13. Riwayat
Sejarah Kisah Nabi Syu'aib AS
baiklah kali ini kita akan
membahas mengenai kisah Nabi Syu'aib AS pada zaman rasul,Banyak orang di
zaman kita beranggapan bahwa agama hanya merupakan program-program yang kosong
dan nilai-nilai akhlak semata. Ini adalah keyakinan klasik dan salah. Pada
hakikatnya, agama adalah sistem dalam kehidupan dan pergaulan. Intinya ialah
hubungan dengan Allah SWT. Oleh karena itu, usaha memisahkan antara
problem-problem tauhid dan perilaku manusia dalam kehidupan mereka sehari-hari
berarti memisahkan agama dari kehidupan dan mengubahnya menjadi adat-istiadat,
tradis-tradisi, dan acara-acara ritual yang hampa. Kisah Nabi Syu'aib
menampakkan hal yang demikian secara jelas.
Allah SWT mengutus Syu'aib
pada penduduk Madyan:
"Dan kepada (penduduk) Madyan (kami utus) saudara mereka, Syu 'aib. Ia
berkata: 'Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain
Dia.'" (QS. Hud: 84)
Ini adalah dakwah yang sama yang diserukan oleh setiap nabi. Dalam hal ini
tidak ada perbedaan antara satu nabi dan nabi yang lain. Ia merupakan
dasar akidah dan tanpa dasar ini mustahil suatu bangunan akan berdiri. Setelah
peletakan bangunan tersebut, Syu'aib mulai menyuarakan dakwahnya:
"Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan. Sesungguhnya aku
melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir
terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)." (QS. Hud: 84)
Setelah menjelaskan masalah tauhid secara langsung, Nabi Syu'aib berpindah
pada masalah muamalah sehari-hari yang berkenaan dengan kejujuran dan keadilan.
Adalah hal yang terkenal pada penduduk Madyan bahwa mereka mengurangi timbangan
dan mereka tidak memberikan hak-hak manusia. Ini adalah suatu kehinaan yang
menyentuh kesucian hati dan tangan sebagaimana menyentuh kesempurnaan harga
diri dan kemuliaan.
Para penduduk Madyan beranggapan bahwa mengurangi timbangan adalah salah
satu bentuk kelihaian dan kepandaian dalam jual-beli serta bentuk kelicikan
dalam mengambil dan membeli. Kemudian nabi mereka datang dan mengingatkan bahwa
hal tersebut merupakan hal yang hina dan termasuk pencurian. Nabi Syu'aib
memberitahukan kepada mereka bahwa beliau khawatir jika mereka meneruskan
perbuatan keji itu niscaya akan turun kepada mereka azab di mana manusia tidak
akan dapat menghindar dari siksaan itu. Perhatikanlah bagaimana campur tangan
Islam melalui Nabi Syu'aib yang diutus kepada manusia di mana ia memperhatikan
persoalan jual-beli dan mengawasinya:
"Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan
janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu
membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan." (QS. Hud: 85)
Nabi Syu'aib meneruskan misi dakwahnya. Beliau mengulang-ulangi nasihatnya
kepada mereka dengan cara yang baik dan mengajak ke jalan yang baik, tidak ke
jalan yang buruk; beliau menghimbau kepada mereka untuk menegakkan timbangan
dengan keadilan dan kebenaran dan mengingatkan mereka agar jangan merampas
hak-hak orang lain. Merampas hak-hak orang lain itu tidak terbatas pada
jual-beli saja, namun juga berhubungan dengan perbuatan-perbuatan lainnya;
beliau memerintahkan mereka untuk menegakkan timbangan keadilan dan kejujuran.
Demikianlah seruan dari agama tauhid dan akidah tauhid di mana ia selalu
menyuarakan kejujuran dan keadilan.
Agama selalu memerintahkan manusia untuk menjalin kerjasama sesama mereka
dalam kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang bijaksana dan baik, baik
menyangkut hubungan kerja, hubungan pribadi maupun hubungan lainnya. Al-Qur'an
al-Karim mengatakan: "Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap
hak-hak mereka. "Dan kata as-Syai' (sesuatu) dalam ayat tersebut diucapkan
kepada hal-hal yang bersifat materi dan yang bersifat non-materi (rohani) di
mana masuk dalam katagori itu perbuatan-perbuatan dan hubungan-hubungan yang
menghasilkan. Al-Qur'an melarang segala bentuk kelaliman, baik kelaliman
berkenaan dengan menimbang buah-buahan atau sayur-sayuran maupun kelaliman
dalam bentuk tidak memberikan penghargaan terhadap usaha manusia dan pekerjaan
mereka. Sebab, kelaliman terhadap manusia akan menciptakan suasana
ketidakharmonisan yang berakibat pada timbulnya penderitaan, sikap putus asa,
dan sikap tidak peduli, sehingga pada akhirnya hubungan sesama manusia berjalan
tidak harmonis dan menimbulkan kegoncangan dalam kehidupan. Oleh katrena itu,
Al-Qur'an mengingatkan agar jangan sampai ada manusia yang berbuat kerusakan di
muka bumi:
"Dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat
kerusakan. Sisa (keuntungan) dart Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu
orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorangpenjaga atas dirimu."
(QS. Hud: 85-86)
Yang dimaksud al-'Atsu ialah sengaja membuat kerusakan dan bertujuan untuk
membuat kerusakan. Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi; janganlah
kalian sengaja untuk menciptakan keonaran di muka bumi. Apa yang ada di sisi
Allah SWT adalah hal yang terbaik buat kalian jika kalian benar-benar beriman.
Kemudian Nabi Syu'aib memberitahu kepada mereka bahwa ia tidak memiki sesuatu
kepada mereka; ia tidak dapat menguasai mereka tidak juga ia selalu mengawasi
mereka. Beliau hanya sekadar seorang rasul atau utusan untuk menyampaikan
ajaran Tuhannya:
"Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu. " (QS. Hud: 86)
Dengan cara yang demikian, Nabi Syu'aib menjelaskan kaumnya bahwa masalah
yang mereka hadapi saat ini sangat penting dan sangat serius, bahkan sangat
berat. Beliau memberitahu mereka akibat yang bakal mereka terima jika mereka
membuat kerusakan. Selesailah bagian pertama dari dialog Nabi Syu'aib bersama
kaumnya. Nabi Syu'aib telah mengawali pembicaraan dan kaumnya mendengarkan.
Kemudian beliau berhenti dari pembicaraannya dan sekarang kaum membuka
pembicaraan:
"Mereka berkata: 'Hai Syu'aib, apakah agamamu yang menyuruh agar kami
meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang hand berbuat
apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang
sangat penyantun lagi berakal " (QS. Hud: 87)
Para penduduk Madyan yang kafir mereka biasa merampok dan menyembah
al-Aikah, yaitu pohon dari al-Aik yang dikelilingi oleh dahan-dahan yang
berputar di sekelilingnya. Mereka termasuk orang-orang yang menjalin hubungan
sesama manusia dengan cara-cara yang sangat keji. Mereka suka mengurangi
timbangan; mereka mengambil yang lebih darinya dan tidak menghiraukan
kekurangannya. Perhatikanlah semua itu dalam dialog mereka bersama Syu'aib.
Mereka berkata, "wahai Syu'aib apakah agamamu yang
memerintahkanmu...?" Seakan-akan agama ini mendorong Syu'aib dan
membisikinya serta memerintahnya sehingga ia menaati tanpa pertimbangan dan
pemikiran. Sungguh Syu'aib telah berubah dengan agamanya itu menjadi alat yang
bergerak dan alat yang tidak sadar. Demikianlah celaaan dan tuduhan keji yang
dialamatkan oleh kaum Nabi Syu'aib kepadanya. Agama Syu'aib telah membuatnya
gila dan membuatnya nekat untuk memerintahkan mereka meninggalkan apa yang
selama ini mereka sembah dan disembah oleh kakek-kakek mereka. Kakek-kakek
mereka telah menyembah tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan sementara agama
Syu'aib memerintahkan mereka untuk hanya menyembah Allah SWT. Kenekatan model
apa dari Syu'aib ini?
Dengan ejekan dan penghinaan ini, Nabi Syu'aib menghadapi dialog yang
terjadi dengan mereka. Kemudian mereka kembali bertanya-tanya dengan penuh
keheranan dan dengan nada mengejek: "Apakah agamamu yang menyuruh agar
kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami." Tidakkah
engkau sadar wahai Syu'aib bahwa agamamu ingin mencampuri keinginan kita dan
cara kita menggunakan harta kita? Apakah hubungan keimanan dan salat dengan
muamalah materi?
Dengan pertanyaan ini, kaum Nabi Syu'aib mengira bahwa mereka mencapai
suatu tingkat kecerdasan. Mereka mengemukakan di hadapannya problem keimanan,
dan mereka mengingkari adanya keterkaitan antara perilaku manusia dan muamalah
mereka serta perekonomian mereka. Ini adalah masalah yang klasik; ini adalah
usaha untuk memisahkan antara ekonomi dan Islam di mana setiap nabi justru di
utus untuknya meskipun nama-nama mereka berbeda-beda; ini adalah masalah kuno
yang diungkap oleh kaum Nabi Syu'aib di mana mereka mengingkari bahwa agama
turut campur dalam kehidupan sehari-hari mereka, perekonomian mereka dan cara
mereka menggunakan harta mereka. Mereka menganggap bahwa menginfakkan harta atau
menggunakannya atau menghambur-hamburkannya adalah suatu yang tidak berhubungan
dengan agama. Hal itu menyangkut kebebasan pribadi manusia. Bukankah itu
hartanya yang khusus lalu mengapa agama turut campur di dalamnya?
Demikianlah pemahaman kaum Nabi Syu'aib kepada Islam yang dibawa oleh Nabi
Syu'aib. Kami kira pemahaman demikian sedikit atau banyak tidak berbeda dengan
pemahaman banyak masyarakat di zaman kita sekarang mereka menganggap
bahwasannya Islam tidak memiliki kaitan dengan kehidupan pribadi manusia dan
kehidupan perekonomian mereka. Oleh karena itu, manusia dapat menggunakan harta
mereka sesuai dengan kemauan mereka: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang
sangat penyantun lagi berakal."
Mereka ingin mengatakan kepada Nabi Syu'aib, seandainya engkau seorang yang
bijaksana dan memiliki pemikiran yang matang niscaya engkau tidak akan
mengatakan apa yang telah engkau katakan. Mereka kembali mengejek
Nabi Syu'aib dan merendahkan
dakwahnya. Seandainya Anda bertanya kepada kaum Nabi Syu'aib tentang pemahaman
agama mereka maka mereka pasti mengingkari bahwa agama adalah sebagai sistem
dalam kehidupan yang menjadikan hidup lebih mulia, lebih suci, lebih adil dan
lebih pantas manusia untuk menjabat sebagai khalifatullah di muka bumi;
seandainya Anda bertanya kepada mereka tentang agama niscaya mereka
memberitahumu bahwa ia hanya berupa kumpulan nilai-nilai rohani yang baik yang
tidak mewarnai kehidupan sehari-hari. Dengan pemahaman seperti ini, agama hanya
sekadar hiasan. Ini adalah pemahaman yang menggelikan karena Allah SWT mengutus
para nabi dan ajaran-ajaran yang mereka bawa bukan untuk perhiasan dan
main-mainan. Maha Suci Allah SWT dari semua itu. Allah SWT mengutus para
nabi-Nya dengan membawa sistem baru dalam kehidupan, yaitu sistem yang mencakup
nilai-nilai dan pemikiran-pemikiran yang itu semua tidak akan bermakna jika
tidak berubah menjadi suatu sistem dalam kehidupan secara umum dan mengatur
kehidupan secara khusus. Dengan pemahaman seperti inilah agama menjadi mulai
dan agama menjadi benar adanya. Dan dengan asumsi seperti ini, kita memahami
seberapa jauh campur tangan agama dalam persoalan-persoalan kehidupan
sehari-hari: dimulai dari hubungan-hubungan cinta sampai undang-undang
perkawinan, bahkan cara mengambil keputusan hidup sampai sistem dalam
menginfakkan uang dan menggunakannya, juga sistem dalam cara menggunakan dan
mendistribusikan kekayaan dan sebagainya. Jika manusia memahami agama seperti
ini makajadilah agama sesuatu kebenaran. Dan kalau tidak, agama laksana
puing-puing saja.
Nabi Syu'aib mengetahui bahwa kaumnya mengejeknya karena mereka menganggap
agama tidak turut campur dalam kehidupan sehari-hari. Namun, beliau menghadapi
semua itu dengan penuh kelembutan dan kasih sayang karena beliau yakin apa yang
beliau bawa adalah kebenaran. Beliau tidak peduli dengan ejekan mereka dan
tidak tersinggung dengannya dan tidak mempersoalkan hal itu; beliau memberi
pengertian kepada mereka bahwa beliau berada di atas kebenaran dari Tuhannya;
beliau adalah seorang nabi yang mengetahui kebenaran; beliau tidak melarang
mereka untuk meninggalkan sesuatu yang di balik larangan itu mendatangkan
keuntungan pribadi buatnya; beliau tidak ingin menasihati mereka dalam
kejujuran agar pasar menjadi sepi dan karenanya beliau mengambil manfaat;
beliau hanya sekadar seorang nabi di mana dakwah setiap nabi tergambar dalam
ungkapan yang singkat:
"Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih
berkesanggupan. " (QS. Hud: 88)
Yang beliau inginkan hanya al-Islah (usaha membuat perbaikan). Demikanlah
kandungan dan inti dakwah para nabi yang sebenarnya. Mereka adalah al-Muslihun,
yaitu orang-orang yang membuat perbaikan; mereka memperbaiki akal, memperbaiki
hati dan memperbaiki kehidupan yang umum dan kehidupan yang khusus:
"Syu'aib berkata: 'Hai kaumku, bagaimana pikiranku jika aku mempunyai
bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari-Nya rezeki yang baik
(patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak
berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud
kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada
taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah
bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.'" (QS. Hud: 88)
Setelah Nabi Syu'aib menjelaskan tujuan-tujuannya kepada mereka dan
menyingkapkan kebenaran dakwahnya, beliau mulai mengotak-atik akal-akal
rnereka; beliau mengungkapkan kepada mereka bagaimana pergulatan orang-orang
sebelum mereka dengan para nabi sebelumnya, yaitu kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Hud,
kaum Nabi Saleh, dan kaum Nabi Luth yang masa mereka ddak jauh dengan masa Nabi
Syu'aib. Beliau mulai berdialog dengan mereka dan mengingatkan mereka bahwa
sikap penentangan mereka justru akan mendatangkan siksaan bagi mereka. Nabi
Syu'aib mengingatkan mereka bagaimana nasib orang-orang yang mendustakan
kebenaran:
"Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu)
menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpah
kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Saleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh
(tempatnya) dari kamu. Dan mohonlah ampun dari Tuhanmu kemudian bertaubatlah
kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. " (QS.
Hud: 89-90)
Usai Nabi Syu'aib berdakwah kepada Allah SWT dan menjelaskan al-ishlah
(usaha memperbaiki masyarakat) dan mengingatkan mereka bahaya penentangan serta
menakut-nakuti mereka dengan menceritakan kembali siksaan yang diterima
orang-orang yang berbohong sebelum mereka. Meskipun demikian, Nabi Syu'aib
tetap membukakan pintu pengampunan dan pintu taubat bagi mereka. Beliau
menunjukkan kepada mereka kasih sayang Tuhannya Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Namun kaum Nabi Syu'aib memilih azab. Kekerasan hati mereka dan
keinginan mereka untuk mendapatkan harta yang haram serta rasa puas dengan
sistem yang mengatur mereka, semua itu menyebabkan mereka menolak kebenaran:
"Mereka berkata: 'Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa
yang kamu katakan itu.'" (QS. Hud: 91)
Kami tidak memahamimu. Engkau adalah seorang yang mengacau; engkau
mengatakan sesuatu yang tidak dimengerti:
"Dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di
antara kami." (QS. Hud: 91)
Beliau dikatakan sebagai orang yang lemah karena orang-orang fakir dan
orang-orang yang rrienderita adalah orang-orang yang beriman padanya, sedangkan
orang-orang kaya dan para pembesar telah menentang mereka. Demikianlah
pertimbangan umumnya manusia yang tidak memiliki kekuatan cukup untuk
menghadapi kebenaran dakwah Nabi Syu'aib di mana beliau dianggap sebagai orang
yang lemah:
"Kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami akan
merajammu."(QS. Hud: 91)
Seandainya kalau bukan karena keluargamu dan kaummu dan orang-orang yang
mengikutimu niscaya kami akan menggali suatu lubang dan kami akan bunuh kamu
dilubang itu dengan cara melempari kamu dengan batu:
"Sedang kamu pun bukanlah seorangyang berwibawa di sisi kami."
(QS. Hud: 92)
Kaum Nabi Syu'aib berpindah dari cara mengejek pada cara menyerang. Nabi
Syu'aib telah menyampaikan bukti kepada mereka setelah mereka mengejeknya, lalu
mereka mengubah cara mereka berdialog. Mereka memberitahunya bahwa mereka tidak
memahami apa yang beliau katakan dan mereka melihat bahwa Nabi Syu'aib sebagai
orang yang lemah dan hina. Dan seandainya kalau bukan karena mereka takut
(kasihan) kepada keluarganya niscaya mereka akan membunuhnya. Mereka
menampakkan kebencian kepada Nabi Syu'aib dan ingin sekali untuk membunuhnya
kalau bukan karena alasan-alasan yang berhubungan dengan keluarganya.
Menghadapi ancaman itu, Nabi Syu'aib tetap menunjukkan sikap lembutnya lalu
beliau bertanya kepada mereka dengan maksud untuk menggugah kesekian kalinya
akal mereka:
"Syu 'aib menjawab: 'Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat
menurut pandanganmu daripada Allah. " (QS. Hud: 92)
Apakah cukup rasional jika mereka membayangkan hal tersebut? Mereka
melupakan hakikat kekuatan yang mengatur alam. Sesungguhnya
hanya Allah SWT Yang Maha Mulia dan Maha Kuat. Seharusnya mereka mengingat hal
itu; seharusnya seseorang tidak takut kepada apapun selain Allah SWT dan tidak
membandingkan kekuatan di alam wujud ini dengan kekuatan Allah SWT. Hanya Allah
SWT Yang Kuat dan hanya Dia yang mengatur hamba-hamba-Nya.
Tampak bahwa kaum Nabi Syu'aib mulai kesal dan semakin kesal dengannya,
lalu berkumpullah para pembesar kaumnya:
"Pemuka-pemuka dari kaum Syu 'aib yang menyombongkan diri berkata:
'Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syu'aib dan dengan orang-orang yang
beriman bersamamu dari kota kami, kecuali kamu kembali kepada agama
kami.'" (QS. al-A'raf: 88)
Mereka menggunakan tahap baru dengan cara mengancam Nabi Syu'aib; mereka
mengancamnya untuk membunuh dan mengusir dari desa mereka; mereka memberi
pilihan kepada Nabi Syu'aib antara terusir dan kembali kepada agama mereka yang
menyembah pohon-pohon dan benda-benda mati. Nabi Syu'aib memberitahu kepada
mereka bahwa masalah kembalinya ia ke agama mereka adalah masalah yang tidak
berhubungan dengan masalah-masalah yang disebutkan dalam perjanjian. Sungguh
Allah SWT telah menyelamatkan beliau dari agama mereka lalu bagaimana beliau
kembali lagi padanya? Beliau yang mengajak mereka pada agama tauhid lalu
bagaimana beliau mengajak mereka untuk kembali pada kesyirikan dan kekufuran?
Beliau mengajak mereka dengan cara yang lembut dan kasih sayang sementara
mereka mengancamnya dengan kekuatan.
Demikianlah pertentangan antara Nabi Syu'aib dan kaumnya semakin berlanjut.
Nabi Syu'aib memegang amanat dakwah untuk menghadapi para pembesar, para
pendusta, dan para penguasa kaumnya. Akhirnya, Nabi Syu'aib mulai mengetahui
bahwa mereka tidak lagi memiliki harapan karena mereka telah berpaling dari
Allah SWT:
"Sedang Allah kamu jadikan sesuatu yang terbuang di belakangmu?
Sesungguhnya pengetahuan Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan. Dan (dia
berkata): 'Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya aku pun
berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang
menghinakannya dan siapa yang berdusta. Dan tunggulah azab (Tuhan). Sesungguhnya
aku pun menunggu bersama kamu." (QS. Hud: 92-93)
Nabi Syu'aib berlepas diri dari mereka. Mereka telah berpaling dari agama
Allah SWT bahkan telah mendustakan nabi-Nya dan menuduhnya bahwa ia tersihir
dan seorang pembohong. Maka, setiap orang hendaklah melakukan apa saja yang
diinginkannya dan hendaklah mereka menunggu azab Allah SWT. Kemudian
pergulatan antara Nabi Syu'aib dan kaumnya berakhir adanya fase baru. Mereka
meminta kepada Nabi Syu'aib untuk mendatangkan azab dari langit jika beliau
termasuk orang-orang yang benar. Dengan nada mencibir dan menantang, mereka
berkata: "di mana azab itu, di mana siksaan yang dijanjikan itu? Mengapa
terlambat datang?"
Mereka mengejek Nabi Syu'aib dan beliau dengan tenang menunggu datangnya
azab Allah SWT. Allah SWT mewahyukan kepada beliau agar keluar bersama
orang-orang mukmin dari desa tersebut. Akhirnya, Nabi Syu'aib keluar bersama
para pengikutnya dan datanglah azab Allah SWT:
"Dan takkala datang azab Kami. Kami selamatkan Syu'aib dan orang-orang
yang beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari kami, dan orang-orang
lalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati
bergelimpangan di rumahnya. Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat
itu. Ingatlah, kebinasaan bagi penduduk Madyan sebagaimana kaum Tsamud telah
binasa." (QS. Hud: 94-95)
Ia adalah teriakan sekali saja satu suara yang datang kepada mereka dari
celah-celah awan yang menyelimuti. Mula-mula mereka barangkali bergembira
karena membayangkan itu akan membawa hujan tetapi mereka dikagetkan ketika
datang kepada mereka siksaan yang besar pada hari yang besar.
Selesailah masalah ini. Mereka menyadari bahwa teriakan itu membawa bencana
buat mereka; teriakan itu menghanguskan setiap makhluk yang ada di dalam negeri
itu. Mereka tidak mampu bergerak dan tidak mampu menyembunyikan diri dan tidak
pula mereka dapat menyelamatkan diri mereka.
demikian kisah Nabi
Syu'aib AS semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar