankan dan
melindungi Rasulullah saw, bahkan sang Nabi pun hidungnya terluka dan giginya
pun runtuh dan kepala beliau yang mulia terluka sehingga beliau mengucurkan
darah.
Kemudian tersebarlah isu
bahwa Muhammad saw telah meninggal. Ketika mendengar itu, kaum Muslim sangat
terpukul dan sangat sedih sehingga kaum Muslim pun terpecah-pecah. Sebagian
mereka kembali ke Mekah dan sekelompok yang lain ke atas gunung dan mereka
tetap menjaga Nabi saw yang mulia. Ketika mendengar kematian Nabi, Anas bin
Nadhir berkata kepada kaumnya: "Bangkitlah kalian dan matilah seperti
kematiannya. Apa yang kalian lakukan setelah kalian hidup sesudahnya."
Pasukan Muslim tetap
bertahan dan melakukan peperangan, lalu tekanan kaum musyrik semakin berat
kepada Nabi saw dan para sahabatnya. Kemudian terjadilah kejadian yang paling
sulit dalam sejarah umat Islam. Nabi saw berteriak saat melihat kaum musyrik
menekannya dan berusaha membunuhnya: "Barangsiapa yang dapat mengusir
mereka dariku, maka baginya surga."
Mendengar perkataan itu,
kaum Muslim segera mengitari Nabi saw dan melindungi beliau sehingga banyak
dari mereka berguguran sebagai syahid. Bahkan sahabat-sahabat Abu Juanah
melindungi Nabi saw sampai-sampai punggungnya dipenuhi dengan anak-anak panah.
Ia bagaikan baju besi yang dipakai kepada Nabi saw dan ia tetap kokoh
melindungi sang Nabi saw. Kemudian berubahlah keadaan karena keteguhan dan
keberanian yang diperlihatkan oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah merasa puas dan mereka
memilih untuk menarik diri. Saat itu orang-orang Quraisy tidak lebih sedikit
penderitaannya daripada orang-orang Muslim.
Setelah peperangan yang
dahsyat itu, kaum musyrik menarik diri setelah mereka berhasil membunuh
beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil melukai pemimpin pasukan yaitu
sang Nabi saw. Semua itu terjadi karena satu kesalahan yaitu kesalahan terletak
pada penentangan dan pembangkangan para pemanah terhadap perintah sang Rasul
saw dan usaha mereka untuk meninggalkan tempat mereka.
Ketika sebagian kelompok
dari sahabat kehilangan pengorbanan dan kehilangan sikap ikhlas dalam hati
mereka, maka kesalahan tersebut harus dibayar oleh tentara yang paling berani
dan mulia di antara mereka yaitu sang Nabi saw. Langit tidak ikut campur untuk
menyelamatkan pasukan Islam itu. Kesalahan kaum Muslim itu harus dibayar oleh
Rasul saw di mana wajah beliau pun terluka bahkan keluar darah yang cukup deras
dari luka beliau sehingga setiap kali dituangkan air di atas luka itu, maka
darah pun semakin deras mengucur. Darah itu tidak berhenti kecuali setelah
dibakarkan potongan tembikar lalu dilekatkan di atasnya.
Luka beliau bukan hanya
bersifat materi tetapi luka spiritual beliau dan ruhani beliau pun semakin
bertambah. Ini beliau rasakan ketika mendengar bahwa pamannya Hamzah gugur
sebagai syahid dan tidak cukup dengan itu, bahkan istri Abu Sofyan yaitu Hindun
membelah perutnya dan mengeluarkan jantungnya serta mengunyahnya dengan
mulutnya. Semua itu semakin menambah kesedihan sang Nabi.
Kaum Quraisy menguasi
pasukan Muslim dan mereka memberlakukan dan menekan kaum Muslim secara aniaya.
Seandainya bukan karena rahmat Allah SWT niscaya kaum Muslim akan mengalami
kekalahan yang telak. Kemudian turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim ayat-ayat yang
mendidik kaum Muslim agar mereka benar-benar ikhlas dan memahamkan mereka bahwa
kekalahan mereka sebagai akibat dari adanya pasukan di antara mereka yang
menginginkan dunia meskipun di antara mereka ada sebagian yang menginginkan
akhirat. Jika terjadi demikian, maka tidak adajalan untuk memperoleh
kemenangan. Ini bukanlah hal yang diinginkan oleh pasukan Muslim, yang
diharapkan adalah hendaklah semua pasukan tertuju untuk mencapai ridha Allah
SWT dan hanya mengharapkan akhirat. Jika demikian halnya, maka Allah SWT akan
memberi mereka dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman dan
menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran:
"Di antaramu ada
orang yang menghendahi dunia dan di antara kamu ada orangyang menghendaki
akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan
sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang
dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman." (QS. Ali 'Imran:: 152)
Allah SWT memaafkan hal
itu. Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah korban mereka dan mengobati
orang-orang yang terluka. Rasulullah saw bertanya tentang pamannya Hamzah, dan
ketika beliau mendapatinya di tengah-tengah sahabat yang gugur, dan orang-orang
kafir telah merusak jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan menangis:
"Tidak akan ada orang yang akan tertimpa sepertimu selama-lamanya."
Kemudian Nabi saw berdiri
dan memuji Allah SWT lalu beliau memerintahkan untuk mengembalikan orang-orang
yang terbunuh dari kaum Muslim ke tempat asal mereka di mana mereka terbunuh.
Saat itu keluarga mereka telah membawanya ke kuburan kemudian Nabi saw
mengumpulkan kedua orang laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud dalam satu
pakaian dan beliau bertanya siapa di antara keduanya yang paling banyak mengambil
manfaat dari Al-Qur'an. Jika diisyaratkan kepada salah satunya, maka beliau
akan mendahulukannya untuk dimasukan dalam liang lahad.
Rasulullah saw juga
memerintahkan agar mereka dikebumikan dengan darah mereka dan beliau pun tidak
mensalati mereka, serta tidak memandikan mereka. Allah SWT ingin memperlihatkan
bagaimana mereka dibangkitkan pada hari kiamat lalu beliau bersabda:
"Tiada seorang pun yang terluka di jalan Allah SWT kecuali Allah SWT
membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan di mana Iukanya akan mengucur
darah. Warna itu adalah warna darah dan baunya seperti minyak misik."
Bukanlah penderitaan yang
dalam yang merupakan pelajaran yang harus dimengerti kaum Muslim dari
peperangan Uhud sebagai akibat dari pembangkangan mereka dari perintah Rasul
saw dan ketidaktaatan mereka kepadanya, tetapi wahyu juga menurunkan berbagai
pelajaran yang lain yang dapat dimanfaatkan. Pelajaran yang terpenting setelah
pelajaran kesetiaan adalah penjelasan tentang central utama yang di situ kaum
Muslim berkumpul. Pribadi Rasulullah saw bukanlah markas yang di situ kaum
Muslim berkumpul yang ketika pribadi Rasulullah saw yang mulia pergi karena
satu dan lain hal, maka orang-orang Muslim akan pergi dan meninggalkan beliau.
Tidak seharusnya pribadi Rasul saw menjadi markas atau central tetapi yang
menjadi central dari semuanya adalah pemikiran beliau. Itulah yang paling
penting.
Demikianlah bahwa
Al-Qur'an al-Karim mencela orang-orang yang meletakkan senjatanya ketika
tersebar isu terbunuhnya Nabi saw. Islam tidak akan mencapai puncaknya ketika
kaum Muslim berkumpul di sisi Rasulullah saw saat beliau masih hidup namun
ketika beliau terbunuh atau mati, maka mereka murtad di mana mereka membuang
senjatanya dan pergi mengurusi diri mereka sendiri. Orang-orang Islam adalah orang-orang yang
mengikuti prinsip bukan mengikuti pribadi. Muhammad bin Abdillah memang seorang
pemimpin manusia dan Imam para rasul dan penutup para nabi, dan sebagai makhluk
Allah SWT yang paling mulia, namun ini semua tidak membenarkan bahwa seorang
Muslim diperbolehkan untuk meletakkan senjatanya ketika Rasul saw wahfat atau
terbunuh. Hendaklah seorang Muslim memanggul senjatanya dan tidak membuang dari
tangannya kecuali dalam dua keadaan: pertama ketika ia telah memperoleh
kemenangan dan kedua ketika ia telah mati.
Nas Al-Qur'an menjelaskan
secara gamblang hubungan kaum Muslim dengan akidah Islam, bukan dengan pribadi
sang Rasul saw. Allah SWT berfirman:
"Muhammad itu tidak
lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang
rasul. Apakahjika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (tnurtad)?
Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maha ia tidak dapat mendatangkan mudarat
kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orangyang
bersyukur." (QS. Ali 'Imran: 144)
Demikianlah bahwa
peperangan Uhud telah membawa dampak yang luar biasa terhadap kaum Muslim,
utamanya terhadap Nabi saw. Orang-orang yang terbunuh di perang Uhud adalah
sahabat-sahabat yang paling mulia dan paling banyak imannya. Mereka adalah
pilihan dari orang-orang Muslim yang pertama; mereka memikul beban dakwah di
saat-saat yang sulit bahkan mereka harus berhadapan dan memusuhi kerabat mereka
dan teman-teman mereka; mereka menjadi terasing saat menyatakan keislaman
mereka sebelum hijrah dan sesudahnya; mereka telah menginfakkan harta; mereka
berjuang di jalan Allah SWT; mereka telah bersabar dalam menanggung berbagai
macam penderitaan, dan ketika datang saat yang paling berbahaya dan pasukan
Islam telah terkepung di mana jiwa Rasul saw telah terancam, mereka justru
mencurahkan darah mereka bagaikan lautan yang menenggelamkan orang-orang kafir
dan mereka mampu melindungi sang Rasul saw dan mengubah jalan peperangan serta
menyelamatkan akidah tauhid.
Peperangan Uhud bukanlah
pengorbanan pertama yang dilakukan oleh kaum Muslim dan bukanlah merupakan
peperangan yang terakhir. Ia adalah satu peperangan di antara cukup banyak
peperangan yang dilalui oleh Islam untuk menyebarkan kalimat Allah SWT di muka
bumi dan membimbing hamba-hamba-Nya. Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan
peperangan Uhud bukanlah pengorbanan yang pertama terhadap Islam dan bukan juga
yang terakhir. Rasulullah saw telah hidup setelah diutusnya kepada manusia di
mana beliau telah memberikan semuanya untuk kehidupan dan untuk dakwah; beliau
tidak memiliki dirinya sendiri; beliau tidak memboroskan waktunya dengan
sia-sia bahkan beliau beristirahat sedikit saja. Semua kehidupan beliau
diberikan kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau menjalani berbagai macam
peperangan dan beliau memikul berbagai macam penderitaan dan belum lama beliau
lari dari suatu problem kecuali beliau berhadapan dengan problem yang baru dan
lain; belum lama beliau menyelesaikan suatu krisis kecuali beliau menghadapi
krisis yang lain. Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana beliau selalu
memberikan kontribusi dan sumbangannya demi kepentingan agama Allah SWT.
Silakan Anda mengamati
kehidupan sang Rasul saw dari sudut manapun yang Anda inginkan niscaya Anda
tidak akan menemukan sudut dari sudut-suduut kehidupan beliau kecuali dimulai
dan dipenuhi dengan pergulatan yang hebat.
Rasulullah saw telah
melalui pergulatan militer dalam berbagai macam pertempuran yang silih berganti
yang beliau lakukan. Beliau memulai pergulatan politiknya yang terwujud dalam
perundingan-perundingan dan surat-surat yang beliau kirimkan kepada penguasa
dan para raja di berbagai negara agar mereka memeluk Islam, bahkan beliau
melakukan pergulatannya dalam masalah pribadi di rumah tangga. Rumah tangga
beliau pun tidak kosong dari pergulatan. Beliau adalah pejuang sejati dalam
setiap waktu. Kalau kita mengenal Nabi Ibrahim sebagai seorang musafir di jalan
Allah SWT, maka Muhammad bin Abdillah adalah seorang pejuang di jalan Allah
SWT. Belum lama peperangan Uhud berakhir sehingga pengaruh-pengaruh buruknya
berbekas pada kaum Muslim. Orang-orang Arab Badui mulai berani bersikap kurang
ajar kepada mereka, demikianjuga orang-orang Yahudi, apalagi orang-orang
munafik dan tidak ketinggalan orang-orang Quraisy pun mulai menyudutkan kaum
Muslim.
Kemudian datanglah utusan
dari kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka mengatakan kepada beliau bahwa
mereka mendengar tentang Islam dan mereka ingin memeluknya, maka hendaklah
beliau mengutus kepada mereka beberapa dai dan mubalig untuk mengajari mereka
tentang dasar-dasar agama. Nabi saw mengutus bersama mereka sekelompok para dai
yang dipimpin oleh 'Ashim bin Tsabit. Temyata orang-orang itu berkhianat atas
para sahabat-sahabat yang berdakwah itu dan mereka pun dibunuh. Bahkan tiga di antara mereka ditawan dan
dijual di Mekah. Dijualnya mereka di Mekah berarti mereka diserahkan pada
kelompok orang-orang Quraisy yang telah lama menunggu untuk menangkap kaum
Muslim. Kaum Quraisy Mekah membunuh tiga tawanan kaum Muslim itu. Orang-orang
Muslim sangat sedih mendengar dai-dai Allah SWT itu terbunuh dengan cara yang
begitu tragis.
Ketika datang kepada Nabi
saw orang-orang yang minta pada beliau agar dikirim utusan dari kalangan
mubaligh untuk menyebarkan Islam untuk para kabilah kaum Najd, maka Nabi kali
ini betul-betul mempertimbangkan antara kepentingan menyebarkan Islam dan
perlindungan terhadap kehormatan manusia. Lalu beliau memilih untuk kepentingan
dakwah Islam. Beliau menyadari bahwa beliau mengutus para sahabatnya dalam
bahaya; beliau memberitahu mereka bahwa mereka akan menghadapi suatu keadaan
yang misterius yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun bahaya
tersebut sudah menjadi bagian dari cita rasa kehidupan yang selalu meliputi
dakwah Islam.
Ketika Nabi saw
mengutarakan kekhawatirannya terhadap para sahabatnya yang bakal diutusnya di
tengah kabilah itu, orang-orang yang meminta beliau untuk mengutus para
sahabatnya menyakinkan beliau bahwa mereka akan melindungi sahabat beliau.
Kemudian Nabi saw memerintahkan tujuh puluh orang pilihan dari sahabatnya untuk
pergi dan berjihad di jalan Allah SWT serta mengajak manusia untuk mengikuti
Islam. Lalu pergilah para sahabat yang kemudian dikenal dengan sebutan
al-Qurra' (yaitu orang-orang yang pandai membaca Al-Qur'an dan menghapalnya).
Mereka adalah para dai yang terbaik yang diutus Nabi di mana pada siang hari
mereka memikul kayu bakar dan pada malam hari mereka sibuk dalam keadaan salat.
Ketika datang perintah Rasulullah saw kepada mereka untuk pergi dan berdakwah
mereka pun pergi dalam keadaan gembira karena mereka diajak untuk berjihad di
jalan Allah SWT. Mereka melangkahkan kaki dengan mantap di tanah orang-orang
munafik dan para penghianat sehingga mereka sampai di suatu sumur yang bemama
sumur Ma'unah. Kemudian mereka mengutus salah seorang di antara mereka untuk
menemui pemimpin orang-orang kafir di negeri itu. Mubalig dari sahabat
Rasulullah saw itu menyampaikan surat Nabi yang dibawanya di mana beliau
mengharapkan agar masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikagetkan dengan
adanya pisau yang menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak saat ia
tersungkur: "sungguh aku beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah."
Kemudian pemimpin
orang-orang kafir itu mengangkat senjata dan mengumpulkan para kabilah untuk
memerangi para mubaligh di jalan Allah SWT itu sehingga sahabat-sahabat terbaik
yang berdakwah di jalan Allah SWT itu pun gugur di sumur Ma'unah. Jasad-jasad
mereka menjadi makanan dari burung nasar dan burung-burung yang lain. Dari
tujuh puluh orang yang dikirim itu hanya seorang yang selamat yang kembali
kepada Nabi saw. Ia menceritakan apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha Muslimin
di mana mereka dikhianati. Ketika mendengar berita tentang tragedi itu, Nabi sangat terpukul dan
sedih. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan berkata kepada sahabat-sahabatnya:
"Sungguh sahabat-sahabat kalian telah terbunuh dan mereka telah meminta
kepada Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan kami, berikanlah kami ujian
sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa saja yang menjadi kepuasan-Mu kami
pun akan merasakan kepuasan."
Sungguh penderitaan yang
dialami oleh Islam sangat berat, terutama yang menimpa para sahabat yang gugur
sebagai syahid di sumur Ma'unah. Nabi saw sangat sedih mendengar sikap
orang-orang Arab dan orang-orang kafir terhadap Islam. Mereka telah mengejek
dan merendahkan kaum mukmin sampai pada batas ini. Kemudian beliau menetapkan
akan kembali mengangkat kewibawaan Islam dengan tindak kekerasan.
Dalam keadaan seperti
ini, bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh Rasulullah saw. Pada suatu
hari beliau pergi ke Bani Nadhir untuk menyelesaikan suatu urusan. Kemudian mula-mula mereka menampakkan
persetujuan atas apa yang diucapkan beliau. Mereka mendudukkan Nabi di bawah
naungan benteng-benteng mereka, lalu mereka bersekongkol untuk melenyapkan beliau;
mereka menetapkan untuk melemparkan batu yang berat dari atas benteng itu saat
beliau duduk dan tidak membayangkan akan terjadinya kejahatan yang direncanakan
padanya. Namun Allah SWT mengilhami Rasul-Nya akan datangnya bahaya kepada
beliau, lalu beliau bangun sebelum pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau
segera pergi menuju rumahnya. Beliau berpikir saat beliau kembali ke rumahnya
dengan membawa penderitaan yang baru. Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut
tidak akan dapat berhenti kecuali setelah Islam menunjukkan taringnya. Islam
ingin mengembalikan kewibawaannya dengan cara mengangkat senjata.
Rasul saw mengutus utusan
ke Bani Nadhir dan memerintahkan mereka untuk keluar dari Madinah, bahkan Rasul
saw memberi waktu kepada mereka hanya sepuluh hari. Kemudian orang-orang
munafik yang ada di Madinah bersatu bersama orang-orang Yahudi dan mereka
sepakat untuk memerangi Islam. Namun ketika berhadapan dengan Islam, orang-orang Yahudi menelan kekalahan.
Kemudian turunlah surah al-Hasyr yang menyebutkan pengusiran orang-orang Yahudi
dan menyingkap kedok orang-orang munafik. Setelah kemenangan yang meyakinkan
ini, Rasul saw keluar bersama sahabatnya untuk membalas kejadian yang menimpa
sahabat-sahabatnya yang dikenal dengan al-Qurra' itu. Rasul saw ingin mengembalikan
kewibawaan Islam. Kemudian pasukan Rasul saw itu mampu membuat para pengkhianat
dari orang-orang Arab ketakutan. Hanya sekadar mendengar nama pasukan Muslim,
maka serigala-serigala gurun yang dulu bengis itu pun ketakutan laksana
tikus-tikus yang panik yang bersembunyi di bawah lobang-lobang gunung.
Orang-orang Quraisy mendengar kegiatan pasukan Islam. Pasukan Quraisy menarik
diri saat mereka mendekati Dahran, sementara pasukan Muslim berada di Badar.
Mereka menunggu pertemuan yang disepakati di Uhud. Orang-orang Muslim
menyala-kan api selama delapan hari sebagai bentuk tantangan dan menunggu
kedatangan kaum kafir sehingga ketika mereka (kaum kafir) telah pergi, maka
citra kaum Muslim pun terangkat setelah mereka menerima kepahitan dalam peperangan
Uhud.
Kaum Muslim menoleh ke
arah utara jazirah Arab setelah menetapkan kewibawaan mereka di selatan.
Kabilah di sekitar Daumatul Jandal dekat dengan Syam merampok di tengah jalan
dan merampas kafilah yang berlalu di situ, bahkan kenekatan mereka sampai pada
batas di mana mereka berpikir untuk menyerbu Madinah. Oleh karena itu,
Rasulullah saw keluar bersama seribu orang Muslim yang mereka bersembunyi di
waktu siang dan berjalan di waktu malam, sehingga setelah lima belas malam
beliau sampai ke tempat yang dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka
lalu mereka menggerebek tempat itu. Pasukan kafir itu dikagetkan dengan
kedatangan kaum Muslim yang begitu cepat.
Kita akan mengetahui
bahwa alat komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah saw sangat unggul sebagaimana
alat pertahanan beliau pun sangat unggul. Serangan mendadak yang dilakukan oleh
pasukan Rasulullah saw menunjukkan bahwa mereka memiliki pertahanan yang luar
biasa. Sistem pertahanan yang luar biasa sebagaimana kedatangan pasukan yang
secara tiba-tiba itu menunjukkan kemampuan pasukan Islam untuk menyusup.
Demikianlah, terjadilah
hari-hari pertempuran militer. Belum lama Nabi saw meletakkan baju besinya, dan
beliau kembali membangun pribadi kaum Muslim sehingga beliau terpaksa kembali
memakai baju besinya dan kembali berperang. Ketika musuh-musuh Islam yang
berada di sekelilingnya melihat bahwa kemampuan militer mereka tidak dapat
menandingi kemampuan kaum Muslim, maka mereka sengaja melakukan cara-cara baru
untuk memerangi Islam. Yaitu peperangan psikologis atau peperangan urat syaraf
dengan cara menyebarkan berbagai macam isu atau apa yang dinamakan Al-Qur'an
al-Karim dengan peristiwa al-Ifik (kebohongan). Setelah peperangan Bani
Musthaliq yaitu peperangan yang membawa kemenangan yang cepat bagi kaum Muslim,
terjadilah kesalahpahaman dan pertengkaran di antara sahabat-sahabat yang biasa
mengambil air di mana salah seorang mereka berteriak: "wahai kaum
Muhajirin," dan yang lain berteriak: "Wahai kaum Anshar."
Peristiwa yang sangat
sepele itu dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik yaitu Abdullah bin Ubai.
Abdullah bin Ubai memprovokasi orang-orang Anshar untuk menyerang kaum
Muhajirin. Ia ingin membangkitkan luka-luka jahiliah yang lama yang telah
dibuang dan telah dikubur oleh Islam, Salah satu yang dikatakan oleh Ibnu Ubai
adalah, "sungguh mereka telah menyaingi kita dan mengambil kebaikan dari
dan seandainya kita telah kembali ke Madinah niscaya orang-orang yang mulai
akan dapat mengusir orang-orang yang hina di dalamnya."
Zaid bin Arqam menyampaikan
kalimat si munafik itu kepada Nabi saw, di mana kalimat itu berisi provokasi
terhadap orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ubai menginginkan
agar mereka berpecah belah dan agar kesatuan mereka runtuh. Si Munafik itu
segera datang kepada Rasul saw dan menafikan apa yang dikatakannya. Orang-orang
Muslim secara lahiriah membenarkan perkataan si munafik itu dan mereka justru
menuduh Zaid bin Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa itu tidak
tersembunyi dari Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan beliau.
Lalu beliau mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke suatu tempat yang
tidak biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi bersama sahabat di hari itu
sampai waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki waktu pagi.
Kepergian yang singkat dan tiba-tiba itu mampu menepis kebohongan yang
dirancang oleh si Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu kebohongan yang bertujuan
untuk membakar persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk menyalakan api di
tengah-tengah rumah sang Nabi saw.
Ketika Nabi masih
memiliki kekuatan yang menakutkan bagi yang mencoba melawannya, maka mereka pun
melakukan berbagai penipuan dan, makar. Dan salah satu yang menjadi obyek tipu
daya itu adalah istri beliau, yaitu Aisyah. Alkisah, Aisyah pada suatu hari
pergi untuk memenuhi hajatnya lalu dilehernya terdapat anting-anting. Setelah
ia memenuhi hajatnya, anting-anting itu terjatuh dari lehernya dan ia tidak
mengetahui. Ketika Aisyah kembali dari kafilah yang telah siap-siap untuk
pergi, ia kembali mencari kalungnya sampai ia menemukannya. Sementara itu
orang-orang yang membawanya dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah sudah berada di
dalamnya. Mereka tidak ragu dalam hal itu karena memang berat badan Aisyah
sangat ringan.
Pasukan Nabi berjalan dan
membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di dalamnya. Aisyah kembali dan tidak
mendapati pasukan di mana mereka telah pergi. Aisyah merasa heran atas
kepergian pasukan yang begitu cepat. Aisyah merasa takut saat ia berdiri
sendirian di padang gurun. Aisyah berusaha bersikap baik, ia duduk di tempatnya
di mana di situlah untanya duduk juga. Aisyah melipat-lipat pakaiannya sambil
berkata dalam dirinya: Mereka akan mengetahui bahwa aku tidak ada dan karena
itu mereka akan kembali mencariku dan akan menemukan aku.
Sementara itu, Sofwan bin
Mu'athal juga tertinggal karena ia melakukan keperluannya. Ia berjalan dari
arah yang jauh lalu ia melihat bayangan orang yang tidak begitu jelas. Sofwan
mendekat dan tiba-tiba ia mengetahui bahwa ia sedang berdiri di hadapan Aisyah.
Ia melihat Aisyah sebelum diwajibkannya perintah memakai hijab (jilbab) atas
istri-istri Nabi. Ketika melihatnya, Sofwan berkata: "Sesungguhnya kita
milik Allah SWT dan kepadanya kita akan kembali,... istri Rasulullah Aisyah
tidak menjawab.
Sofwan mundur dan
mendekatkan untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan Anda
menaikinya." Aisyah pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya pergi dan
mencari pasukan yang telah meninggalkannya. Sementara itu, pasukan Nabi sedang
beristirahat. Para sahabat mengira bahwa Aisyah masih berada dalam tandu.
Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah datang kepada mereka bersama Sofwan
yang menuntun untanya.
Tokoh munafik Abdullah
bin Ubai segera memanfaatkan kesempatan emas ini. Ia membuat kisah bohong yang
terkesan menuduh istri Nabi melakukan pengkhianatan. Abdullah bin Ubai pandai
memilih beberapa sahabat yang dikenalinya sebagai orang-orang yang mudah
percaya dan cenderung membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah, atau ia
mengetahui bahwa di antara mereka dan Aisyah terdapat kedengkian sehingga
mereka suka jika tersebar kebohongan yang berkenaan dengan Aisyah.
Demikianlah pemimpin
munafik itu berhasil menjerat beberapa sahabat dalam tali kebohongannya, di
antaranya Hasan bin Sabit. Musthah, dan seorang wanita yang dipanggil Hamnah
binti Jahasv. yaitu saudara perempuan Zainab binti Jahasy istri Rasulullah saw.
Ketiga orang itu tertipu dengan kebohongan tersebut lalu mereka menyebarkannya
sehingga orang-orang yang terjerat dalam kebo hongan itu mengatakan apa saja yang
mereka inginkan. Akhirnya. pasukan pun berguncang dengan isu itu. Sementara
itu, Aisvah tidak mengetahui sedikit pun tentang hal tersebut. Isu tersebut
bertujuan untuk menjatuhkan Islam dan melukai perasaan RasuhiHah saw dan itu
termasuk peperangan menentang Rasulullah saw dan ajaran yang dibawanya. Begitu
juga ia bertujuan menunjukkan bahwa kaum Muslim tidak konsekuen dengan akidah
yang mereka yakini dan secara tidak langsung ia juga menyerang kesucian rumah
tangga Aisyah.
Pasukan kembali ke Mekah
dan Aisyah jatuh sakit, namun ia tidak mengetahui isu-isu yang dikatakan
tentang dirinya. Kemudian Rasulullah saw mendengar hal itu sebagaimana ayahnya
Abu Bakar dan ibunya pun mendengarnya, namun tak seorang pun di antara. mereka
yang memberitahu Aisyah. Begitu juga Rasul saw tidak menceritakan peristiwa itu
di hadapan Aisyah. Namun sikap beliau berubah di mana beliau tidak lagi
menunjukkan perhatiannya seperti biasanya saat Aisyah sakit. Ketika beliau
menemui Aisyah dan saat itu ibunya ada di situ, beliau berkata: "Bagaimana
keadaanmu?" Beliau tidak lebih dari mengucapkan kata-kata itu. Ketika
Aisyah melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai marah. Pada suatu hari ia
berkata pada Nabi: "Seandainya engkau mengizinkan aku, niscaya aku akan
pindah ke tempat ibuku." Beliau menjawab: "Itu tidak ada
masalah."
Aisyah pun pindah ke
tempat ibunya dan ia tidak mengetahui sama sekali apa yang sebenarnya terjadi
padanya. Setelah melalui lebih dari dua puluh malam, Aisyah sembuh dari
sakitnya dan ia pun belum mengetahui hal-hal yang dikatakan tentang dirinya.
Umul mu'minin Aisyah menceritakan bagaimana ia mengetahui isu bohong tersebut
dan bagaimana Allah SWT membebaskannya dari isu itu, ia berkata:
"Kami adalah kaum
Arab di mana kami tidak mengambil di rumah kami tanggung jawab ini yang biasa
di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami membencinya. Kami keluar untuk menikmati
keluasan kota. Sementara itu para wanita keluar pada setiap malam untuk
memenuhi hajat mereka. Pada suatu malam, aku keluar bersama Ummu Musthah untuk
memenuhi sebagian keperluanku. Lalu ia berkata: "Tidakkah kau sudah
mendengar suatu berita wahai putri Abu Bakar?" Aku bertanya, "berita
apa itu?" Lalu ia memberitahukan padaku apa-apa yang dikatakan oleh para
penyebar kebohongan. Aku berkata: "Apa ini memang benar?" Ia
menjawab: "Demi Allah, ini benar-benar terjadi." Aisyah berkata:
"Demi Allah, aku tidak mampu memenuhi hajatku." lalu aku pulang. Demi
Allah, aku tetap menangis sampai-sampai aku mengira bahwa tangisanku akan
merusak jantungku dan aku berkata kepada ibuku, mudah-mudahan Allah SWT
mengampunimu, banyak orang berbicara tentangku namun engkau tidak menceritakan
sedikit pun kepadaku. Ia berkata: "Wahai anakku, sabarlah demi Allah
jarang sekali wanita yang baik yang dicintai oleh seorang lelaki yang jika ia
memiliki istri-istri yang lain (madunya) kecuali wanita itu akan diterpa oleh
berbagai isu."
Aisyah berkata:
"Rasulullah saw berdiri dan menyampaikan pembicaraannya pada mereka dan
aku tidak mengetahui hal itu." Beliau memuji Allah SWT kemudian berkata: "Wahai
manusia, bagaimana keadaan kaum lelaki yang menyakiti aku melalui keluar gaku
dan mereka mengatakan sesuatu yang tidak benar. Demi Allah, aku tidak mengenal
mereka kecuali dalam kebaikan. Lalu mereka mengatakan hal itu pada seorang
lelaki yang aku tidak mengenalnya kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak
memasuki suatu rumah dari rumah-rumahku kecuali ia bersamaku."
Kemudian Rasulullah saw
memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid dan bermusyawarah dengan
keduanya. Usamah hanya melontarkan pujian dan berkata: "Ya Rasulullah aku
tidak mengenal istrimu kecuali dalam kebaikan dan berita ini hanya kebohongan
dan kebatilan," sedangkan Ali berkata: 'Ya Rasulullah masih banyak wanita
yang lain yang dapat kau percaya." Kemudian Rasulullah saw memanggil
Burairah dan bertanya kepadanya, lalu Ali berdiri kepadanya dan memukulnya
dengan keras sambil berkata: "Jujurlah kepada Rasulullah saw," lalu
wanita itu berkata: "Demi Allah, aku tidak mengetahui kecuali kebaikan.
Aku tidak pemah mencela Aisyah kecuali pada suatu waktu aku sedang membikin
adonan roti lalu aku memerintahkannya untuk menjaganya namun Aisyah tertidur
dan datanglah kambing lalu adonan itu dimakan olehnya."
Aisyah berkata:
"Kemudian datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat tu aku bersama kedua
orang tuaku dan seorang wanita dari kaum Anshar. Aku menangis dan wanita itu
pun turut menangis. Rasulullah saw duduk lalu memuji Allah SWT dan berkata:
"Wahai Aisyah, sungguh kamu telah mendengar sendiri apa yang dikatakan
orang-orang tentang dirimu, maka bertakwalah kepada Allah SWT dan jika engkau
telah melakukan keburukan seperti yang diucapkan orang-orang itu, maka
bertaubatlah kepada Allah SWT karena sesungguhnya Allah SWT menerima taubat
dari hamba-hamba-Nya." Aisyah berkata, "demi Allah, itu tidak lain
hanya kebohongan yang dialamatkan kepadaku sehingga membuat air mataku kering.
Aku sama sekali tidak seperti yang mereka katakan," lalu aku menunggu
kedua orang tuaku untuk mengatakan tentang diriku namun mereka justru terdiam.
Aisyah berkata, "demi Allah aku merasa sebagai seorang yang hina yang
tidak layak diturunkan Al-Qur'an dari Allah SWT berkenaan denganku, tetapi aku
hanya berharap agar Nabi saw melihat kebohongan yang dialamatkan kepadaku itu
sehingga ia memastikan terbebasnya aku darinya."
Aisyah berkata:
"Ketika aku tidak melihat kedua orang tuaku berbicara aku berkata kepada
mereka tidakkah kalian menjawab apa yang dikatakan Rasuullah saw?" Mereka
berkata: "Demi Allah kami tidak mengetahui apa yang harus kami
jawab." Aku mengetahui bahwa aku bebas dari tuduhan itu. Tiba-tiba
Rasulullah saw mengusap keringat dari wajahnya sambil berkata:
"Bergembiralah wahai Aisyah karena sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan
ayat yang membebaskan kamu dari tuduhan itu," lalu aku berkata: "Segala
puji bagi Allah SWT." Kemudian beliau keluar menemui para sahabat dan
membacakan kepada mereka ayat berikut ini:
"Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga.
Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat
balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil
bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang
besar. " (QS. an-Nur: 11)
Jibril turun kepada Nabi
saw untuk menyampaikan terbebasnya Aisyah dari segala tuduhan yang ditujukan
kepadanya. Dan gagallah peperangan psikologis menentang kaum Muslim dan rumah
tangga Rasulullah saw, dan kelompok-kelompok kafir meyakini bahwa mereka harus
menggunakan cara baru lagi untuk menentang Islam. Kemudian Rasulullah saw
kembali memasuki pergulatan menentang peperangan fisik. Peperang Khandaq
termasuk contoh peperangan fisik yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
Orang-orang Yahudi menyerahkan urasan mereka kepada kaum musyrik, dan Dimulailah
rangkaian persekongkolan dan sumpah di antara tokoh-tokoh Yahudi dan
pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan pendeta-pendeta Yahudi berfatwa bahwa
agama Quraisy yang disimbolkan dengan penyembahan berhala lebih baik daripada
agama Muhammad yang penyembahan hanya layak ditujukan kepada Tuhan Yang Esa
sebagaimana tradisi jahiliah lebih baik daripada ajaran Al-Qur'an.
Politik kaum Yahudi
berhasil menyatukan kelompok-kelompok orang kafir dan mengerahkannya untuk
menentang kaum Muslim. Kemudian mereka akan menyerang Madinah dengan jumlah
kekuatan sepuluh ribu tentara. Akhirnya, berita itu sampai ke Nabi saw. Beliau
tidak heran ketika mendengar orang-orang Yahudi bersatu—padahal mereka
mempunyai azas agama yang menyeru kepada tauhid—bersama kaum musyrik menentang
agama tauhid. Nabi saw mengetahui bahwa perjanjian telah lama membelenggu
orang-orang Yahudi sehingga hati mereka menjadi keras dan hari telah menjauhkan
antara mereka dan sumber yang jernih yang dipancarkan oleh Musa. Akhirnya,
mereka menjadi buah yang rusak yang kulitnya bergambar tauhid namun isinya
bergambar kepahitan syirik. Dan yang lebih penting dari itu adalah kesamaan
kepentingan kaum Yahudi dan kaum musyrik.
Nabi saw menyadari bahwa
beliau sekarang menghadapi ancaman dan pasukan yang besar. Pertempuran secara
terbuka tidak memberi keuntungan bagi Muslimin. Beliau mulai berpikir bagaimana
cara mempertahankan Madinah tanpa harus keluar darinya. Kali ini taktik
militernya berubah di mana sebelum itu beliau keluar dari Madinah dan menjauhinya
serta menyerang kelompok-kelompok yang berencana menyerbu Madinah. Kali ini
bentuk ancaman berbeda dan tentu pikiran Nabi pun berubah karena mengikuti
perbedaan ancaman itu.
Kemudian beliau
mengadakan pertemuan militer bersama para tentaranya. Beliau ingin mendengar
berbagai usulan tentang bagaimana cara mempertahankan Madinah. Lalu Salman
al-Farisi mengusulkan agar Nabi menggali suatu parit yang dalam di sekeliling
Madinah yaitu parit yang seperti bendungan alami yang dapat menahan laju banjir
yang ingin maju, suatu parit yang pasukan berkuda tidak akan mampu melewatinya
dan kaum Muslim dapat mempertahankan diri dari belakangnya. Mula-mula usulan
itu terkesan agak mustahil diwujudkan namun pada akhirnya Nabi menyetujui
usulan Salman itu. Melalui sensifitas militernya yang mengagumkan, beliau
mengetahui bahwa situasi cukup genting dan karenanya ia menuntut usaha keras
untuk dapat melaluinya. Nabi saw memerintahkan para sahabat untuk menggali
parit di sekitar Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan saat itu musim dingin
di mana udara sangat dingin. Di samping itu, kaum Muslim sedang mengalami
krisis ekonomi yang mengancam Madinah, meskipun demikian, penggalian parti
tetap dilaksanakan, bahkan Rasulullah saw terjun langsung untuk membuat galian
dan memikul tanah.
Kaum Muslim dengan
semangat yang luar biasa dapat menyelesaikan penggalian parit itu meskipun
kehidupan sangat keras dan mereka merasakan kelaparan karena kekurangan harta.
Namun semangat pasukan Islam tetap meninggi. Mereka percaya akan datangnya
kemenangan dan pertolongan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan tatkala
orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka
berkata: 'lnilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.' Dan benarlah
Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka
kecuali iman dan ketundukan." (QS. al-Ahzab: 22)
Pasukan Quraisy mulai
mendekati Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah menjadi jazirah cinta di
tengah-tengah lautan kebencian, lautan itu mulai menghantam jazirah dan
berusaha menenggelamkannya dari dalam. Kemudian bertebaranlah panah-panah kaum
Muslim untuk menghalau pasukan kafir yang cukup banyak. Pasukankafir mulai
berputar-putar di sekeliling parit dalam keadaan bingung: apa gerangan yang
telah dilakukan pasukan Islam, bagaimana mereka dapat menggali parit ini?
Kuda-kuda musuh berusaha
melalui parit itu namun pasukan Muslim segera menyerangnya. Demikianlah
peperangan Ahzab terus berlangsung. Pada hakikatnya ia adalah peperangan urat
syaraf. Pasukan musuh mengepung Madinah selama tiga minggu di mana serangan
demi serangan terus dilakukan sepanjang siang dan mata mereka tetap terjaga
sepanjang malam. Bahkan saking dahsyatnya pertempuran itu sehingga kaum Muslim
tidak mengetahui apakah pasukan musuh berhasil menduduki Madinah atau tidak,
dan apakah para musuh berhasil menembus lubang yang mereka bangun? Allah SWT
menggambarkan keadaan peperangan Ahzab dalam firman-Nya:
"(Yaitu) ketiha
mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketiha tidak tetap lagi
penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu
menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam persangkaan. Di situlah diuji
orang-orang mukmin dan digoncangkan hatinya dengan goncangan yang
dahysat." (QS. al-Ahzab: 10-11)
Keadaan semakin buruk di
mana orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian mereka dengan kaum Muslim dan
mereka bergabung dengan al-Ahzab. Demikianlah Bani Quraizhah membatalkan
perjanjiannya dan mereka lupa terhadap pengkhianatan bani Nadhir dan pembalasan
Nabi saw terhadap mereka. Setiap hari keadaan semakin buruk.
Kaum Muslim benar-benar
mengalami ujian yang berat di mana pikiran mereka benar-benar kacau. Ketika
keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim bertanya kepada Rasul saw, "apa
yang harus mereka katakan?" Rasulullah saw memberitahu agar mereka
mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka dan tolonglah kami untuk
mengatasi mereka."
Doa tersebut keluar dari
mulut-mulut kaum yang telah melaksanakan kewajiban mereka dan telah membuat
mukjizat mereka dalam menghalau serangan. Jadi, mereka tidak memiliki apa-apa
selain doa dan Allah SWT-lah Yang Maha Mendengar permintaan hamba-Nya dan Dia
yang mengabulkannya. Dia mengetahui orang yang melaksanakan kewajibannya dan
akan mengabulkan orang yang berdoa.
Akhirnya, kaum Muslim
benar-benar mendapatkan rahmat Allah SWT. Kemudian perjalanan pertempuran bergerak
dengan cara yang tidak bisa dipahami. Para penyerang menyadari bahwa mereka
sebenamya telah kalah di mana mereka telah menyerang selama tiga pekan namun
serangan tersebut tidak memberikan hasil apa pun. Mereka telah mencurahkan
berbagai upaya namun tanpa memberikan hasil yang diharapkan dan boleh jadi
mereka akan tetap begini selama tiga tahun.
Kemudian datanglah suatu
malam di mana kaum Muslim belum pernah melihat malam segelap itu dan angin
sekencang itu, bahkan saking kerasnya angin sampai-sampai suaranya laksana
halilintar. Bahkan saking gelapnya malam itu sehingga tak seorang pun di antara
umat Islam yang mampu melihat jari-jari tangannya atau berdiri dari tempatnya
karena saking dinginnya cuaca. Kemudian Nabi saw datang menemui Hudaifah bin
Yaman. Beliau tidak mampu melihatnya meskipun beliau berdiri di sebelahnya.
Nabi saw bertanya: "Siapa ini?" Hudaifah menjawab: "Aku adalah
Hudaifah." Nabi saw berkata: "Oh, kamu Hudaifah." Hudaifah tetap
tinggal di tempatnya karena ia khawatir jika ia berdiri ia akan tidak mampu
karena saking dinginnya dan akan menabrak Rasul saw. Rasul saw berkata kepada
Hudaifah, "Aku kehilangan berita penting tentang keadaan kaum yang
menyerang kita."
Hudaifah sebagai
mata-mata dari pasukan Islam merasakan ketakutan di mana ia tidak mampu menahan
cuaca yang begitu dingin, lalu bagaimana ia dapat berdiri dan keluar dari
Madinah menuju ke tempat pasukan musuh dan menyusup di tengah barisan mereka
lalu kembali kepada Nabi saw dengan membawa berita tentang mereka. Hudaifah
bangkit dari tempatnya ketika Nabi saw selesai dari pembicaraannya. Nabi saw
memberikan doa kebaikan kepadanya. Hudaifah pun pergi dan kehangatan
keimanannya mengalahkan kegelapan malam dan kedinginan cuaca. Ia keluar dari
Madinah dan menyusup di tengah-tengah pasukan musuh. Nabi saw memerintahkannya
untuk tidak melakukan tindakan apa pun selain mendapatkan berita dan kembali.
Inilah tugas utamanya. Hudaifah sampai di tengah-tengah musuh. Mereka berusaha
menyalakan api namun angin segera mematikannya sebelum menyala dan di dekat api
itu terdapat seorang lelaki yang berdiri sambil mengulurkan tangannya ke arah
api dengan maksud untuk menghangatkannya. Lelaki itu adalah pemimpin kaum
musyrik yaitu Abu Sofyan.
Melihat itu, Hudaifah
segera memasang anak panah pada busur yang dibawanya dan ia ingin memanahnya.
Seandainya ia berhasil membunuhnya, maka kaum Muslim dapat merasa tenang
dengannya, namun ia ingat pesan Rasulullah saw kepadanya agar ia tidak
melakukan tindakan apa pun. Kemudian ia kembali meletakkan anak panahnya dan
menyembunyikannya.
Abu Sofyan berkata:
"Wahai orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak menguntungkan bagi
kalian, maka pergilah kalian karena aku pun akan pergi." Abu Sofyan melompat
ke atas untanya lalu mendudukinya dan memukulnya sehingga unta itu bangkit.
Hudaifah kembali menemui
Rasulullah saw dengan membawa berita mundumya pasukan Ahzab dan gagalnya
serangan mereka. Ketika mendengar peristiwa penarikan mundur pasukan musuh,
Rasulullah saw berkata: "Sekarang kita akan menyerang mereka dan mereka
tidak akan menyerang kita." Belum lama pasukan Ahzab kembali ke negerinya
dengan tangan hampa sehingga beliau keluar dari Madinah bersama pasukannya
menuju ke kaum Yahudi Bani Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu telah mengkhianati
peijanjian mereka bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting.
Oleh karena itu, mereka harus membayar biaya pengkhianatan mereka sekarang.
Nabi saw memerintahkan
agar para sahabat tidak melaksanakan salat Ashar kecuali di Bani Quraizhah.
Kaum Muslim memahami bahwa perintah tersebut berarti mereka akan menerobos
benteng kaum Yahudi sebelum matahari tenggelam.
Orang-orang Yahudi
menelan kekalahan pahit lalu mereka datang kepada Sa'ad bin Mu'ad agar ia
memutuskan perkara mereka. Sa'ad adalah pemimpin kaum Aus dan kaum Aus adalah
sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah di masa jahiliah. Kaum Yahudi mengharap
bahwa mereka dapat memanfaatkan hubungan yang terjalin selama ini sebagaimana
kaum Aus membayangkan bahwa tokoh mereka akan memberikan keringanan terhadap
sekutu-sekutu mereka. Sa'ad ketika itu terluka dan ia sedang dirawat di
kemahnya karena terkcna panah kauni Ahzab. Sebagian kaunmya membujuknya agar ia
bersikap baik terhadap orang-orang Yahudi, sekutu-sekutu mereka, dan
orang-orang Yahudi membujuknya agar ia bersikap lembut terhadap mereka.
Kemudian Sa'ad mengatakan pernyataannya yang terkenal: "Telah tiba
waktunya bagi Sa'ad untuk memutuskan hukum sesuai dengan kehendak Allah tanpa
peduli dengan celaan para pencela." Sa'ad memutuskan agar kaum lelaki
dibunuh dan keturunannya ditawan serta harta-harta mereka dibagi-bagikan. Nabi
pun menyetujui keputusan tegas Sa'ad itu. Beliau berkata kepadanya:
"Sungguh engkau telah memutuskan kepada mereka dengan keputusan Allah SWT
dari tujuh langit."
Sa'ad mengetahui bahwa
perantaraan, permohonan, harapan, dan menjaga berbagai pertimbangan lazim
selayaknya berada di suatu genggaman, dan masa depan Islam berada di genggaman
yang lain. Yahudi Bani Quraizhah adalah penyebab berkecamuknya peperangan Ahzab
dan sumpah mereka dan berbagai tipu daya mereka berusaha untuk memblokade Islam
dan menghancurkannya. Oleh karena itu, kini telah tiba saatnya untuk mencabut
pohon-pohon beracun dari akarnya tanpa memperdulikan kasih sayang.
Demikianlah kaum Yahudi
dibersihkan dari Madinah. Nabi saw kembali melanjutkan pergulatannya. Puncak dari perjuangan
politiknya adalah perjanjian yang beliau lakukan bersama orang-orang Quraisy.
Nabi saw berjalan untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau
keluar bersama seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk berziarah ke
Baitul Haram guna melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai di Hudaibiyah
pinggiran kota Mekah, tiba-tiba unta yang ditunggangi Nabi duduk dan ia tidak mau
melangkah menuju Mekah. Melihat itu para sahabat berkata: "Oh unta itu
malas." Nabi saw berkata: "Tidak Demikian namun ia ditahan oleh Zat
yang menahan laju gajah menuju Mekah. Sungguh jika hari ini orang Quraisy
membuat suatu rencana dan mereka meminta agar aku menyambung tali silaturahmi
niscaya aku akan menyetujuinya."
Nabi saw memerintahkan
para sahabat agar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum Muslim beristirahat di sana
dengan harapan mereka dapat memasuki Mekah di waktu pagi. Peristiwa itu
bertepatan dengan bulan Haram. Mekah telah menetapkan agar tak seorang pun dari
kaum Muslim dapat memasukinya. Semua kaum Quraisy telah keluar untuk memerangi
kaum Muslim. Mereka mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw lalu beliau
memberitahu mereka bahwa beliau tidak datang untuk berperang namun beliau ingin
melakukan urnrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada Allah SWT dan
mengagumkan kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah menetapkan untuk melakukan
perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan agar jangan sampai
kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada tahun ini kecuali setelah mereka kembali
pada tahun depan.
Datanglah juru runding
kaum Quraisy lalu Rasul saw menyambutnya dan mendengarkan ia menyampaikan
syarat-syarat perjanjian yang intinya pelaksanaan perdamaian dan penarikan
mundur pasukan Muslim. Nabi saw menyetujui semua syarat-syarat perjanjian
meskipun tampak bahwa perjanjian tersebut tidak menguntungkan kaum Muslim di
mana itu dianggap sebagai titik kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan
yang menambah kebingungan kaum Muslim adalah bahwa Rasul saw tidak melibatkan
seseorang pun dari kalangan sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal ini. Tidak
biasanya beliau bersikap demikian. Para sahabat menyaksikan beliau pergi
menemui kaum musyrik dan bersikap sangat lembut kepada mereka, dan beliau tidak
kembali kecuali membawa berita persetujuan dengan perjanjian yang di prakarsai
orang-orang musyrik, dan beliau pun membubuhkan tanda tangan di atasnya.
Para sahabat bergerak
untuk menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada beliau, "bukankah
engkau utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum Muslim? Bukankah musuh-musuh kita
kaum musyrik?" Nabi saw hanya mengiyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Umar bin Khatab kembali bertanya: "Mengapa kita harus menerima penghinaan
dalam agama kita?" Umar ingin mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita saat
ini, "mengapa kita harus mundur kalau kita berada di atas kebenaran?
Mengapa kita menerima syarat-syarat perjanjian yang justru menguntungkan kaum
musyrik? Apakah kita takut terhadap mereka?"
Mendengar berbagai protes
yang disampaikan para sahabatnya, Rasul saw justru menyampaikan jawaban yang
unik bagi mereka di mana beliau berkata: "Aku adalah hamba Allah SWT dan
Rasul-Nya dan aku tidak mungkin menentang perintah-Nya dan Dia tidak mungkin
akan menyia-nyiakan aku." Makna dari kalimat beliau adalah, "taatilah
apa yang telah aku lakukan tanpa perlu memperdebatkannya dan hendaklah kalian
sedikit bersabar."
Perjalanan hari
menetapkan bahwa perjanjian yang menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah
sahabat itu justru membawa kemenangan politik paling gemilang yang pernah
dicapai oleh umat Islam. Kemenangan tersebut diperoleh sebagai hasil dari
kebijaksanaan sang Nabi saw yang mengalahkan kelihaian politik kaum Quraisy. Kaum
Quraisy telah memfokuskan semua kelihaian-nya agar kaum Muslim kembali ke
tempat mereka tanpa memasuki Masjidil Haram pada tahun ini, namun hikmah Nabi
saw justru mampu mencapai pengelihatan yang tidak dapat dijangkau oleh kaum itu
yang berkenaan dengan masa depan. Jika saat ini perjanjian tersebut tampak
membawa kekalahan bagi kaum Muslim, maka setelah berlangsung beberapa bulan ia
justru mendatangkan kemenangan yang spektakuler.
Suhail bin Amr adalah
wakil dari delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi Thalib adalah juru tulis dalam
perjanjian itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah saw berkata kepada Ali:
"Tulislah dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."
Utusan Quraisy berkata, aku tidak mengenal ini. Tapi tulislah dengan nama-Mu,
ya Allah. Rasulullah
saw berkata kepada Ali: "Dengan nama-Mu, ya Allah." Sikap keras
kepala utusan Quraisy itu tidak berarti sama sekali karena tidak ada perbedaan
yang mencolok antara dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si pembicara.
Nabi saw berkata kepada
Ali: "Ini adalah perundingan antara Muhammad saw utusan Allah dan Suhail
bin Amr." Mendengar itu dengan nada menentang Suhail bin Amr berkata:
"Seandainya aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah niscaya aku
tidak akan memerangimu, tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu." Nabi
berkata kepada Ali tulislah: "Inilah kesepakatan antara Muhammad bin
Abdillah dan Suhail bin Amr."
Tampaknya itu adalah
kemunduran yang kedua dan dengan pandangan yang sekilas tampak menjatuhkan kaum
Muslim tetapi Nabi saw ingin mewujudkan suatu tujuan yang penting yaitu tujuan
yang belum terungkap saat itu. Alhasil, semuanya terjadi dengan ilham dari
Allah SWT. Ali kembali menulis bahwa Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama
sepakat untuk menghentikan peperangan selama sepuluh tahun di mana hendaklah
masing-masing mereka memberikan keamanan terhadap sesama mereka. Namun jika
terdapat di antara orangorang Quraisy seseorang yang masuk Islam lalu ia datang
kepada Muhammad saw tanpa izin walinya hendaklah kaum Muslim mengembalikannya
kepada kaum Quraisy. Sebaliknya, jika ada orang yang murtad dari sahabat
Muhammad saw, maka tidak ada keharusan bagi orang Quraisy untuk
mengembalikannya kepada Nabi.
Syarat tersebut sangat
menyakitkan kaum Muslim. Tampak bahwa orang-orang Quraisy memaksakan
kehendaknya dalam syarat-syarat perjanjian yang tidak adil itu. Ali melanjutkan
tulisannya, hendaklah Nabi saw pulang dari Mekah pada tahun ini dan tidak
memasukinya dan jika pada tahun depan orang-orang Quraisy keluar darinya, maka
beliau dapat memasukinya untuk melaksanakan umrah selama tiga hari dan setelah
itu beliau harus meninggalkannya. Persyaratan tersebut sangat merugikan kaum
Muslim dan terkesan membingungkan.
Di tengah-tengah perjanjian
tersebut terjadi suatu peristiwa yang menambah penderitaan dan kebingungan
Muslimin di mana anak dari juru runding Quraisy meminta perlindungan kepada
kaum Muslim. Ia masuk Islam dan ingin bergabung dengan kelompok Islam namun
ayahnya, Suhail segera bangkit menyusulnya bahkan memukulnya dan
mengembalikannya kepada kaumnya. Orang Mukalaf itu segera berteriak dan meminta
pertolongan kepada kaum Muslim agar mereka menyelamatkannya dari kejahatan kaum
Quraisy sehingga mereka tidak mengubah agamanya. Rasulullah saw berbicara
kepadanya dan meminta kepadanya untuk bersabar dan tegar dalam menanggung
penderitaan karena Allah SWT akan menjadikannya dan orang-orang yang sepertinya
suatu jalan keluar dan kelapangan. Nabi memahamkannya bahwa beliau telah
mengadakan suatu peijanjian dengan kaum Quraisy dan bahwa kaum Muslim tidak
mungkin melanggar perjanjian mereka.
Akhirnya, anak Muslim itu
dikembalikan ke Mekah dalam keadaan tersiksa. Kemudian Selesailah
penandatanganan perjanjian antara pihak kaum Muslim dan pihak kaum musyrik.
Setelah penandatanganan perjanjian itu, Rasulullah saw memerintahkan para
sahabatnya agar mereka memotong hewan kurban dan mencukur rambut mereka
(tahalul) dari umrah mereka dan kembali ke Madinah. Namun tak seorang pun
bangkit menyambut perintah tersebut, lalu beliau mengulangi perintahnya ketiga
kali. Di tengah-tengah kaum Muslim yang tampak membisu karena ketegangan dan
kesedihan, beliau menyembelih unta dan memanggil tukang cukurnya untuk mencukur
rambutnya dan beliau tidak berbicara dengan seorang pun. Ketika para sahabat
mengetahui bahwa Nabi saw tampak marah dan telah mendahului mereka dengan
tahalul dari umrahnya, maka mereka bangkit untuk menyembelih kurban dan
memotong rambut mereka.
Perjalanan hari
menunjukkan bahwa perundingan tersebut tidak seperti yang dibayangkan oleh kaum
Muslim. Ia justru membawa kemenangan dan bukan kekalahan. Persatuan kaum kafir
di jazirah Arab mulai runtuh sejak mereka menandatangani perjanjian itu. Kaum
Quraisy di anggap sebagai pimpinan kaum kafir dan pembawa bendera penentangan
terhadap Islam, maka ketika tersebar berita perjanjian mereka bersama kaum
Muslim, maka padamlah fitnah-fitnah kaum munafik yang bekerja untuk mereka dan
bercerai-berAllah kabilah-kabilah penyembah patung di penjuru jazirah.
Saat aktivitas kaum
Quraisy terhenti, maka kaum Muslim mengalami peningkatan aktivitas di mana
mereka berhasil menarik orang-orang yang masih memiliki kemampuan untuk melihat
kebenaran. Sejak dua tahun dari masa penandatanganan perjanjian itu jumlah
penganut Islam semakin bertambah lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari itu
adalah, bahwa saat Rasul saw keluar ke Hudaibiyah beliau ditemani dengan seribu
empat ratus Muslim namun ketika beliau keluar pada tahun penaklukan kota Mekah
beliau disertai dengan sepuluh ribu Muslim. Penaklukan kota Mekah terjadi
setelah dua tahun dari perundingan tersebut. Penambahan jumlah kaum Muslim yang
luar biasa ini adalah dikarenakan hikmah sang Nabi saw dan kejauhan
pandangannya. Nabi saw keluar sebagai pemenang dalam pergulatan politiknya, dan
syarat-syarat yang tadinya merugikan kaum Muslim kini telah berubah menjadi
syarat-syarat yang merugikan kaum Quraisy. Barangsiapa murtad dari kaum Muslim
dan pergi ke kaum Quraisy, maka hendaklah mereka melindunginya karena Allah SWT
telah memampukan Islam darinya, dan barangsiapa yang masuk Islam dari kaum
kafir dan pergi ke kaum Muslim, maka hendaklah mereka mengembalikannya ke kaum
Quraisy di mana ia tinggal di dalamnya sebagai mata-mata dari pihak Islam atau
ia dapat lari dari kaum Quraisy untuk menyatukan kelompok yang bertikai dan ia
dapat hidup laksana duri di tengah-tengah kaum Quraisy.
Belum lama waktu berjalan
sehingga kaum Quraisy mengutus utusannya kepada Nabi saw dan mengharap kepada
beliau agar melindungi orang Quraisy yang masuk Islam daripada membiarkan
mereka sebagai panah yang terbang menuju kaum Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy
justru membatalkan syarat yang telah mereka diktekan dan Nabi saw pun
menerimanya dengan puas. Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi savv.
Demikianlah Nabi saw
terus menjalani mata rantai pergulatan yang tiada henti-hentinya di mana
kehidupan beliau yang pribadi sekali pun tidak sunyi dari penderitaan. Nabi saw
menikahi sembilan orang istri. Perkawinan beliau dengan sembilan istri tersebut
merupakan keistimewaan pribadi yang hanya beliau miliki karena berhubungan
dengan sebab-sebab dakwah Islam. Yaitu suatu dakwah yang membolehkan para
pengikutnya untuk menikahi empat orang istri dengan syarat jika yang
bersangkutan mampu menciptakan keadilan di antara mereka, dan ia menganjurkan
untuk hanya puas dengan satu istri jika seorang Muslim khawatir tidak dapat
berbuat adil.
Kaum orentalis dan
musuh-musuh Islam mencoba untuk menghina Nabi dan memojokkannya, dan salah satu
cela yang mereka manfaatkan adalah perkawinan beliau dengan sembilan wanita.
Kita mengetahui bahwa pernikahan-pernikahan beliau terlaksana dengan
sebab-sebab politik atau kemanusiaan yang berhubungan dengan dakwah Islam. Dan
yang terkenal dari sejarah Nabi saw adalah bahwa beliau menikah dengan Sayidah
Khadijah saat beliau berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah berusia empat
puluh tahun. Semasa hidup Khadijah beliau tidak menikahi istri yang lain sampai
Khadijah mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah meninggal, Nabi berusia
di atas lima puluh tahun. Beliau menikahi Khadijah sebelum beliau diutus untuk
menyebarkan Islam. Beliau tetap setia bersama Khadijah sampai ia meninggal dan
beliau diangkat menjadi Nabi. Namun beban kenabian dan beratnya jihad, kasih
sayangnya kepada manusia, pengorbanannya terhadap Islam dan perintah Allah SWT
semua itu memaksanya untuk menikah lebih dari satu orang istri sampai mencapai
sembilan orang istri. Perkawinan beliau dengan Aisyah yang saat itu masih belia
merupakan usaha untuk menjalin ikatan dengan Abu Bakar, ayah dari Aisyah dan
perkawinan beliau dengan Hafshah meskipun ia sedikit kurang cantik merupakan
usaha beliau untuk menjalin ikatan dengan Umar, ayahnya. Beliau juga menikah
dengan Ummu Salamah, janda dari pemimpin pasukannya yang mati syahid di jalan
Allah SWT dan wanita itu merasakan penderitaan bersama beliau saat hijrah di
Habasyah dan hijrah ke Madinah. Ketika suaminya meninggal dan ia sendirian
menghadapi berbagai persoalan kehidupan, maka Nabi saw segera merangkulnya di
rumah kenabian. Perkavvinan beliau dengan Sawadah sebagai bentuk penghormatan
terhadap keislaman wanita itu dan kemuliannya dari kaum lelaki serta
kesendiriannya dalam menjalani kehidupan. Sementara itu, pernikahan beliau
dengan Zainab bin Jahasy merupakan ujian berat bagi beliau di mana perintah
pernikahan itu datang dari Allah SWT untuk mengharamkan suatu tradisi yang
terkenal di kalangan jahiliah yaitu tradisi adopsi. Zainab termasuk kerabat
Rasul. Jadi ia termasuk dari kalangan bani Hasyim. Ia merasa bangga dengan
nasab yang dimilikinya yang karenanya ia menolak ketika ditawari untuk menikah
dengan Zaid bin Harisah, seorang budak Nabi yang telah beliau bebaskan, bahkan
nasabnya telah beliau nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah mengadopsinya
sehingga ia dipanggil dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Namun Zainab akhirnya
menyetujui pendapat Nabi dan perintah Allah SWT sehingga ia menikah dengan
Zaid:
"Dan tidaklah patut
bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukimin, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetaphan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhahai Allah dan
Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. "
(QS. al-Ahzab: 36)
Sejak semula tampak jelas
bahwa pernikahan tersebut akan segera berakhir. Zainab tidak menyukai Zaid dan
Zaid pun bukan tipe lelaki yang mampu menahan kehidupan bersama seorang wanita
yang hatinya jauh darinya. Zaid datang kepada Nabi saw guna mengadu kepada
beliau dan meminta izin untuk menceraikan istrinya. Allah SWT mewahyukan kepada
Rasul-Nya agar membiarkan Zaid menceraikan istrinya, lalu hendaklah beliau
menikahinya. Nabi saw merasakan kesulitan yang luar biasa dan beliau berbicara
kepada Zaid agar ia terus melangsungkan kehidupannya dan bersabar. Nabi saw
membayangkan apa yang dikatakan manusia kepadanya bahwa ia menikahi istri dari
anaknya tetapi apa yang dikhawatirkan oleh Nabi saw justru merupakan sesuatu
yang ingin dihapus oleh Allah SWT. Zaid bukanlah anaknya dan dalam Islam tidak
ada sistem adopsi. Oleh karena itu, Zaid dapat mencerai istrinya lalu Nabi
dapat menikahi Zainab untuk menetapkan apa yang diinginkan oleh Islam.
Rasulullah saw mampu bersabar dan menahan diri saat mendengar berbagai ocehan
yang akan dikatakan oleh manusia kepadanya. Ini bukanlah pengorbanan pertama
dan terakhir yang beliau persembahkan untuk Islam. Berkenaan dengan itu, Allah
SWT berfirman:
"Dan (ingatlah),
ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya
dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: 'Tahanlah terus istrimu dan
bertakwalah kepada Allah,' sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang
Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang
lebih berrhak kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan
terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan kamu dengan dia supaya tidak
ada heberatan bagi orang-orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak
angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya
dari istrinya. Dan
adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. " (QS. al-Ahzab: 37)
Pemikahan beliau dipenuhi
dengan unsur politik dan usaha untuk menyebarkan kebaikan dan rahmat serta
penghormatan nilai-nilai yang tinggi dan menggabungkannya di rumah kenabian.
Sementara itu, Ummu Habibah binti Abu Sofyan bin Harb, pemimpin Quraisy dalam
memerangi Islam, berhijrah bersama suaminya ke Habasyah.
Ia berhadapan dengan
keterasingan dan kekhawatiran dalam membela agama Allah SWT. Kemudian suaminya mati
meninggalkannya sendirian dalam menjalani kehidupan. Sikapnya yang mulia demi
menegakkan ajaran Islam dan hanya menentang ayahnya merupakan nilai lebih yang
menyebabkan Rasulullah saw tertarik untuk menggabungkannya di rumah kenabian.
Pada suatu hari, Abu
Sofyan menemuinya saat ia telah menjadi istri Rasulullah saw. Abu Sofyan ingin
duduk di atas tempat tidur Nabi lalu Ummu Habibah berusaha menjauhkan tempt
tidur itu dari ayahnya. Melihat sikap anaknya itu, ayahnya bertanya kepadanya:
"Apakah engkau mulai membenciku?" Dengan penuh keberaniaan ia
menjawab: "Ini adalah tempat tidur Rasulullah saw dan engkau adalah
seorang musyrik, maka engkau tidak boleh menyentuhnya."
Adapun Shofiyah binti
Huyay adalah anak seorang raja Yahudi. Sedangkan Juwairiyah binti Haris,
ayahnya seorang pemimpin kabilah Bani Musthaliq. Bani Musthaliq menelan
kekalahan saat berhadapan dengan kaum muslim lalu kedua anak perempuan raja dan
pemimpin kabilah itu jatuh menjadi tawanan. Pemikahan Nabi dengan kedua wanita
itu terkesan dipaksa oleh orang-orang yang kalah itu dan sebagai ajakan agar
kaum Muslim memperlakukan mereka dengan baik. Mula-mula kaum Muslim menolak
untuk bersikap lembut terhadap ipar-ipar Nabi, namun Nabi dengan kelembutan
sikapnya ingin menyingkap aspek kemanusiaan dalam peperangannya dan beliau
mengisyaratkan kepada kaum Muslim agar mereka menunjukkan persaudaraan sesama
manusia. Peperangan itu sendiri bukan sebagai tujuan namun ia sebagai usaha
mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari Islam adalah rahmat dan cinta.
Jadi Nabi saw menikahi
wanita-wanita dari orang-orang yang kalah itu dengan maksud agar kebebasan dan
kemuliaan kembali kepada keluarga mereka dan mereka dapat masuk Islam secara
puas dan sukarela. Kemudian beliau menikah dengan Maryam al-Qibtiyah. Muqauqis
telah memberikannya kepada Nabi sebagai budak di mana itu merupakan simbol tali
kasih yang diisyaratkan oleh Al-Qur'an antara Islam dan Masehi dan sebagai
bentuk hukum bagi kaum Muslim dengan dihalalkannya pernikahan dengan
wanita-wanita ahlul kitab.
Maryam memberikan anak
kepada Nabi saw yang bernama Ibrahim, nama dari kakeknya, bapak para nabi.
Namun Ibrahim tidak hidup lama. Ia meninggal saat masih menyusu. Kematiannya
merupakan ujian bagi Nabi dan sebagai isyarat dari Ilahi bahwa pewaris-pewaris
Rasul dari kaum pria adalah para pengikut Al-Qur'an dan para pembawa Islam,
bukan anak-anak dari sulbinya.
Salah jika ada orang yang
membayangkan bahwa Rasul saw mempunyai banyak waktu untuk mencari kesenangan
meskipun halal. Kesenangan diperbolehkan bagi orang lain namun beliau lebih
memilih untuk merasakan penderitaan berjihad, menegakkan hukum, dan kesabaran.
Salah jika ada orang yang membayangkan bahwa Rasul saw hidup di rumahnya dengan
keadaan ekonomi yang lebih baik daripada orang yang termiskin dari kalangan
Muslim di zamannya.
Kehidupan beliau di
rumahnya penuh dengan kezuhudan yang luar biasa sehingga sebagian istrinya
mengeluhkan keadaan tersebut. Di antara mereka ada yang berasal dari keluarga
yang kaya seperti keluarga Abu Bakar atau keluarga Umar bahkan sebagian
istrinya bersatu untuk meminta kepada beliau agar beliau menambah nafkah mereka
sehingga Nabi meninggalkan istri-istrinya, lalu tersebarlah isu yang menyatakan
bahwa beliau telah menceraikan semua istrinya. Kemudian turunlah ayat Takhyir
(yaitu ayat yang memberikan pilihan kepada istri-istri Nabi untuk tetap menjadi
istri beliau atau diceraikannya). Turunlah Al-Qur'an al-Karim memberikan
pilihan pada istri-istri Nabi antara menjalani kehidupan di rumah kenabian
dengan penuh kesederhanaan atau menerima perceraian. Allah SWT berfirman:
"Hai Nabi,
katakanlah kepada istri-istrimu: 'Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia
dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku
ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki
(keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka
Sesungguhnya Allah menyediakan siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang
besar. " (QS. al-Ahzab: 28-29)
Selesailah fitnah.
Demikianlah pergulatan di rumah Rasul saw. Akhirnya, istri-istri beliau memilih
kehidupan zuhud dan bersabar serta akhirat daripada kehidupan dunia. Permintaan
istri-istri nabi tidak melebihi hal-hal yang bersifat mubah, namun Rasul saw
merupakan teladan bagi seluruh umat, karena itu beliau harus menjadi teladan
bagi umat sehingga beliau dapat menjadi cermin tertinggi yang layak diemban
oleh seorang yang memegang tampuk kepemimpinan Muslimin. Allah SWT telah
membalas pengorbanan istri-istri Nabi saw dalam bentuk mengangkat kedudukan
mereka dan menjadikan mereka sebagai ibu dari kaum mukmin. Allah SWT berfirman:
"Nabi itu
(hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan
istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka." (QS. al-Ahzab: 6)
Dan, sebagai penegasan
terhadap keibuan spiritual ini, Islam mewajibkan hijab yang teliti kepada
mereka, yaitu suatu hijab yang tidak diberlakukan seperti itu kepada
Muslimah-Muslimah lain. Nabi saw melanjutkan dakwahnya. Beliau mengirim surat
ke raja-raja dan para penguasa di mana beliau ingin menunjukkan universalitas
ajaran Islam. Nabi saw mengajak Kaisar Romawi untuk mengikuti Islam, lalu
beliau mengirim utusan ke Amir Damaskus mengajaknya untuk memeluk Islam, dan
beliau mengutus utusan ke Amir Basrah bagian dari wilayah Romawi dan mengajaknya
untuk mengikuti Islam, dan beliau juga mengirim surat ke penguasa Qibti dan
mengajaknya untuk masuk Islam, dan beliau juga menulis surat ke Kisra, Raja
Persia dan mengajaknya untuk mengikuti Islam. Beliau juga mengirim utusan ke
Amir Bahrain dan mengajaknya untuk mengikuti Islam.
Lalu berbagai reaksi
disampaikan berkenaan dengan surat-surat Nabi itu. Di antara mereka ada yang
berusaha menyampaikan kepada pembawa surat bahwa ia masuk Islam dan
mengembalikannya dengan hadiah, dan di antara mereka ada yang merobek-robek
surat itu dan di antara mereka ada yang membalas surat itu dengan jawaban yang
baik, dan di antara mereka ada yang menerima kebenaran. Demikianlah hari
berlalu dalam pergulatan yang tidak pernah padam, suatu pergulatan yang
dipimpin oleh Nabi sehingga beliau menaklukkan Mekah dan menyucikan jazirah
Arab. Akhirnya, manusia masuk dalam agama Allah SWT dalam keadaan
berbondong-bodong, dan Allah SWT menyempurnakan agama bagi kaum Muslim dan Nabi
saw melaksanakan haji wada' (haji yang terakhir) dan turunlah kepada beliau
wahyu di Arafah sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini telah
Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku,
dan telah Ku-ridhai Islam itujadi agama bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Ayat tersebut dibacakan
kepada Abu Bakar sehingga ia menangis. Allah SWT merasa bahwa telah tiba
waktunya untuk mengakhiri misi Rasul-Nya. Aisyah berkata kepada anak-anak yang
berteriak dan bermain-main di luar rumah: "Diamlah kalian karena
Rasulullah saw sedang sakit." Anak-anak itu pun terdiam dan mereka
merasakan ketakutan yang luar biasa. Pada hari-hari terakhir, Rasulullah saw
tidak lagi bercanda dengan mereka sebagaimana yang biasa beliau lakukan.
Mereka memperhatikan
bahwa kepucatan yang aneh menyelimuti Nabi saw yang biasanya wajah beliau
dipenuhi dengan senyuman hingga wajahnya laksana lempengan emas. Nabi saw yang
terakhir masuk dalam rumahnya dan hampir saja beliau tidak kuat menahan langkah
kedua kakinya. Beliau memasuki rumahnya dan bersandar kepada tangan Fadl bin
Abbas dan Ali bin Abu Thalib. Beliau merasakan keletihan dan kesakitan.
Kemudian Aisyah menidurkan beliau di atas ranjangnya yang kasar dan Aisyah
meletakkan tangannya di atas kening beliau. Kepala beliau tampak panas karena
saking hebatnya demam. Aisyah berkata dalam keadaan kedua matanya mengucurkan
air mata, "demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah apakah engkau merasakan
sakit?" Nabi saw tersenyum untuk menenangkan Aisyah lalu beliau tertidur.
Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw berbagai gambar hidup: Jibril turun
kepada beliau dengan membawa wahyu di gua Hira. Beliau telah melewati waktu
yang diberkati selama dua puluh tiga tahun, yang sekarang tampak seperti mimpi.
Bahkan empat puluh tahun yang mendahuluinya tampak seperti gambar yang hanya
dilukis sesaat.
Segala sesuatu menjadi
mudah bagi Allah SWT dan Rasulullah saw telah berhasil melalui berbagai
penderitaan dengan penuh kesabaran, bahkan beliau tidak pernah mengeluh sekali
pun. Beliau mengajarkan akidah kepada para pengikutnya dengan penuh kemantapan.
Akhirnya, Islam menjadi mulia dan benderanya semakin berkibar. Kemudian beliau
bangun karena melihat tangisan yang tersembunyi dari Aisyah. Beliau membuka
kedua matanya dan melihat wajah Aisyah sambil beliau sendiri berusaha melawan
rasa pusing, demam, dan sakit yang dirasakannya. Beliau kembali tersenyum untuk
menenangkan Aisyah dan beliau kembali memejamkan matanya dan tidak sadarkan
diri. Apa gerangan yang menyebabkan Aisyah menangis? Tidakkah Allah SWT
memahkotai jihad Nabi saw yang berat dengan penaklukan Mekah dan penyucian
Baitul Haram?
Berbagai gambar hidup dan
aktual melayang-layang dalam memori Nabi saw. Beliau mengingat bagaimana
tindakan orang Quraisy ketika membantalkan perjanjian Hudaibiyah dan mereka
memerangi Khaza'ah yang saat itu bersekutu dengan kaum Muslim dan akhirnya
mereka membunuh semua sekutu kaum Muslim di Baitul Haram. Kemudian beliau
berjalan bersama pasukan yang berjumlah sepuluh ribu di mana semua pasukan
telah siap, dan tentara Muslim turun dari gunung Mekah laksana air bah yang
tidak berhenti sedikit pun. Telah lewatlah masa para pembawa tombak, panah, dan
pedang; telah lewatiah masa di mana Rasulullah saw memimpim pasukan yang di
dalamnya terdapat kaum Muhajirin dan Anshar. Di tengah-tengah pasukan besar
tersebut yang berhasil menaklukkan Mekah, Nabi saw menunggangi untanya dan
beliau menundukkan kepalanya dengan penuh rendah diri di hadapan Allah SWT
sampai-sampai kepalanya hampir menyentuh punggung unta yang dinaiki. Pintu
Mekah terbuka untuk pasukan ini.
Para pemimpin Mekah dan
pengikut-pengikut mereka menyerahkan diri. Kalimat Allah SWT semakin meninggi
di dalamnya. Nabi saw memasuki Baitul Haram lalu beliau berkeliling di sekitar
Ka'bah. Beliau menghancurkan berbagai patung yang berbaris di sekitarnya, lalu
beliau memukulnya dengan kampaknya. Kemudian patung-patung itu berjatuhan dan
hancur. Setelah beliau membersihkan masjid dari berbagai patung dan
mengembalikannya sebagaimana yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai rumah
tauhid yang mutlak, beliau menoleh kepada orang Quraisy dan memaafkan mereka
dan mengajak mereka untuk kembali ke jalan Allah SWT. Kemudian tibalah waktu
salat, lalu Bilal naik di atas punggung Ka'bah dan mengumandangkan Azan.
Penduduk Mekah mende-ngarkan panggilan baru ini di mana gemanya berputar-putar
di antara gunung:
"Allah Maha Besar.
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Aku bersaksi bahwa Muhammad utusan
Allah. Marilah melaksanakan salat. Marilah menuju keberuntungan. Allah Maha
Besar. Tiada Tuhan selain Allah."
Akhirnya, rumah itu dikembalikan
kehormatannya dan kemuliannya. Kemudian lagi-lagi arus berbagai gambar
terlintas dalam memorinya: itulah peperangan Hunain dengan kekalahannya,
kemenangannya, dan ganimahnya; Itulah Nabi saw yang memberikan ganimah terhadap
orang-orang yang bergabung dengan Islam hanya dua hari dari penduduk Mekah, dan
mencegah untuk memberi ganimah Hunaian kepada kaum Anshar yang telah memberikan
segalanya untuk Islam. Salah seorang di antara mereka berkata: "Demi
Allah, Rasulullah saw telah menemui kaumnya." Sa'ad bin 'Ubadah berjalan
ke arah Rasulullah saw dan memberitahunya bahwa kaum Anshar sedang marah. Rasul
saw bertanya: "Mengapa marah?" Sa'ad menjawab: "Mereka protes
saat engkau membagikan ganimah ini pada kaummu dan pada seluruh orang Arab
namun mereka tidak mendapatkan apa-apa." Rasulullah saw bertanya kepada
Sa'ad bin Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana pendapatmu wahai Sa'ad?"
Sa'ad berkata: "Aku tidak lain kecuali seseorang dari kaumku."
Rasulullah saw berkata: "Kumpulkanlah kepadaku kaummu untuk masalah yang
penting ini dan jika kalian telah berkumpul, maka beritahulah aku."
Sa'ad mengumpulkan
seluruh kaum Anshar lalu ia memberitahu Rasul saw bahwa ia telah mengumpulkan
mereka. Rasulullah saw keluar menemui mereka dan berdiri di hadapan mereka
sambil memuji Allah SWT dan kemudian berkata: "Wahai orang-orang Anshar,
tidakkah aku datang kepada kalian saat kalian dalam keadaan sesat lalu Allah
SWT memberikan petunjuk kepada kalian, dan kalian menjadi orang-orang yang
fakir lalu Allah SWT memampukan kalian, dan kalian dalam keadaan bermusuhan
lalu Allah SWT menyatukan hati kalian?" Mereka menjawab:
"Benar." Rasulullah saw berkata: "Mengapa kalian tidak menjawab
wahai kaum Anshar?" Mereka berkata: "Apa yang kita akan katakan wahai
Rasulullah dan dengan apa kita akan menjawabnya. Sungguh segala karunia hanya
milik Allah SWT dan Rasul-Nya."
Rasulullah saw berkata:
"Demi Allah, seandainya kalian mau niscaya kalian akan mengatakan dan
benar apa yang kalian katakan: Engkau datang kepada kami sebagai seorang yang
terusir, maka kami melingdungimu dan engkau datang dalam keadaan miskin lalu
kami menghiburmu dan engkau datang dalam keadaaan ketakutan lalu kami
mengamankanmu dan engkau datang dalam keadaan teraniaya lalu kami
menolongmu." Mereka berkata: "Segala puji dan karunia bagi Allah SWT
dan Rasul-Nya." Rasulullah saw berkata: "Wahai kaum Anshar, apakah
kalian akan marah terhadap harta yang telah aku berikan kepada suatu kaum
dengan harapan agar keimanan meresap dalam hati mereka dan kalian justru
melupakan karunia yang telah Allah SWT berikan kepada kalian dalam bentuk
nikmat Islam. Tidakkah kalian wahai kaum Anshar merasa puas ketika manusia
pergi untuk melakukan perjalanan di musim dingin sedangkan kalian pergi dengan
Rasulullah saw. Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya manusia
melalui suatu jalan dan kaum Anshar melalui jalan yang lain niscaya aku akan
melalui jalan kaum Anshar. Ya Allah, rahmatilah kaum Anshar dan anak-anak kaum
Anshar dan cucu kaum Anshar."
Mendengar doa itu, kaum
tersebut menanggis sehingga jenggot mereka terbasahi dengan air mata dan mereka
berkata: "Kami rela dengan Allah SWT sebagai Tuhan dan sangat puas dengan
pembagian Rasulullah saw." Kemudian Nabi saw pun meninggalkan mereka dan mereka pergi dalam keadaan
puas. Orang-orang Anshar memahami bahwa Muslim yang hakiki di dunia adalah
seorang yang datang di dunia untuk memberi, bukan untuk mengambil. Nabi saw terbangun dan beliau mendapati
dirinya sendirian di kamar. Suhu tubuh beliau meningkat karena demam, lalu
beliau memanggil Aisyah dan meminta kepadanya untuk membawa air yang dapat
digunakannya untuk mendinginkan tubuhnya. Aisyah mulai menuangkan air kepada
Rasulullah saw sampai demam beliau berangsur-angsur sedikit menurun. Tampak
bahwa waktu berlalu cukup lambat dan berat. Sakit Rasulullah saw semakin
meningkat.
Beliau mulai merasa bahwa
tidak mampu lagi untuk salat bersama para sahabat, lalu beliau memerintahkan
Abu Bakar untuk salat bersama mereka. Pada saat Nabi mengalami antara keadaan
terjaga dan tidur, beliau selalu berpikir apa gerangan yang belum
disampaikannya kepada manusia. Beliau telah menyampaikan segala sesuatu dan
telah mengajari mereka segala sesuatu serta telah meninggalkan sebuah Kitab
yang siapa pun berpegangan dengannya ia tidak akan sesat.
Rasul saw mulai mengantuk
dan berbagai nostalgia terlintas di kepalanya. Beliau melihat dirinya di haji
Wada'. Selesailah perjanjian yang diberikan kepada kaum musyrik dan mereka
telah dilarang untuk memasuki Masjidil Haram dan sekarang Nabi saw keluar
sebagai pemimpin haji dan mengajari kaum Muslim cara manasiknya. Rasulullah saw
memperhatikan ribuan orang-orang yang bertauhid saat mereka menuju Baitul Haram
dalam keadaan memenuhi panggilan Tuhan dan tunduk kepadanya. Mereka
menghidupkan memori kakek mereka, Ibrahim Khalilullah. Nabi saw berdiri dan
berpidato di tengah-tengah keramaian itu. Nabi saw mulai merasakan bahwa
kehidupannya di dunia sebentar lagi akan berakhir. Beliau mengetahui bahwa
kafilah ini akan pergi sendirian dalam menjalani kehidupan. Beliau kembali
menanamkan nilai-nilai Islam dan wasiat dakwah di jalan Allah SWT. Setelah
berjuang selama dua puluh tiga tahun menegakkan agama Allah SWT, beliau
bertanya kepada mereka: "Apakah aku telah menyampaikan amanat Tuhan?"
Lalu manusia yang hadir saat itu menyatakan bahwa beliau benar-benar telah
menyampaikan dakwah. Beliau memanggil Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya
bagaimana berdakwah kepada manusia di jalan Allah SWT dan bagaimana mengenalkan
agama kepada mereka.
Kemudian beliau berwasiat
kepadaa Mu'ad saat ia menunggangi kendaraannya sedangkan Rasulullah saw
beijalan di sebelah untanya: "Sesungguhnya orang yang paling utama di
sisiku adalah orang-orang yang bertakwa, siapa pun mereka dan di mana pun
mereka." Nabi saw adalah rahmat bagi semua manusia dan sebagal cermin yang
tertinggi dari cermin persaudaraan dan kepatuhan. Beliau menegakkan Al-Qur'an
di tengah-tengah umat Islam namun beliau menolak segala bentuk penampilan yang
biasa melekat pada seorang penguasa atau raja atau pemimpin apa pun. Beliau
berkata kepada para sahabatnya: "Aku hanya seorang hamba Allah SWT dan
Rasul-Nya."
Beliau keluar menemui
sekelompok sahabatnya lalu sebagai bentuk penghormatan kepada beliau mereka
berdiri. Kemudian beliau memerintahkan kepada mereka agar tidak berdiri. Ketika
beliau keluar untuk menemui sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya, maka beliau
duduk bersama mereka di tempat terakhir yang ditemukannya. Beliau sangat
bersahabat dan ramah dengan para sahabatnya, bahkan beliau bercanda dengan
anak-anak mereka dan mendudukkan mereka di ruangannya. Beliau memenuhi
panggilan orang dewasa maupun anak-anak. Beliau membesuk orang-orang yang sakit
meskipun berada di tempat yang jauh. Beliau menerima alasan orang yang
mempunyai uzur. Beliau mendahului orang yang ditemuinya dengan salam bahkan beliau
mendahului berjabat tangan dengan para sahabatnya.
Ketika seseorang datang untuk menemuinya saat beliau
salat, maka beliau mempersingkat salatnya dan menanyakan keperluan orang itu.
Setelah menyelesaikan keperluan manusia, beliau kembali menyelesaikan
shalatnya. Beliau selalu menebar senyum kepada kawan dan lawan dan memiliki
kepribadian yang paling baik. Ketika beliau berada di rumahnya, beliau melayani
keluarganya. Beliau mencuci bajunya. Beliau memperbaiki sandalnya dan memberi
minum unta. Beliau makan bersama pembantu. Beliau memenuhi kebutuhan orang yang
lemah, orang yang sedih, dan orang yang miskin. Bahkan kebaikan beliau dan
kasih sayangnya sampai pada tingkat di mana beliau membiarkan cucunya menaiki
punggungnya saat beliau sedang shalat.
Kasih sayang beliau tidak hanya terbatas kepada manusia
bahkan juga tertuju pada binatang dan pohon. Beliau memberi makan binatang
dengan tangannya sendiri bahkan beliau pernah merawat anjing yang sakit. Beliau
memerintahkan pasukan Islam saat berperang demi menegakkan keadilan Islam agar
mereka tidak membunuh anak kecil, orang tua, kaum wanita dan hendaklah mereka
tidak mencabut pohon dan tidak pula merobohkan rumah.
Apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan hanya suatu
undang-undang yang mengatur hubungan antara manusia dan manusia yang lain, dan
apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan hanya berisi suatu sistem untuk
meningkatkan kualitas kehidupan dan kemajuannya, ini semua adalah hal relatif
namun beliau datang dengan membawa peradaban yang abadi yang mengatur hubungan
antara manusia dan alam, dan mengembalikan keserasian di alam wujud sehingga
semua berjalan secara seimbang dan mencapai kesempurnaan menuju Allah SWT.
Meskipun pada titik terakhir dari kehidupannya, beliau masih sibuk mengurusi
masa depan dakwah dan beliau sangat cemas terhadap masa depan agama dan sangat
peduli dengan problema kaum Muslim. Beliau khawatir suatu saat Islam hanya
tinggal namanya namun hakikatnya telah lenyap. Namun sebelum beliau meninggal,
Allah SWT telah memperlihatkan kepada beliau sesuatu yang membuat hati beliau
menjadi tenang. Dan di hari Senin dari bulan Rabiul Awal yang mulia, beliau
kembali kepada Tuhannya dalam keadaan ridha dan diridhai.
Salam kepadamu ya
Rasulullah dan kepada keluarga serta sahabat yang setia bersamamu.
demikian kisah Nabi Muhammad SAW semoga bermanfaat.
demikian kisah Nabi Muhammad SAW semoga bermanfaat.
Langganan:
Postingan (Atom)